Prt29• Keduapuluh Sembilan

2.4K 285 11
                                    

Kalau kau panik kau akan tergesa-gesa, sebab kau merasa khawatir.

***

Matahari baru saja menampakkan wujudnya di upuk timur tapi keluarga ini sudah siap dengan kopernya masing - masing kecuali Aleandri yang tampak sibuk menangis ingin menikmati sarapan pagi kesukaannya kemarin tapi pagi ini menu baru.

Baru saja kemarin rasanya keempat orang ini menginjakkan kakinya di Bali namun panggilan seseorang membuat mereka harus kembali ke Jakarta hari ini juga, meski liburan masih beberapa hari lagi namun mereka harus tetap kembali.

"Udah, Al?" Iqbaal sesekali melirik Alvaro yang tampak termenung di sisi ranjang. "Gak usah di pikirin lagian kita bisa liburan ke Bali lagi, kan?"

"Emang kenapa?" (Namakamu) menoleh ke arah Iqbaal. "Siapa yang mikirin?"

Iqbaal menunjuk Alvaro dengan dagunya membuat istrinya langsung mengedarkan pandangannya ke arah Alvaro. "Alvaro sedih?"

"Alvaro cuma kecewa." Alisnya tertaut membuat ia kembali menatap suaminya yang tidak mengerti. "Kenapa liburan pertama Alvaro selalu aja di ganggu Arvin! Bulan lalu, liburan ke Laboan Bajo, Alvaro gak ikut karena test kenaikan kelas susulan, Alvaro gak pernah tuh bikin ayah sama bunda batalin liburan. Tapi sekarang, kenapa?!"

"Alvaro masih seneng di Bali? Kalo Alvaro masih betah di Bali, bisa kok tinggal di sini beberapa waktu. Iya kan, mas?" Iqbaal menggeleng cepat.

"Gak gak! Alvaro tetap balik sama kita!! Kalo kamu ngebiarin di sini, kedepannya dia gak bakal perduliin kesehatan keluarganya. Ini baru Arvin yang mendadak sakit, kalo ayah atau bunda gimana?"

"Mas! Udahlah Alvaro kan udah besar dia bisa jaga diri. Jangan sampai karena kita kebahagiaan mereka jadi kandas gitu aja."

"Kamu itu suka banget ngemanjain dia, sekarang lihat hasilnya?! Alvaro lebih mentingin liburan daripada khawatirin saudara kembarnya! Beda banget kaya Arvin kelakuannya, gak bisa mikirin orang lain dikit pun!! Ya udah kalo Alvaro mau diem di sini biarin aja!" Iqbaal pergi membawa Aleandri keluar dari kamarnya.

"MAS!!" (Namakamu) mengusap wajahnya tak mengerti dengan anak dan ayahnya ini. "Al. Ya udah mending dengerin ayah aja dari pada kamu harus dengerin omongan ayah yang gak enak di denger!!"

"Alvaro gak pernah minta apa - apa, bun. Tapi Arvin? Apapun yang Arvin minta selalu di kasih termasuk liburan kemarin yang gak ada halangan sama sekali. Tapi, kenapa waktu Alvaro yang minta, ayah marah - marah?!!"

"Ayah gak marah Alvaro, sayang." Ia membawa anaknya ke dalam pelukannya. "Ayah itu ngajarin Alvaro supaya Alvaro juga perduli sama saudara Alvaro sendiri?! Sekarang bunda tanya, kalo gak ada bunda sama ayah siapa yang Alvaro tanya? Kalo Alvaro susah ngerjain PR siapa yang Alvaro tanya? Arvin kan? Sekarang Arvin lagi butuh kita, jadi kita harus bisa juga ngeluangin waktu buat Arvin. Ngerti kan sayang?"

"Alvaro udah ngerti bun."

"Sekarang udah sedih kamu, ambil kopernya terus kita susul ayah keluar."

***

"Akhirnya kamu dateng juga, (Namakamu)!"

Rike menghampiri keempat orang yang baru saja datang itu kemudian tersenyum. "Ini gak seharusnya bunda ngelakuin ini sama kalian, ganggu liburan kalian. Tapi, sekarang kalian harus tahu keadaan Arvin."

"Astagfirulah Arvin!" (Namakamu) menatap anak lelakinya terkapar lemas di ranjang rumah sakit. Hidung penuh selang oksigen dan infus yang menancap di pergelangan tangan Arvin. "Kenapa bisa jadi kaya gini, bun?!!"

"Kemarin bunda di telpon sama pembantu kamu, ngabarin kalo Arvin pingsan dan mimisan. Awalnya sempat muntah darah tapi masih bisa belajar setelah sadar. Bunda dateng ke rumah kalian karena takut ada apa, nah paginya Arvin udah gak sadarkan diri. Ayah Iqbaal nyuruh bawa ke rumah sakit. Sampai sekarang Arvin belum sadarkan diri."

Mengingat Rike dan Hery sudah beda rumah dengan (Namakamu) dan Iqbaal.

"Astagfirulah, panas banget," Iqbaal memegang kening anaknya. "Dokter bilang apa, bun?"

"Belum ada kabar apa pun dari dokter sebelum kamu kembali, Baal!! Sekarang kamu pergi ke gedung adminstrasi baru kamu bisa nemuin dokter." Hanya diberi anggukan kecil oleh Iqbaal.

"Arvin, sayang!" (Namakamu) terisak di sebelah Arvin, menyenderkan kepalanya di sebelah Arvin. "Bangun, nak."

Sebelum akhirnya Alvaro memberikan sedikit pergerakan, ia menggeser ke sebelah Aleandri yang sibuk bermain game. "Sebenarnya gak harus hari ini Alvaro katakan apa yang musti di katakan. Tapi mendadak semua rasa jadi satu, yaitu rasa keingintahuan soal masalah Alvaro dan Arvin." (Namakamu) bisa melihat Alvaro sekarang membuat Rike juga menoleh.

"Al? Apa?!" Rike ingin tahu.

"Alvaro minta maaf kalo misalnya pertanyaan ini bukan bunda dan oma tersinggung tapi Alvaro kepo. Sebenarnya Alvaro dan Arvin anak siapa?"

"Maksud kamu apa, Al?" Suara Rike bergetar, (Namakamu) khawatir.

"Ha ha ha!" Alvaro memberikan tawa mengubah suasana. "Gak usah tegang oma, Alvaro cuma nanya baik - baik kok. Karena ada yang ngeganjal."

"Apa, Al?" Kali ini (Namakamu) yang merasa takut.

"Sebenarnya ayah yang salah karena gak ngasih tahu aku atau gimana tapi musti banget Alvaro yang tahu sendirian. Alvaro lihat foto pernikahan ayah sama perempuan lain di kantor dan itu bukan bunda." Alvaro memberi jeda kalimatnya. "Karena kalo foto pernikahan bunda, Alvaro tahu."

"Bukan hanya itu, di meja kaca di kantor ayah. Alvaro nemuin foto perempuan di rumah sakit yang lagi ngendong bayi, dua bayi! Iya dua bayi! Dan Alvaro yakin itu Alvaro sama Arvin!"

"Semestinya kalo itu bukan Alvaro, gak mungkin topi bayi yang di gendong perempuan di foto yang ayah pajang di meja kantor mirip sama foto oma yang gendong Alvaro sama Arvin!" Imbuhnya membuat Iqbaal yang baru saja datang berhenti melangkah. Lalu menatap istrinya yang tersenyum kecut ke arah dirinya.

"Al, besok kita bicarain, ya? Arvin kan lagi sakit gak baik ribut masalah lain." Rike mencoba menangkan keadaan.

"Al mau sekarang!!"

***

Hallo? Masih inget sama Alurnya gak sihhhh? 🤗

Revisi : 2 Mei 2021

Little WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang