Pantai Dan Ombak

32 6 0
                                    

Hari sudah kembali ke hari senin. Mala petaka yang Ara benci sudah hadir di hadapannya. Seonggok komputer dan antek-anteknya sudah nangkring di mejanya. Tak lupa untuk hari pertama UN, Pak Dana dan wakil kepala sekolahlah yang mengawasi ruangannya.

"Kurang apes apa lagi coba?" Ucap Ara pelan.

Sudah namanya berawalan 'A' ia masih harus duduk di barisan terdepan lagi. Radit lebih beruntung karna ada di barisan belakang, yang tidak harus  one by one dengan pengawas. Berbeda dengan dirinya yang duduk tepat berhadapan dengan Pak Dana dan Pak Bram.

"Bisa di mulai ujiannya." Ucap Pak Dana setelah acara doa dan salam.

Ruangan sunyi, semua orang fokus pada soalnya. Soal Bahasa Indonesia yang pendek dengan bacaan panjang, yang bahkan panjangnya mengalahkan jembatan suramadu.

Berkomat-kamit membaca soal, Ara Sudah pusing duluan melihat bacaan yang di sediakan. Bacaan yang bersusunkan 500 kata tapi hanya diperuntukkan untuk menjawab tiga soal. Dan setiap soal hanya membutuhkan lima kata untuk membentuk sebuah pertanyaan.

"Mau muntah gue." Ucap Ara di tengah-tengah fokusnya mengerjakan.

Tak terasa satu jam sudah berlalu dan Ara kini tengah mengerjakan soal terakhir.

"Fiuh!!! Akhirnya gue bebas." Ucap Ara setelah selesai.

"Ogah gue ngerjain soal beginian lagi." Tambahnya lagi.

Menengok kanan kiri, semua orang fukus dengan ujian mereka. Tak terkecuali Radit, anak yang sulit fokus pada satu hal, kini tengah anteng mengerjakan. Sesekali Radit akan menghembuskan nafas pasrah atau mengumpat kecil. Mungkin baginya ini benar-benar ujian yang menguras kejiwaannya.

"Bisa mati gue baca ini sekali lagi!" Ucap Radit sambil meraup wajahnya kasar.

Melihat kedepan, Radit yakin jika Ara sudah selesai. Dilihat dari gelagatnya yang telah tenang. Setelah sekian lama usrek di tempat.

Berbeda dengan Radit yang bisa dengan leluasa melihat Ara. Ara kini tengah berfikir bagaimana kondisi Radit. Pasti sangat stress karna harus membaca sebanyak ini. Andai ia bisa menengok kebelakang pasti akan menyenangkan.

"Radit lama banget! Gue keluar duluan aja kali ya!!" Ucap Ara kemudian bangkit dari duduknya.

Berjalan tertatih ke depan dengan tongkat di tangan kanannya, Ara bersiap pergi keluar.

"Sudah selesai?"

"Sudah Pak." Ara menjawab pertanyaan Pak Dana.

"Lo mau kemana, Ra?"

Ara menoleh ke sumber suara. Ternyata Radit yang bertanya dari barisan belakang. Kepalanya melongok dari atas komputer untuk melihat Ara lebih jelas. Dia juga mendapat teguran dari Pak Bram. Tapi namanya juga Radit, pasti tak perduli. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri.

"Keluarlah!! Bisa mati gue disini lebih lama lagi." Jawab Ara santai.

Radit mengangguk dan kembali mengerjakan soalnya. Ara keluar, dan baru saja sampai di depan pintu, ia sudah merasa lelah. Bagaimana mau ke kantin? Jika baru berjalan lima meter kakinya sudah pegel?

'Kudu cari cara ni gue.'

"Kenapa, Ra?" Tanya Pak Dana yang melihat Ara belum keluar dari ruangan.

"Pegel Pak." Jawab Ara jujur.

"Makanya jadi anak baik, Jangan jadi anak badung!!"

Mengabaikan Pak Dana, Ara cepat-cepat ingin keluar dari ruangan neraka ini. Dan baru saja Ara melangkah keluar dari ruangan ujian, ia sudah di kagetkan dengan keberadaan Langit.

ARA (tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang