Kepergianku

114 8 3
                                    

"Gue gak tau. Besok gue masih bernafas atau malah udah nutup mata. Tapi yang pasti.. nanti kalo gue udah nutup mata, cukup gue yang pergi jangan mereka. Gue masih pingin ngeliat mereka bahagia, gue masih pingin ngeliat mereka nggapai mimpinya. Yah.... meskipun gue ngeliat dalam kondisi yang nggak lagi sama, setidaknya gue masih bisa ngeliat mereka." Ucap Ara pelan. Matanya lurus kedepan, menatap setiap air yang turun dari langit. Meresapi setiap memori yang datang mengingatkannya, bahwa dulu ia masih baik-baik saja.

"Gue gak sekuat itu buat kehilangan lo, Ra." Ucap Langit menanggapi ucapan Ara.

"Gue juga gak sekuat itu buat kehilangan lo semua." Ucap Ara tersenyum memandang Langit.

Ara melangkah mendekatkan diri pada Langit. Tangannya yang ramping menggapai wajah Langit yang putih bersih.

"Lo inget..." Ucap Ara pelan.

"Gue pernah bilangkan? Apapun yang terjadi nanti..." Ucap Ara memelankan suaranya di akhir kalimat.

"Tapi Ra??" Ucap Langit mencoba menagkal kata-kata yang dibisikkan Ara.

Ara tersenyum, menangkup kedua pipi Langit mencoba meyakinkan bahwa apa yang ia katakan akan ia tepati kelak.

"Apapun yang terjadi, bagiamanapun keadaannya gue akan tetap ada." Ucap Ara sambil menunjuk tepat dimana jantung Langit berada.

Suasana yang lengang ditambah hujan menambah keharmonisan mereka. Apalagi kini mereka tengah berada di rooftop, jadi tak akan ada satu orangpun yang akan mengganggu waktu mereka berdua.

"Gue..."

Langit tak meneruskan kata-katanya. Ia lebih memilih untuk memeluk Ara, meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja.

"Gak papa. Semua udah ada waktunya." Ucap Ara sambil mengelus punggung Langit.

"Goblok!" Ucap Ara tiba-tiba ditengah pelukannya.

Langit yang terkejut langsung menjauhkan diri dari Ara. Ia masih belum paham perkataan Ara apa maksudnya.

"Jadi ikut basah kan lo." Ucap Ara lagi sambil menunjuk bagian baju Langit yang basah.

"Gak papa." Ucap Langit santai setelah paham maksud Ara. Ia tak masalah bajunya basah, lagian kapan lagi ia bisa beradegan romantis dengan Ara?

"Ngeselin banget jadi manusia." Ucap Ara sambil menjitak kepala Langit kuat-kuat. Meski ia kepayahan mencapai kepala Langit tapi itu bukan masalah bagi Ara.

"Duh... sakit, Ra." Protes Langit sambil menggosok bagian kepalanya yang terkena jitakan Ara.

Meskipun ia kesal tapi senyum tak pernah luntur dari bibirnya. Ia akui, ia sudah jatuh terlalu dalam hingga rasanya ia tak punya jalan untuk kembali. Dan satu hal... Menggapai Ara itu bukan perkara mudah. Sifat Ara yang bagaikan angin lalu dan suka berubah-ubah menjadi kendala tersendiri bagi Langit yang tak pernah menyukai tantangan. Tapi demi rasa yang kian bersemi, apapun akan Langit lakukan untuk membahagiakan Aranya. Iya... Aranya...

"Gak papa. Kan Langit sayang Ara." Ucap Langit dengan cengiran bodohnya.

"Huhh.. dasar ayam." Ucap Ara kemudian tertawa.

Benar-benar konyol apa yang mereka lakukan saat ini. Pergi meninggalkan Senja dan malah pergi ke rooftop. Ditambah mengucapkan kata-kata manis yang tak pernah mereka ucapkan. Dan kini mereka tengah tertawa menertawakan kekonyolan mereka. Seakan hujan tak menjadi kendala bagi keduanya yang sama-sama mencintai hujan.

"Ayo turun. Trus pulang." Ucap Ara menghentikan tawanya.

Langit hanya menaikan satu alisnya tak mengerti apa mau Ara.

ARA (tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang