Pertolongan

170 10 2
                                    

Malam ini Ara berniat untuk pergi ke supermarket dekat apartemennya. Ara memang sudah cukup lama tinggal di apartemen, mungkin sudah empat tahun.

Ara berjalan keluar dari gedung apartemennya. Kali ini ia ingin jalan kaki menikmati malam yang sejuk. Tak butuh waktu lama Ara sudah sampai di supermaket. Ara melangkahkan kakinya masuk dan memilih barang apa saja yang dia butuhkan.

Lima belas menit kemudian Ara sudah keluar dari supermarket. Ditangannya terdapat satu kantong plastik yang berisi penuh. Saat di perjalanan menuju apartemennya Ara melihat sesuatu yang menarik matanya.

'Paan tuh. Jangan-jangan...' batin Ara was-was melihat seseorang yang terkapar tak jauh dari dia berdiri.

Dengan hati-hati Ara mendekat, dibalikannya badan orang tersebut. Ara terkejut saat mengetahui siapa yang tengah terkapar di depannya ini. Seorang cowok yang sepertinya ia mengenalinya.

"Ni orang temen sekelas gue kan?" Monolog Ara.

Clingak-clinguk melihat kesana kemari tapi tak ada satu pun orang yang lewat. Memang belum terlalu malam, tapi tempat ini memang selalu sepi.

'Gak ada pilihan lain' batin Ara. Dengan hati-hati Ara membopong cowok itu menuju apartemennya.

Sesampai di apartemen Ara langsung membaringkan orang yang dibawanya, ke kamar satu-satunya di apartemennya. Ara mencari sesuatu yang bisa menghubungi atau setidaknya menunjukkan alamat orang yang dibawanya ini. Nihil tak ada satu pun yang ditemukannya.

"Terpaksa.." ucap Ara pasrah.

Dengan telaten Ara mengobati luka orang yang di tolongnya. Setelah selesai Ara pergi menuju sofa untuk tidur, jujur hari ini dia lelah.

***
"Enghh.. dimana gue" kata cowok yang ditolong Ara. Diedarkan pandangannya ke seluruh ruangan 'asing' itulah pikirnya.

Ceklek.. pintu terbuka menampakan Ara dengan sepiring nasi goreng di tangannya.

"Eh..  lo udah bangun. Sarapan dulu trus lo mandi. Bajunya bakal gue siapin." Ucap Ara kemudian berlalu meninggalkan kamarnya.

Cowok itu lantas memakan nasi goreng yang dibawa Ara. 'Enak' batinnya. Setelah selesai ia beranjak menuju kamar mandi sesuai perintah Ara. Dia juga berganti pakaian yang sudah di siapkan Ara.

"Udah enakan?" Tanya Ara saat cowok yang dia tolong keluar dari kamarnya. Cowok tersebut hanya mengangguk mengiyakan.

"Lo orang yang nabrak gue di depan kelas kan? Siapa nama lo? Aduh lupa lagi." Ucap Ara mengingat cowok didepannya.

"Angin? Bukan. Lalang? Ilalang? Tulang? Nyirorokidul?.." ucap Ara terus mencoba untuk mengingat.

"Langit" ucap orang itu akhirnya karna Ara semakin kemana-mana.

"Ah iya.. Langit. Susah banget nginget gitu doang." Ucap Ara membenarkan.

Yang ditolong Ara adalah Langit. Hening tidak ada yang membuka suara antara Ara maupun Langit, keduanya memilih diam dalam pikiran masing-masing.

"Kenapa lo bisa babak belur gitu?" Tanya Ara akhirnya.

"Dikroyok preman." Jawab Langit tenang.

"Loe gak bisa berantem?" Tanya Ara lagi.

"Kalo cuma dua orang atau tiga bukan masalah. Ngalahin preman enam orang dengan tubuh kekar, mustahil bagi gue." Jawab Langit sambil menghela nafas.

'Seriously? Gue b. Aja tuh.' Tentu saja hanya dalam hati. "Ohhh" ucap Ara menanggapi.

Hening lagi hingga akhirnya Langit yang bertanya.

"Lo punya baju plus celana begini dari mana?" Tanya Langit sambil mengangkat satu alisnya.

ARA (tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang