Ingin Bahagia

79 8 2
                                    

'Rasa iri selalu hadir sesekali menguasai diri. Kapan aku seperti mereka? Sungguh rasa ini tak enak. Tuhan hilangkan rasa ini. Rasa yang bisa menghancurkanku. Aku masih ingin berperan seperti yang lalu. Biarkan aku meneruskan kisah yang tak pantas disebut kisah ini. Biarkan aku memberi kesan terhebat untuk mereka yang sempurna. Biarkan aku Tuhan.' Ucap Ara dalam hati ketika ia memasuki gerbang Galaxkin.

Ntah ada angin apa atau dapat hidayah dari mana. Pukul setengah enam pagi Ara sudah berada di sekolah. Tentu saja sekolah masih sepi. Orang rajin mana yang berangkat hampir pagi buta seperti ini.

Dengan langkah ringan Ara menyusuri sekolahnya. Sembari menunggu yang lain datang ia pergi berpetualang ke tempat yang belum pernah ia jamah. Tempat-tempat yang selalu ia hindari.

"Wah gede juga sekolah gue. Haha baru nyadar gue. Kemana aja gue selama ini?" Ucap Ara ketika ia mulai memasuki aula. Sebenarnya ini bukan kali pertama ia kesini tapi ini merupakan kali ketiga ia berkunjung ke aula. Tapi meski begitu hanya kali ini ia mempunyai kesempatan untuk mengobservasi aula.

Setelah puas, Ara beranjak pergi untuk menuju taman belakang. Namun baru saja ia sampai di koridor dekat gudang, Ara mengurungkan niatnya. Memilih berbalik dan pergi ketempat lain.

"Daripada ntar gue digondol mbak kun. Mending gue balik kanan." Ucap Ara bergidik ngeri mengingat bagaimana rupa dari mbak kun yang merupakan hantu lagend dari Indonesia.

"Apa gue ke lapangan aja kali ya. Sekalian nunggu Radit sama Very." Monolog Ara.

Karena ia tak mau ambil resiko bertemu mbak kun. Akhirnya Ara memutuskan untuk kelapangan. Sesampai dilapangan Ara sudah melihat beberapa anak yang sudah sampai disekolah. Setidaknya kali ini ia tak sendirian seperti beberapa menit yang lalu.

"Sebenernya gue belum puas keliling. Tapi berhubung gue serem jalan sendiri. Mending gue tunggu mereka disini." Ucap Ara sambil mengambil bola yang berada tak jauh dari dia berdiri.

"Woy. Ara Azia Denata. Laksa Raditya Pamungkas dateng nih." Teriak Radit dari depan gerbang.

Ara yang merasa terpanggil segera menolehkan pandangan ke sumber suara. Setelah melihat kedatangan Radit, Ara bernafas lega. Rencana yang ia susun jauh dari kata gagal.

"Lo dapet hidayah dari mana jam segini udah nongki cantik disini?" Tanya Radit yang heran melihat Ara pagi-pagi sudah berada disekolah. Setaunya Ara tak pernah berangkat sepagi ini dan apa yang barusan ia lihat ini sungguh membuat Radit syok bukan main.

"Halah gak usah lebay. Sesekali biar kaya tetangga bisa berangkat pagi buta." Jawab Ara santai.

Sekarang Radit bertanya-tanya. Siapa yang lebay antara dirinya dan Ara. Jika tak ingat Ara merupakan temannya maka pasti sudah dia buang ke rawa-rawa satu makhluk ini.

"Gimana? lo udah bawa persiapannya?" Tanya Ara.

"Pasti dong."

Ara dan Radit bertos ria. Sekarang tinggal menunggu Very. Tapi jika Very lama maka mereka akan memulai tanpa Very.

Hari sudah semakin siang dan para wali murid sudah berdatangan. Sekolah yang awalnya sudah ramai kini menjadi tambah ramai. Banyak dari mereka yang datang bersama orang tuanya. Sama seperti Very yang datang bersama ibunya.

"Aduh mampus bisa dibunuh gue sama Ara." Ucap Very ketika ia baru sampai di sekolah.

"Ayo ma. Nanti temen Very ngamuk kalo Very lebih lama lagi." Ucap Very memburu mamanya.

"Aduh bentar dong Ver. Mama dandan dulu." Ucap mama Very sambil menambahkan bedak dalam riasannya.

"Mama udah cantik. Ayo." Paksa Very menarik mamanya untuk cepat pergi dari parkiran.

ARA (tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang