See you, selamat berjuang bergelut dengan rindu yang seberat ini.
***
"Ini kartu ATM aku. Nanti aku chat pinnya. Takut anak-anak minta sesuatu. Kamu juga bisa pakai buat jajan dan kerpeluan lain. Gak usah sungkan. Mulai setelah kita nikah kamu itu udah jadi tanggung jawab aku bahkan sampai kuliah pun aku masih mampu bayarin kamu," kata Iqbaal di sebelah istrinya yang sedang bersiap-siap.
"Thank." (Namakamu) meraihnya. "Anak-anak udah di mobil ya?"
"Dia masih main-main sama Kakek dan Neneknya di bawah. Oh ya. Aku boleh ikut gak sih? Kayaknya udah gak bisa berjauhan nih dari kamunya," kata Iqbaal membuat (Namakamu) menoleh.
What the? Apa (Namakamu) gak salah dengar.
"Maksud kamu apa?"
Iqbaal menaikkan alisnya. "Ya. Aku pasti bakalan kangen."
"Arvin dan Alvaro?" Tanya (Namakamu).
"Sama kamu. Bundanya anak-anak."
"Kan cuma semalam aja."
"Emangnya gak boleh ya aku kangen sama istri aku?"
"Boleh sih. Ya, kayak agak aneh aja sih Mas," jawab (Namakamu).
"Ya deh. Yang gak bakalan kangen sama suami sendiri."
(Namakamu) terkekeh. Kemudian meraih tote bag di kasur dan beberapa keperluan lain miliknya dan anak-anak di letakkan di koper mini. Jadi, hari ini (Namakamu) benar berangkat ke Bandung menemani anak sambungnya study tour. Tanpa Iqbaal.
Iqbaal menghampiri. "Boleh aku peluk kamu?"
"Boleh." (Namakamu) menatap suaminya.
Iqbaal langsung saja membawa tubuh (Namakamu) ke dalam dekapannya. Memberikan kecipan pada ujung kepala. Namun hatinya menjadi menghangat saat istrinya juga membalas pelukannya.
"Mas Iqbaal?"
Iqbaal melepas pelukannya. "Ya?"
"Jangan mabuk lagi."