'Rasa sepi sesekali menguasaiku. Rasa ingin bersama tapi takut terluka sering hadir menghampiri. Sungguh sulit memahami hati yang tak pernah sejalan dengan logika. Rasa ingin menyerah terkadang hinggap dalam kepala. Tapi rasa ingin berjuang sekali lagi selalu menang melawan semua rasa. Aku putuskan untuk mengikuti alur. Tak kekanan tak kekiri. Tak terjebak masa lalu tapi tak memikirkan masa depan. Stuck di satu tempat dan memilih mengikuti takdir Tuhan.'
Ntah apa yang membuat Ara menuliskan kata-kata itu dalam buku hariannya. Tiba-tiba saja kondisi hatinya memburuk. Ini bukan sekali tapi sering terjadi. Di tengah kebahagiaan terkadang rasa sakit itu tiba-tiba hadir. Ntah tujuannya apa. Mungkin ingin menjatuhkan yang sudah terjatuhkan.
Ulangan semester telah berakhir bersamaan dengan pertandingan antar sekolah. Besok adalah hari yang paling ditunggu oleh semua orang. Hari dimana rapor dan pengumuman pemenang pertandingan akan dilaksanakan. Hari yang ditunggu semua orang selain Ara tentunya.
"Gue mau kemana? Ini hari minggu." Ucap Ara frustasi karena merasa bosan.
Dengan senyum mengembang Ara tau kemana ia harus pergi. Dengan baju casual Ara melangkahkan kaki keluar apartemen miliknya. Ara mengenakan celana jeans panjang dipadukan dengan hoodie putih polos. Ia juga mengenakan sneakers putih yang semakin menambah tampilan kecenya. Dengan yakin Ara mengarahkan motor miliknya ke suatu tempat yang sudah ia yakini.
"Semoga gue dapat sesuatu yang menyenangkan." Monolog Ara.
Dengan masih tersenyum Ara menyusuri jalan. Pohon-pohon rimbun menemani perjalan Ara. Tak lama Ara telah sampai ketempat yang ia tuju.
"Eh apaan itu?" Ucap Ara saat ia melihat keributan.
"Gila ini masih pagi. Dan mereka? Udah berantem? Dasar setan." Monolog Ara untuk kesekian kalinya.
"Eh itu kaya gue kenal." Ucap Ara saat ia melihat salah satu diantara mereka.
Ara segera turun dari motornya. Berjalan kearah keramaian tadi. Dengan langkah santai dan sesekali ia memastikan bahwa orang yang ia lihat adalah orang yang ia kenal.
"Eh ada Jingga. Ngapain Ngga?" Sapa Ara ketika ia sudah merasa yakin.
"Ara ngapain lo disini. Pergi Ra. Bahaya." Ucap Jingga memperingati.
Jingga adalah pacar terakhir Langit jika Langit tak ingin menambah satu lagi.
"Heh bocah tengik. Mau apa lo kesini? Mau jadi pahlawan kesiangan?" Ucap seorang lelaki yang bersama Jingga.
"Masih pagi kali Om." Ucap Ara santai.
Jika kalian fikir Jingga nongki dengan mereka. Maka kalian salah. Ntah tak punya hati atau bagaimana ada lima orang laki-laki bertubuh sangar sedang adu mulut dengan Jingga. Untung saja belum adu fisik.
"Cepet lo ikut kita." Ucap salah seorang dari laki-laki itu.
"Sampe lo nangis darah juga gue gak bakal ikut." Ucap Jingga menolak ajakan mereka.
Sungguh Ara tak mengerti sekarang ia berada di situasi apa. Yang dapat ia simpulkan sekarang Jingga pasti tengah berselisih dengan para laki-laki yang ada didepannya.
"Heh.. jangan mukul. Dosa." Ucap Ara ketika salah satu dari mereka akan memukul Jingga.
"Heh anak kecil diem lo." Ucap laki-laki itu kasar.
Bugh.. saat Ara mencoba bernegosiasi agar tak terjadi perkelahian, salah satu dari mereka sudah memukul Jingga hingga tersungkur.
"Wah bapak-bapak kamvret. Dibilang jangan mukul malah mukul." Gerutu Ara.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARA (tamat)
Novela Juvenil(Cerita amatir yang jauh dari kata layak) Ara Azia Denata.. Seorang cewek yang memilih untuk tetap tersenyum di tengah sejuta masalahnya. Ara sangat tau rasa tidak di inginkan. Sangat tau rasa ada tapi dianggap tidak ada. Sudah sangat mahir denga...