"Ara..Ara.. Ara.. Ara.." pangil seseorang dari didepan pintu dengan brutalnya.
Ara sipemilik rumah lumayan merasa terganggu. Ini hari libur. Dan siapa gerangan yang mengetuk pintu dengan tak berperikepintuan itu. Semoga saja pintu itu tidak rusak karna kebrutalan seseorang yang ada dibaliknya.
Dengan langkah berat dan hati dongkol Ara pergi untuk membukakan pintu. Lihat saja nanti orang baik mana yang mengetuk pintu dengan sebegitu niatnya.
"Apa sih Lang berisik tau gak." Ucap Ara saat tau siapa tamu kurang ajarnya.
Dengan perasaan malas Ara menyuruh Langit untuk masuk kedalam. Meski ia tengah kesal tapi setidaknya ia masih menghormati tamu kurang ajarnya ini.
"Ayo kita jalan." Ucap Langit dengan semangat. Melupakan kata maaf karna ia tadi mengetuk pintu dengan tidak sopannya.
"Sebegitu pentingnya kah jalan-jalan. Sampe lo gedor-gedor pintu gue?" Ucap Ara sewot.
"Ayolah Ara. Ya.. ya.." Ucap Langit berharap.
Ara memincingkan mata. Tumben sekali Langit tidak mengajak salah satu dari pacar-pacarnya itu dan memilih pergi bersamanya. Sambil berfikir menerima atau menolak ajakan Langit, Ara mendudukan diri di sofa sebelah Langit.
"Pacar lo kemana?" Tanya Ara. Ia cukup heran. Langit itu memang tak terlalu perhatian dengan pacar-pacarnya kecuali Dera, tapi meski begitu dia tak pernah menolak ajakan para pacarnya untuk kencan atau sekedar makan biasa. Jadi seharusnya Langit tak memiliki waktu seluang itu untuk mengajak Ara jalan-jalan.
"Rencana, gue mau mutusin mereka semua." Ucap Langit tanpa keraguan.
Ara yang mendengarkan malah ragu akan ucapan Langit. Tak mungkin Langit dengan mudahnya melepaskan mereka yang sengaja menyerahkan diri.
"Dera juga?" Tanya Ara. Yang satu ini perlu ditanyakan pasalnya Dera itu termasuk kesayangan dari Langit.
"Tentu. Tanpa terkecuali." Ucap Langit tanpa beban.
Mungkin karna tak percaya dengan ucapan Langit. Ara menempelkan punggung tangannya ke dahi Langit. Ara pikir Langit sedang sakit maka dari itu dia berbicara ngelantur.
"Ck. Gue gak sakit." Ucap Langit menepis tangan Ara yang akan memeriksanya sekali lagi.
"Kayanya yang sakit gue deh." Ucap Ara yang masih tak percaya ucapan Langit. Hingga meragukan kewarasannya sendiri.
"Gue serius. Gue mau putusin mereka semua." Ucap Langit menyakinkan Ara.
"Demi apa lo?" Ucap Ara yang masih saja tak percaya.
'Demi lo Ara Azia' ucap Langit yang tentunya di dalam hati.
"Gak demi apapun. Gue males aja gitu. Bosen." Jawab Langit asal.
Ara mengangguk kemudian melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Langit.
"Lo mau kemana?" Tanya Langit ketika melihat Ara meninggalkannya.
"Mau jalan-jalan kan?" Tanya balik Ara tanpa menoleh ataupun berhenti.
Langit tersenyum. Sembari menunggu Ara selesai bersiap ia lebih memilih untuk memperhatikan apartemen Ara. Berkeliling mencari sesuatu yang menarik dari tempat itu. Tapi nihil sampai Ara selesai bersiap, Langit tak menemukan apapun yang menarik perhatiannya.
"Ayo." Ajak Ara keluar dari apartemen.
Langit mengikuti Ara dan menunggunya ketika ia mengunci pintu apartemen.
"Lo bawa mobil kan?" Tanya Ara setelah selesai mengunci pintu.
Langit mengangguk membenarkan. Ia tak mau mengambil resiko kehujanan dijalan. Apalagi ini bulan-bulannya hujan. Ia masih ingin menikmati tahun baru bukan malah sakit karna kehujanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARA (tamat)
Teen Fiction(Cerita amatir yang jauh dari kata layak) Ara Azia Denata.. Seorang cewek yang memilih untuk tetap tersenyum di tengah sejuta masalahnya. Ara sangat tau rasa tidak di inginkan. Sangat tau rasa ada tapi dianggap tidak ada. Sudah sangat mahir denga...