Prt 38• Ketigapuluh Delapan

2.8K 324 18
                                    

Don't leave me alone. Bcs, aku tanpamu butiran debu

***

Saat semuanya terasa berubah. Rumah tak lagi seramai dulu meski seseorang selalu berdatangan mampir kerumahnya. Yang ada hanya sebuah kebisuan meskipun Alvaro sudah membuat keadaan menjadi ramai. Tak mengusik Iqbaal yang masih duduk termenung di ruang keluarga setelah teman kantor Iqbaal datang menjenguk Arvin di rumahnya.

Sebulan yang lalu setelah Arvin masuk ke rumah sakit dan membatalkan liburan keluarga Iqbaal. Hari ini tepat sebulan setelah di rawat inap di rumah sakit, dokter memperbolehkan Arvin pulang. Maksudnya rawat dari rumah.

"Mama turut sedih karena Arvin belum juga di berikan kesembuhan, seorang anak ceria yang memiliki penyakit berbahaya itu membuat semua orang cemas. Mama sebagai nenek Arvin merasa terpukul dengar berita ini. Semoga keluarga selalu di berikan ketabahan ya."

"Makasi Risma. Kamu datang ke rumah tepat setelah Arvin di rawat di rumah." Rike menjawabnya.

"Begini saja Hery," Alex membuka suara membuat Iqbaal melirik. "Aku rasa pertumbuhan kedua putra Iqbaal begitu cepat, tapi tidak membuat kalian lupa kan kalau (Namakamu) — anak aku cuma sebatas ibu sambung. Mau sampai kapan kita akan sembunyiin rahasia besar ini, Her?! Maksudnya apa gak sebaiknya kita beritahu Alvaro dulu soal masalah ini?" Alvaro tidak ada, mungkin sudah ke kamarnya.

"(Namakamu) juga udah nyaranin soal masalah ini, pa! Tapi kayaknya kita perlu waktu dan jangan tergesa - gesa. Masalahnya Alvaro itu keras kepala, takut hal buruk terjadi di keluarga ini."

"Papa pikir sebaiknya secepatnya kalian beri tahu, karena cepat atau lambat kedua anak kamu akan mencari tahu sendiri. Terlebih Alvaro yang sudah tahu kalau golongan darah (Namakamu) dan Arvin berbeda. Papa tahu, pasti Alvaro sekarang masih berfikir bagaimana semuanya bisa terjadi."

Dan semua orang masuk ke dalam obrolan yang sangat serius itu sampai dia tidak sadar bahwa Alvaro sedang mendengarkan pembicaraan itu di lantai atas.

***

"Iya. Selamat malam ada yang bisa saya bantu, pak?" (Namakamu) menatap orang tua di hadapannya dengan lusuh dan pakaian yang dekil. "Sumbangan ya, pak?"

"Eh! Bukan-bukan, bu! Saya Anto, penjaga kuburan. Saya kesini mau nagih bayaran ke mas Iqbaal, selama sebulan ini dia tidak pernah ngasih saya bayaran."

"Pak! Suami saya bukan penjabat negara atau pemerintah yang mengurusi masalah kuburan, bagaimana bisa bapak minta bayaran sama suami saya?! Bilang siapa yang nyuruh bapak?"

Anto menggeleng kuat. "Bukan, saya kesini mau nagih bayaran uang bunga yang setiap hari saya beli untuk makamnya Nyonya Zidny. Mas Iqbaal menyuruh saya selalu meletakkan bunga mawar putih kesukaan Zidny di batu nisannya saat mas Iqbaal berada di rumah sakit. Karena selama sebulan mas Iqbaal belum mengganti uang saya makanya saya datang kesini karena uang saya benar - benar sudah habis."

"Sebentar saya panggilkan suami saya dulu."

Anto hanya mengangguk sebagai jawabab sampai saat Iqbaal datang Anto hanya bisa tersenyum ke arah pesuruhnya.

"Pak Anto, ngapain kamu kesini?" Iqbaal menoleh wajah istrinya yang kesal. "Nanti saya transfer kok."

"Gak usah di transfer, bayar aja sekarang!"

Iqbaal meneguk ludahnya. "Iya. Totalnya berapa?"

"Lima juta, mas."

"Ini saya cash."

"Makasi mas, kalau begitu saya pulang dulu. Mari bu."

Iqbaal memasukkan kembali dompetnya di kantong lalu menatap (Namakamu) yang tampaknya sangat kesal. "Hari ini mendadak semua pintu terbuka dengan lebar, semua kebohongan mendadak terbongkar begitu saja."

"(Namakamu), aku minta maaf."

"Apa bedanya sama kalian berdua?!!"

****

Revisi : 3 Mei 2021

Little WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang