Pilihan orang tua adalah pilihan yang terbaik.
***
Setelah kegaduhan selesai di ruang rias. Kini suasana kembali hening. Bahkan tidak ada satu orang pun berada dalam ruangan. Hanya menyisakan seorang perempuan yang duduk termenung di sana.
Matanya meneliti setiap pergerakan di luar sana. Beberapa mobil mewah satu persatu memasuki pekarangan rumahnya. (Namakamu) tidak bisa memohon apapun lagi di waktu yang sesingkat ini. Sebentar lagi masa mudanya akan hilang. Seseorang akan meminangnya.
Sudah lengkap dengan kebayanya, sebentar lagi Ia akan melangsungkan akad pernikahan. Sebentar lagi. Tapi tunggu. Tidak ada mimik kebahagiaan di wajahnya. Seperti kebanyakan perempuan pada umumnya.
Mengingat satu hal lagi. Risma mungkin sangat baik kepada (Namakamu). Melebihi Ibu kandung dan anaknya, bahkan sampai mencari pasangan hidup pun. Risma sangat repot mencarikannya. Sampai, putri bungsunya harus di jodohkan dengan rekan kerja suaminya. Itulah perjodohan. Yang tidak masuk akal lagi. Risma memilih pasangan pendamping (Namakamu) adalah seorang Duda anak dua.
(Namakamu) menarik tissue di atas meja. Menekan pada bawah mata-air matanya hampir menetes lalu kembali menatap ke arah jalanan. Tamu semakin ramai berdatangan.
"Gue tahu apa yang lo rasain." Bidi. Kakak kandungnya baru saja datang, rapi dengan pakaian kemeja putihnya. "Gak mungkin seorang Papa kita gak mikirin ini matang-matang," tuturnya.
"Hem." Balasnya.
Bidi mengangguk. Menyudahi obrolan singkatnya. Mengusap punggung adik kesayangannya menenangkan. Apapun yang terjadi hari ini sudah pasti akan terjadi.
"Semua udah nunggu di bawah." Risma baru saja datang berdiri tepat di sebelah Bidi.
"Lagi ngobrolin apa?" Risma melirik Bidi bergatian.
(Namakamu) berdiri. Menatap lirih Risma. "Ma.. aku mohon batalin pernikahan ini. Mama gak mikirin gimana kuliah aku, waktu main aku sama temen-temen, masa depan, bahkan Mama gak mikirin perasaan pacar aku." Kini matanya memerah dan berair.
Risma menggeleng. "Sayang... keputusan anggota keluarga sudah bulat. Bukan hanya Mama aja yang terlibat di sini. Ada Papa, Eyang, dan lainnya. Mereka pengen kamu dapat kehidupan yang baik. Apa lagi semua keluarga tahu betul sifat calon suami kamu."
Bidi mengusap bahu adiknya. Tidak ada yang perlu di bicarakan lagi. "Kita harus ke bawah, oke?"
"Mama tunggu di bawah," kata Risma kemudian pergi.
Bidi menatap adiknya lagi. "Permintaan lo terlalu berat setelah semuanya udah tahu. Mungkin gue bisa aja nyuruh lo kabur dari sini supaya pernikahan ini batal."
(Namakamu) melirik Bidi.
"Tapi jujur, gue gak akan ngelakuin hal itu. Eyang, lo tahu sendiri kan kalo dia punya penyakit jatung," imbuh Bidi.
"Satu lagi, semua orang udah berkumpul di bawah jadi kalo gue nyuruh lo kabur dari sini. Keluarga kita bakal jadi omongan."
"Percaya sama gue. Kalo calon suami lo itu baik. Gue yakin, hal yang mungkin menurut lo akan hilang. Dengan calon suami lo, pasti lo akan dapetin."
(Namakamu) mengangguk paham. Menahan rasa sedihnya. Detik ini hanya bisa menurut dan pasrah. Tidak ada pembelaan dari siapapun. Hanya sendiri.