Tamu Tak Diundang

104 10 1
                                    

Senin esok sudah masuk ujian semester. Ujian tahun ini terasa lebih berat dibandingkan tahun kemarin. Ujian semester tahun ini bebarengan dengan lomba antar sekolah. Tak ada salah satu yang bisa di undur. Jadi mau tak mau murid-murid Galaxkin harus ekstra belajar. Termasuk Ara dan teman-temannya.

"Alah ini tuh hari Sabtu. Ngapain coba kita kesekolah." Gerutu Radit sedari tadi.

"Bacot ya lo. Panas nih kuping gue ngedengerin bacotan lo." Ucap Very yang merasa terganggu dengan gerutuan Radit.

"Gak usah didengerin kalo lo gak mau denger." Ucap Radit sewot menanggapi protesan Very.

"Gue punya kuping." Ucap Very yang sudah tak santai lagi.

"Heh lo berdua masih berantem, gue gibeng lo pada." Sahut Ara yang baru sampai.

"Ngapain sih Ra? Kita kesekolah sabtu-sabtu gini?." Tanya Senja penasaran.

Bagaimana tidak? sekarang adalah hari Sabtu dan apa ini? Mereka disuruh kesekolah. Meski setengah hati mereka tetap berangkat disertai gerutuan sepanjang jalan.

"Ish lo pada bego ya?" Umpat Ara pada temannya. "Besok kita ujian plus tanding. Kita kesini buat matengin peforma kita buat besok senin. Kita kan seminggu ini gak fokus latian. Emang pada bego" Jelas Ara panjang lebar.

"Santai kali Ra. Jangan ngatain." Ucap Radit dengan bibir maju berapa senti.

"APA? Gue tonjok lo lama-lama." Ucap Ara tak santai.

Ntahlah hari ini mood Ara kurang stabil. Mungkin karena hari ini hari merahnya makanya ia nge-gas jika berbicara. Hari inilah yang paling  dihindari para teman-temannya. Karna Ara yang biasanya banyak ekspresi hanya akan menunjukkan ekspresi garang.

Semua murid yang mengikuti pertandingan berkumpul dilapangan. Pak Dana sebagai penanggung jawab memberi arahan untuk besok senin. Tidak hanya pak Dana, pak Rahmat selaku guru olahraga juga ikut andil dalam hal ini.

"Sekarang kita mulai. Semua berkumpul menurut kelompoknya." Ucap Pak Rahmat.

Ara dan teman-temannya bubar. Ara berkumpul di kelompok tim basket putri, Radit di kelompok para atlet lari, Very di kelompok basket putra, sedangkan Senja di kelompok panahan.

"Ra lo tau kemampuan tim basket putri dari Cibas?" Tanya Tania yang merupakan  kakak dari Langit.

"Kak Tan! Lo itu kapten basket putri, seharusnya lebih tau dibanding gue." Jawab Ara malas.

"Lo kok gak ada semangatnya sih. Awas aja besok lo main kaya gini." Ucap Tania tegas.

Ara hanya mengangguk. Tak lama tim basket putri dipanggil untuk menampilkan hasil latihan mereka selama seminggu terakhir.

Tim basket putri di bagi menjadi dua. Ara satu tim dengan Tania, Lia, Vina, dan Reya. Tepuk tangan terdengar ketika Ara dan Tania berhasil memasukkan bola ke dalam ring. Dan pertandingan dimenangkan oleh tim Ara dan Tania. Setelah pertandingan selesai Ara dan anak tim basket putri lainnya menepi ke pinggir lapangan.

"Gimana Ra? Menang?" Tanya Senja yang baru saja bergabung dengan tim basket putri.

"Menang lah. Orang ada gue." Sahut Tania.

"Bentar lagi tim cowok kan yang main? Tapi kok gue gak liat Langit." Ucap Senja mengalihkan ucapan Tania.

"Dia pergi" jawab Tania selaku kakaknya.

"Sama siapa?" Tanya Senja yang benar-benar kepo.

"Kesayangan." Ara yang menjawab pertanyaan Senja.

"Dera? Gila tuh anak gak tau apa? Kalo dia cuma dimanfaatin sama Dera." Ucap Senja tak suka. Sungguh Senja tak pernah suka dengan sosok Dera. Karena menurut Senja, Dera itu sangat licik. Bermain drama seapik mungkin untuk mengelabuhi Langit dengan wajah sok polosnya. Sungguh Senja benar-benar membenci Dera.

ARA (tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang