***
Sepagian ini, (Namakamu) tampak tak bergerak sama sekali dari ranjang King Size itu. Menutupi seluruh bagian tubuhnya dengan selimut tebal dan menghadap ke arah samping. Rasanya malas untuk bangkit, kuliahnya juga siang jadi tidak harus buru-buru bangun tidur.
Matanya membulat seketika setelah tangan melingkar di perutnya. Ia bangkit dan menepikan kasar selimutnya. Iqbaal bisa saja main peluk tanpa di sadarinya. Namun tidak, laki-laki itu tidak ada di sebelahnya. Kemana dia?
"Pagi Bunda?" Sapa seorang anak laki-laki dari balik selimut. "Apa Alvaro ganggu?" Namanya Alvaro.
(Namakamu) meneguk ludahnya. Kenapa tiba - tiba Alvaro ada di kamarnya? Sedangkan kemarin malam anak - anak Iqbaal di minta untuk tidur bersama Rike sang nenek.
Alvaro menarik lengan (Namakamu) dan memeluknya. Justru itu semakin membuat perempuan itu kelabakkan atas sifat anak laki -laki itu yang sekarang menjadi anaknya.
Alvaro sudah siap dengan seragam sekolahnya. Melepas pelukan dan tersenyum lebar. "Hari ini bunda yang anterin kita sekolah ya?"
(Namakamu) berdeham. "Memangnya tidak ada sopir?"
"Ada. Tapi kan Alvaro pengen di anter sama Bunda."
"Kalo Ayah kamu?" Tanya (Namakamu).
"Alvaro ada apa?" Tanya Iqbaal dari balik pintu kamar mandi. Rambutnya basah dan handuk melingkar di leher. Artinya laki-laki itu baru saja selesai mandi. "Pagi sekali udah siap?"
"Alvaro mau sekolah di anter sama Bunda," tuturnya.
Iqbaal melirik istrinya. "Iya. Nanti Ayah sama Bunda yang anterin kalian."
"Sorry. Saya gak bisa," tolaknya kemudian berdiri di sisi ranjang. "Hari ini kuliah siang. Saya mau istirahat di rumah."
"Jadi Bunda gak mau ya?" Tanya Alvaro menunduk.
Iqbaal menghampirinya. "(Namakamu). Setelah menghantar anak-anak sekolah aku akan anterin kamu ke rumah. Gimana?"
"Saya tanya sekarang. Memangnya kenapa kalo tidak Saya yang antar?" (Namakamu) melipat kedua tangannya. "Jangan buang-buang waktu."
Iqbaal menghembuskan napas beratnya. "Begini, sejak mereka lahir. Alvaro dan Arvin belum pernah merasakan punya seorang Bunda. Selama ini yang anterin dia sekolah adalah aku atau Bunda. Jadi, cita-citanya sejak sekolah adalah punya Bunda. Dan ingin selalu di antar dan di jemput sama Bunda. Tolong ya, kabulin cita - cita mereka biar ngerasain rasanya di antar sekolah sama Bundanya."