Liburan

63 9 0
                                    

"Wuah... bener-bener hebat." Ucap Ara sambil merenggangkan badan. Ia baru saja bangun dari tidurnya.

Rasa lelah sehabis perjalanan jauh telah tertebus dengan keindahan yang ia saksikan sekarang. Didepan sana terdapat hamparan laut biru dengan berbagai karang yang muncul dipermukaan yang sangat menggoda mata. Apalagi ditambah tebing-tebing karang disekitar pantai menambah keindahan yang ada.

Rencana liburan yang direncanakan mendadak saat tahun baru benar-benar terealisasikan. Sekarang ia benar-benar sedang bahagia karna berlibur bersama teman-teman dan keluarga.

"Ngapain lo?" Tanya Radit yang baru saja datang.

"Lagi berenang melawan arus. Kenapa?" Jawab Ara sengak. Baru saja ia merasa bahagia sekarang rasa itu lenyap seiring dengan kedatangan Radit. Ia lupa bahwa ia juga berlibur bersama Radit dan keluarganya.

"Udah berduaan aja lo?" Tanya Langit yang ikut bergabung.

"B. E. R. I. S. I. K." Tekan Ara.

"Ara pagi-pagi udah sensi aja." Sahut Senja yang datang bersama Very.

"Ayo sarapan udah ditungguin noh sama mak lo pada." Ucap Senja lagi.

Ara duluan melenggang meninggalkan teman-temannya. Ia sangat lapar karna sedari kemarin ia belum makan. Kemarin saat ia sampai resort ia langsung memutuskan untuk tidur dan melewatkan makan malam.

"Ayo cepet sarapan habis itu jalan-jalan." Ucap Sinta ketika melihat Langit dan teman-temannya datang.

"Ada apa aja bun?" Tanya Langit kemudian duduk disamping bundanya.

"Halah makan tinggal makan aja banyak nanya lo." Ucap Tania yang sudah berada di meja makan.

"Berisik." Ucap Ara jengah.

Stella menghela nafas dengan kelakuan anaknya yang satu ini. Jika Andri sangat stabil mood-nya berbeda dengan Ara yang mudah berubah-ubah. Sebentar buruk sebentar baik. Mood Ara tak pernah bisa ditebak.

Setelah selesai sarapan dan bersiap kini mereka telah berada di pinggir pantai. Ketika para ibu sedang asik membicarakan barang yang sedang trand maka para ayah asik berdiskusi mengenai ide yang baru saja mereka dapat.

"Pada lupa ya kalo punya anak. Enak gitu pada ngobrol gak inget sama anaknya." Ucap Tania malas.

"Udah gak usah ngedumel. Mending selesaiin istana pasirnya." Ucap Andri menanggapi ucapan Tania.

Untuk umur mereka yang memang bukan lagi anak-anak emang aneh melihat mereka bermain istana pasir. Tapi biarkan. Lagipula tak ada yang melihat karna tempat ini milik keluarga Senja yang memang memiliki usaha di bidang pariwisata.

"Ra lo mau gak jadi pacar gue." Ucap Radit tiba-tiba.

Seketika semua memfokuskan pandang dan pendengaran mereka. Takut-takut mereka salah dengar dengan ucapan Radit barusan. Terutama Langit yang berada disamping Ara. Ia tak menyangka jika Radit akan mengatakan itu di depan semuanya.

"Dit, lo salah makan?" Tanya Very tak percaya.

Radit tak peduli dengan pertanyaan Very yang menurutnya tak berfaedah itu.

"Ara. Lo mau jadi pacar gue?" Ucap Radit sekali lagi.

Ara tak menjawab ia hanya melihat Radit. Mereka semua menunggu kata apa yang akan mereka dengar dari Ara. Penerimaan atau penolakan? Ara masih kunjung tak menjawab masih tetap melihat Radit tanpa ingin mengucapkan sepatah katapun.

"Oke." Ucap Radit sambil mendengus.

"Selamat... gue cuma nge-prank kalian." Ucap Radit dengan senyum lima jarinya.

"Sialan gue kira serius lo." Ucap Very sambil menjitak Radit.

"Kampret lo. Gue udah deg-degan anjir." Ucap Senja sambil melempar pasir kearah Radit tanpa berperikemanusiaan.

"Untung cuma nge-prank. Kalo beneran gue tonjok lo." Kini Andri yang merupakan abang dari Ara yang berkomentar.

"Garing lo garing." Teriak Tania kesal.

Tak ada yang menyadari jika Langit sudah tak ada disana. Tepat setelah Radit mengulangi ucapannya Langit memutuskan pergi. Hingga kini belum ada yang menyadari bahwa Langit tak bersama mereka. Sampai...

"Lang Radit bener-bener gak lucu ya..." ucap Tania kemudian menoleh ke sebelah Ara.

"Lah ilang Langit." Ucap Tania ketika tak mendapati Langit disana. Seingatnya tadi Langit berada disebelah Ara dan sekarang sudah lenyap.

"Gue mencium bau-bau hangus." Ucap Senja.

"Susulin sana Ra." Ucap mereka berlima minus Langit pada Ara.

Ara berkedip beberapa kali. Kenapa ia harus menyusul Langit? Apa hubungannya? Lagian Ara juga tak tau kemana Langit pergi.

"Udah sana Ra..." ucap Andri kemudian menarik Ara untuk berdiri.

"Iya sana susulin!! tadi gue nyium bau gosong." Ucap Radit.

"Apa hubungannya bau gosong sama Langit yang pergi?" Tanya Ara yang tak mengerti. Maafkan Ara yang tak memiliki saraf peka sedikitpun.

"Oke gue pergi." Ucap Ara akhirnya. Gimana ia tak mengalah jika semuanya memberi Ara tatapan menuntut seakan-akan kepergian Langit adalah salahnya.

Ara pergi melangkahkan kakinya mencari keberadaan Langit. Sedangkan yang lainnya melanjutkan acara membuat istana pasir mereka. Sungguh menyebalkan untuk Ara.

"Kemana gue mau nyari coba." Ucap Ara frustasi karna tak tau harus mencari Langit kemana. Tempat ini luas dan Langit bisa berada dimana saja.

Ara tak ingin berkeliling karna itu akan sangat melelahkan tapi ia juga tak tau harus mencari Langit kemana.  Jembatan kayu yang menjorok kearah laut adalah pilihan pertamanya untuk mencari Langit.

"Ngapain mas?" Tanya Ara ketika ia melihat sosok Langit diujung jembatan.

"Gimana jawaban lo?" Tanya Langit ketika Ara sudah berada disebelahnya.

"Cuma prank." Singkat, padat, dan jelas jawaban dari Ara.

Setelah percakapan singkat itu baik Langit atau Ara tak ada yang membuka suara. Mereka asik dengan pemandangan didepan mereka. Burung camar yang asik beterbangan di atas laut menjadi pemandangan yang paling menarik perhatian mereka.

"Kalo loncat dari sini mati gak ya." Ucap Ara tiba-tiba. Matanya masih menatap lurus kedepan. Sesekali tersenyum memandang burung camar yang saling berebut ikan buruan.

"Ini masih deket pinggir pantai. Lo gak bakal mati paling cuma cidera." Ucap Langit sambil menoleh ke arah Ara.

"Yah. Gak jadi deh kalo gitu." Ucap Ara seperti kecewa.

"Kenapa? Lo pingin bunuh diri?" Tanya Langit serius menghadap Ara.

Ara menoleh kearah Langit dengan senyum mengembang. "Enggak. gue cuma mau gentanyangin lo doang kok." Jawabnya.

"Oh gue kira lo mau bunuh diri." Ucap Langit kemudian menghadap kedepan lagi.

"Hahaha gila lo." Ucap Ara sambil tertawa.

"Oh iya. Kalo berhubungan sama orang yang akut gak pekanya lo kudu banyak sabar sama banyakin berjuangnya." Ucap Ara lagi sambil menepuk kepala Langit pelan.

Langit memilih mengabaikan ucapan Ara. Ia sudah tahu hal itu dan Ara tak perlu mengingatkannya.

"Lagian kalo gue mati papa juga gak bakal peduli sama gue." Ucap Ara sambil berlalu pergi meninggalkan Langit.

Seketika Langit menoleh terkejut akan ucapan Ara barusan. Tak begitu jelas tapi sepertinya memang itu yang Ara katakan. Ntahlah Langit tak tau.

"Salah denger kali." Ucap Langit kemudian kembali menikmati pemandangan laut.

ARA (tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang