Evelyn Story 4 : Keinginan Evelyn

486 61 4
                                    

Tulon mondar mandir di katornya, dilema dengan masalahnya.

"Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku?" Kita-kata itu keluar dari bibirnya, saat kaki tidak bisa berhenti bergerak.

"Tidak, tidak, tidak. Mengapa aku harus?" Jawab dirinya sendiri. " Jika aku melaporkanya, maka gadis itu pasti akan diambil oleh kuil pusat. Tidak mungkin aku bisa melewatkan kesempatan ini, tidak untuk calon Holy Maiden masa depan."

"Tulon, pikiran itu. Gadis ini masih sangat muda. Kau akan dengan mudah mempengaruhinya." Bisik pada dirinya sendiri. "Khehehehe~ benar, benar. Tidak mungkin ada yang salah. Hehehe~"

Tiga minggu kemudian...

"Tulon Revance! Kau akan di hukum mati karena penghiatanan!!" Pancungan jatuh, memisahkan lehernya menjadi dua.

"Tidak!!" Teriak Tulon tengah-engah.

"Tulon-san? Apakah kamu baik-baik saja?" Kata gadis berambut putih di depanya.

Sadar bahwa itu hanya hayalan. Tulon menarik udara ke paru-parunya untuk menenangkan dirinya. Akhir-akhir ini hayalan ini semakin jelas dan jelas, mulai mempengaruhi tidurnya. Hal ini membuatnya sulit berkonsentrasi.

Dia tahu ini tidak normal dan dia tahu apa penyebabnya. Itu adalah gadis manis berpakaian suster magang yang berwarnah putih di depanya.

"Tulon-san?" Tanya gadis itu kembali, terlihat khawatir.

"O,oh. Terima kasih sudah menghawatirkanku, Evelyn. Aku baik -baik saja. Aku hanya kurang tidur. Ini tidak akan menjadi masalah dengan hanya istirahat sebentar." Kata Tulon dengan lembut, sambil mengelus rambut putih Evelyn.

"Sukurlah. Baik! Kalau begitu Tulon-san bisa beristirahat sementara aku membaca buku ini!" Kemudian dia langsung melanjutkan bacaanya tanpa peduli dunia.

"Hohoho~ baik, baik. Teruslah membaca." Kata Tulon. Namun, tanpa ada niat untuk pergi dari tempat duduknya sendiri, baginya bersama Evelyn adalah istirahatnya. '*Sigh~ jika saja kau adalah hanyalah gadis normal.' Pikirnya saat melihat Evelyn membalik halaman buku. Ada tanda kasih sayang pada pandanganya.

'Penglihan ini tidak datang tanpa sebab. Sesuatu yang buruk akan datang di masa depan.  Itu sepertinya ada hubunganya dengan kuil pusat.... dan mengharuskanku menghianati... apa?'

Tulon tidak pernah membayangkan dirinya menghianati kuil. Namun, itu dulu. Setelah menyasikan Evelyn berkembang. Tulon tahu apa yang harus dia lakukan.


=+=+=+=


Ruang penitisan. Patung-patung para dewa dan dewi berjejer melingkar. Setiap patung dewa dan dewi terlihat hidup, dan sedang memperhatikan dirinya.

Evelyn bisa merasakan berbagai pandangan pada dirinya. Semua pandangan seolah menembus dirinya dan melihat semua rahasianya. Bukan perasaan yang menyangkan, pikir Evelyn.

Arry besar yang mencangkup seluruh rungan luas itu perlahan menyala dengan berbagai cahaya. Patung-patung juga mulai memancarkan berbagai warna yang berbeda, membuat udara bergetar oleh energi yang tidak di kenal oleh Evelyn. Seolah patung-patung berlomba-lombang satu sama lain.

Perlahan tekanan dari berbagai patung mulai meningkatkan intentitasnya. Evelyn semakin kuwalahan oleh tekanan yang dia rasakan.

"Tahan nak. Fokus pada keinginanmu. Pikirkan untuk apa kau datang kesini sejak awal." Kata Tulon, pada Evelyn. Yang sedang mengawasinya dari belakang.

Kumudian dia juga mendengar suara Suster Arbi. "Tulon-sama! Hal seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya. Kita harus segara menghentian ini. Ini akan melukai Evelyn!"

"Aku tahu! Namun tidak ada cara menghentikan penitisan. Satu-satunya yang bisa menyelamatakn dirinya adalah dirinya sendiri."

"Tidak mungkin. Kenapa para dewa melakukan hal ini." kata Arbis putus asa.

"Aku yakin mereka punya alasan untuk itu." Tulon berkata sambil menutup matanya. Tidak sanggup melihat wajah kesakitan Evelyn.

Evelyn merasa perasaan terima kasih pada kedunya karena menghawatirnya. Membawa lebih banyak tekad di hatinya.

'Keinginanku adalah.....

Aku ingin membantu Akio dan Roy...

Aku. Ingin. Dapat membatu semua orang...

Aku ingin....

Semua orang...

Bahagia...

Semuanya.'

Dragons WanderingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang