Cemas Dan Khawatir

45 5 0
                                    

Semua cemas menunggu dokter keluar dari ruangan. Dengan jantung yang terus berdetak kencang, mereka semua menyajikan wajah tenang. Tapi sayangnya kabar selanjutnya membuat mereka pucat pasi.

"Keluarga saudara Teo?" Tanya dokter yang baru saja keluar dari UGD.

"Saya." Jawab salah satu diantaranya.

"Bagaimana keadaan Teo dok?"

"Sudara Teo harus dipindahkan ke ruang ICU. Luka dikepalanya cukup serius dan membutuhkan penanganan khusus." Jawab dokter dengan serius.

Semua yang ada diruang tunggu menahan nafas. Mereka tak pernah membayangkan bahwa hal begini akan terjadi. Bagaimanapun ini adalah resiko yang akan mereka terima. Tapi sayangnya mereka membawa korban lain.

"Keadaan Zi bagaimana dok?" Demon bertanya akan keadaan Ara. Jika Teo begitu parah ia takut Ara akan sama parahnya dengan Teo.

"Keadaannya tak seserius Teo. Tapi bagaimanapun retak tulang bukan keadaan biasa." Jawab Dokter serius.

"Oh iya. Pasien Teo akan dipindahkan ke ruang ICU. Sedangkan pasien Zi bisa dipindahkan ke ruang rawat inap biasa." Ucap Dokter lagi.

Tak lama Galang dan Stella datang. Mereka datang dengan wajah khawatir. Mereka sudah sering kali meminta Ara untuk berhenti, tapi sayangnya balapan adalah satu-satunya yang membuat Ara semangat selain membuat onar disekolah.

"Gimana keadaannya?" Tanya Galang.

"Retak tulang." Jawab Andri pelan. Ia sedikit lega Ara tak terluka parah. Tapi ia juga sedih untuk kaki Ara yang mengalami retak tulang.

"Oh iya Je. Dimana keluarga Teo?" Tanya Demon yang tak melihat keluarga Teo.

"Keluarganya gak peduli sama dia." Jawab teman Teo sedih.

Stella yang mendengar ucapan teman Teo menunjukkan rasa sedih. Hal ini mengingatkannya pada Ara. Mereka senasib tapi Ara lebih beruntung karna memilikinya.

"Kalian bisa pulang buat istirahat. Teo biar tante yang jaga. Zi gak parah dan gak masalah tante tinggal." Ucap Stella menawarkan diri. Bagaimanapun ia tak tega melihat seorang anak yang terluka tanpa di dampingi orang tua. Ara bisa didampingi Daddy-nya. Sedangkan Teo? Tak ada satupun keluarganya disampingnya.

"Gak usah tan. Kita bisa gantian jagain Teo kok." Bantah teman Teo. Mereka tak bisa merepotkan orang lain lagi. Apalagi orang tua Zi.

"Gak papa. Lo semua pulang aja. Biar gue sama nyokap yang jagain Teo." Ucap Andri meyakinkan teman-teman Teo.

Mereka semua masih anak SMA dan harus sekolah besok pagi. Dia tak bisa membiarkan anak-anak ini meninggalkan sekolah mereka. Karna seperti yang Ara bilang. Pecundang juga ingin sukses.

"Kalo gitu makasih ya Tan, Bang. Kita pulang dulu." Pamit teman-teman Teo.

Setelah teman-teman Teo pergi Farel dan Demon juga berpamitan untuk pulang. Sebenarnya mereka ingin tinggal tapi sayangnya tugas menanti mereka.

"Udah diurus Dad?" Tanya Stella ketika melihat Galang berjalan kearahnya.

Tadi ketika mereka semua mengobrol ia pergi untuk menyiapkan ruang rawat inap Ara. Ara itu anaknya dan ia menginginkan yang terbaik untuk anaknya.

"Udah." Jawab Galang seadanya.

Langit, Radit, Very dan Senja hampir dilupakan keberadaannya. Mereka terlalu diam merenungi keadaan Ara. Ara itu sahabat mereka, dan hal seperti ini pasti membuat mereka cemas dan khawatir.

"Oh ya Lang, Dit, Ver, Nja. Kalian bisa pulang. Tenang aja Ara gak papa kok." Ucap Andri menenangkan. Tadi ia yang paling panik dan sekarang berganti mereka yang panik sedangkan ia mulai tenang.

"Oh ya bang. Lo gak takut? Identitas Ara bakal ketahuan sama mereka?" Ucap Radit merujuk pada teman-teman Teo.

"Tenang aja. Semua aman dibawah kendali gue. Ntah dia jadi Ara atau Zi, orang-orang gak pernah tau siapa keluarga dia."

"Ara terlalu bersembunyi sampe-sampe gue, Momy, sama Daddy gak punya kesempatan buat pamer di depan umum." Jelas Andri tenang. Terkadang ia ingin tampil di depan umum sebagai abang yang hebat untuk Ara. Tapi sayangnya Ara selalu menolak. Ia bilang ia bisa menjaga dirinya sendiri.

Ketika mereka mengobrol Ara sudah dipindahkan ke ruang VIP. Galang juga sudah pergi menemani Ara dan Stella sudah pergi ke ruang ICU.

"Yaudah mending kita ketempat Ara." Ajak Very.

Mereka menolak untuk pulang. Mereka ingin melihat kondisi Ara terlebih dahulu. Ara itu bagian dari mereka melihat Ara terluka, mereka tak bisa pura-pura untuk baik-baik saja.

"Nja, gue yang kecelakaan. Kenapa lo yang nangis?" Tanya Ara heran ketika ia melihat teman-teman dan abangnya masuk keruangannya.

"Lo gimana sih Ra? Gue tuh sedih. Sahabat gue, temen gue yang paling absurd lagi luka tentu aja gue nangis." Jawab Senja sesenggukan.

"Udah. Ngomong sama Ara itu bikin darah tinggi." Ucap Very menghibur Senja.

Ara melihat satu-persatu teman-temannya. Dari Langit yang memiliki wajah khawatir. Very yang khawatir tapi mencoba tenang. Dan Senja yang berlinang air mata. Sedangkan Radit...

"Radit mana?" Tanya Ara bingung. Mereka semua ada tapi kenapa Radit tak ada?

"Radit mana?" Tanya Ara sekali lagi.

"Radit aja yang ditanyain. Daddy dong ditanya." Ucap Galang yang sedari tadi diam.

Ara tak peduli dengan ucapan Daddy-nya. Ia hanya ingin melihat Radit, itu saja. Selebihnya ia tak peduli.

"Radit mana?" Sentak Ara yang sudah tak sabar.

"Hei. Lo nyariin gue?" Ucap Radit yang baru saja masuk.

Ara yang melihat kedatangan Radit langsung tersenyum. Ia meminta Radit untuk mendekat. Memeluknya kemudian berkata..

"Lo minggat kemana Dit?"

"Ra? Lo gak demam kan? Tumben banget lo kaya gitu sama Radit?" Tanya Andri yang heran dengan kelakuan Ara.

Sedangkan Radit tertawa dengan keheranan Andri. Jangankan Andri ia sendiri juga bingung kenapa Ara begitu. Lagipula ini bagus, karna bisa membuat Langit cemburu.

"Ra, lo kesurupan ya? Bocah tengik kaya Radit aja lo cariin? Nih sepupu gue yang nungguin lo dari zaman bahela gak pernah lo cariin." Protes Senja atas nama Langit.

"Langit? Langit mah Sarimi isi dua."

"Sarimi isi dua? Apa rujak karet dua ya?" Ucap Ara bingung menggambarkan Langit dalam hidupnya.

Langit hanya bisa mengamati. Memaksa Ara itu bukan gayanya. Menunggu juga melelahkan. Tapi sayangnya, rasanya pada Ara tak sesuai dengan prinsip kepribadiannya. Tapi satu hal yang ia yakini, Ara tak akan kemana-mana. Akan tetap selalu disana. Mengamati kehidupan.

"Kalian pulang gih. Ara baik-baik aja kok." Ucap Andri mengusir teman-teman Ara.

"Wah jahat kita diusir."

"Gak terima nih gue."

Ribut-ribut ala bocah mereka perankan. Galang yang menonton mereka hanya bisa geleng-geleng kepala. Terlalu pusing dengan pemikiran anak-anak absurd ini. Kelakuan mereka sangat berbeda dengan zamannya dulu ketika ia bersama orang tua mereka.

"Lo mau salah satu dari mereka nungguin lo gak?" Tanya Andri pada Ara mengabaikan protesan yang lain.

"Gak! Kalo mau pergi, pergi aja. Gak usah ribut! Gue tetep disini, gak kemana-mana juga." Jawab Ara santai kemudian memilih untuk tidur.

"Udah kalian pulang aja. Biar Om sama Andri yang jaga Ara." Ucap Galang menengahi. Mengandalkan Ara itu mustahil. Karna sifat Ara itu kaya bunglon berubah-ubah. Yang ada darah tinggi.

ARA (tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang