9. Cuek

994 66 6
                                    

Happy Reading Genk.

DECEMBERLY

Menangis merupakan suatu cara supaya Arina dapat menuangkan rasa kesedihan di hatinya. Rasa kecewa, rasa bersalah, rasa rindu yang dia pendam sendirian bertahun-tahun lamanya.

Jika orang melihat Arina dari luar, dia sosok yang menyenangkan. Mudah bergaul dengan para tetangga sekitarnya.

Bagi suami dan kedua anaknya, dia adalah sosok istri sekaligus ibu yang baik hati. Penyayang, penyabar menjadikannya sosok yang tidak bisa digantikan oleh siapapun bagi suami dan anak-anaknya.

Tapi jika mengenalnya lebih dekat, akan terlihat luka lama yang di balut rindu dan penyesalan sampai detik ini. Setiap Arina membuka kotak berwarna hitam itu, perasaan bersalah teramat besar selalu bergelayut di hatinya. Kesalahan yang diakibatkan keegoisannya sendiri. Ingin rasanya dia memutar waktu hanya untuk mengucapkan 'aku sayang kamu melebihi nyawaku sendiri'

Selalu berderai air matanya jika melihat sepotong gambar seorang anak laki-laki itu. Ingin rasanya memeluknya semenit saja jika Tuhan mengizinkan. Sayangnya keinginannya tidak pernah terwujud. Ada tembok yang terlalu tinggi menjulang yang menghalanginya. Jangankan melewati tembok tersebut, melihat dari kejauhan saja dia tidak mampu. Arina selalu mengutuk dirinya sendiri akan satu kesalahan di masa lampaunya.

"Ma, coba kamu temui sekali lagi supaya kamu di berikan izin," suara Surya terdengar berhati-hati memberikan saran kepada istrinya.

"Kamu nggak tahu Mas berapa juta kali aku meminta izin untuk menemuinya tapi hasilnya selalu nihil," suara Arina sesenggukan penuh keputus asaan.

"Ya udah Mah, sabar! Pasti suatu saat nanti Tuhan akan mempertemukan kalian," Surya memeluk Arina supaya dia kuat.

"Sampai kapan Pah, sudah bertahun-tahun aku menunggu, bertahun-tahun aku di hantui kesalahan. Pasti sekarang dia sangat membenciku." Arina mengadu tak kuasa menahan beban yang dipendamnya selama ini.

***

Hape Harsya berdering, sebuah panggilan dari seorang gadis yang membuat hari-harinya kini sedikit kacau.

Dua panggilan tidak terjawab. Sengaja Harsya melakukan itu, dia sedang malas berbicara dengan siapapun. Yang ada di otaknya saat ini adalah bagaimana cara membuat Nada tidak bersikap jutek lagi kepadanya.

Harsya mengintip layar hapenya. Enam panggilan tidak terjawab.

Tidak seharusnya Harsya bersikap seperti ini kepada Archilla.

'Benar yang dikatakan Bang Vano, gue jadi cowok harus tegas sama hati gue sendiri'

"Halo Chil, kenapa?"

"Lama banget Har nggak di angkat-angkat telephon dari gue?" keluh Archilla.

"Gue tadi bantuin Naomi ngerjain tugasnya," Harsya hanya beralasan karena dia ingin sesegera mungkin bicara ke pokok masalahnya.

"Har.. Besok temenin gue shoping yuk!"

Harsya meghembuskan nafasnya perlahan. Untuk saat ini dia tidak mau bertele-tele.

"Chil, maafin gue' tapi gue nggak nyaman kalau lo terlalu maksa gue buat deket sama lo, gue pengen kita sebatas teman, dan gue mau hubungan kita baik-baik saja."

DECEMBERLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang