Prt46• Keempatpuluh Enam

3.2K 248 15
                                    

Gimana?
Apa kalian udah baca dari part 40 biar gak bingung?
Ini gue ngasih tahu sama pembaca setia yang udah nunggu kelanjutan buat baca dari part 40.

Yang baru baca dari awal dan sampai part ini, selamat kalian gak bingung. HAHA

***

Akhir di mana Iqbaal benar-benar mengambil keputusan yang dianggapnya benar dengan memaksa (Namakamu) untuk menandatangani surat dari pengadilan agama.

Mike hanya bisa pasrah. Keadaan semakin mengkhawatirkan saat Iqbaal mengeluarkan sejata api. Mike tidak habis pikir seperti apa sebenarnya sikap Iqbaal di balik topeng lembutnya. Apakah Iqbaal gila?

"Iqbaal. Keputusan yang lo ambil benar-benar di luar dugaan kita. Gimana bisa lo membiarkan (Namakamu) hidup sendiri dan Lea yang masih sekecil ini?" tanya Aldi mungkin semakin geram melihat tingkah atasannya. "Ada duka di sini tapi lo benar-benar pulang nambah duka!"

"Hari ini gue serahin seluruh harta benda yang gue punya sama lo! Tapi dengan satu syarat, berhenti ikut campur urusan keluarga gue! Karena gue gak butuh penjelasan apapun dari mereka berdua, oke?!"

Seperti seharusnya semua orang berkumpul dengan perasaan tegang termasuk Alvaro yang berusaha menghubungi siapapun untuk membantu sang bunda.

"Mas, kamu kemana aja selama ini?"

"Keadaan gue gak perli lo khawatirkan. Lo pikir dengan lo nangis bikin gue kasihan sama lo? Enggak!! Hati gue hancur lihat ini dan lo adalah dalang dari segala masalah!" Iqbaal tak bisa memikirkan sekali lagi. Pistol masih tertempel di dahi (Namakamu).

"Baal, turuni pistol lo!" Mike berusaha mencegah. Iqbaal tersenyum remeh. "Gue bisa jelasin."

"AYAH!!!" teriak Aleandri di anak tangga paling akhir. "Ayah jangan jahat sama bunda dan om ganteng dong!"

DOR! Tembakan melesat ke arah Aleandri membuat Aleandri terdorong ke belakang dan jatuh terkapar lemah.

"BAAL! APA YANG LO LAKUIN!" Aldi dengan bentakannya menghampiri Aleandri yang berlumur darah.

(Namakamu) terbelak kaget. Mulutnya menganga tak berarti dia bisa mengucapkan satu kata apapun. Apakah seperti ini bentuk seharusnya Iqbaal menjadi seorang ayah?

BRUK! (Namakamu) pingsan.

"LEA!!" Alvaro melesat cepat ke arah tangga di mana semua orang menyaksikan lemahnya gadis kecil itu. "ASTAGA LEA!!!" Alvaro menangis.

"Om Aldi ini semua cuma mimpi kan om. Lea gak meninggal kan Om?!!"

Aldi menggeleng lemah. Organ dalamnya seperti tak bekerja normal. Seperti yang Salsha, Alsha, Stefi, dan Zara di sebelahnya. Aldi tak bisa mengatakan apapun lagi bagaimana sifat tempramental Iqbaal bekerja.

"AYAH JAHAT!" Alvaro membentak Iqbaal. Kini Iqbaal mengarahkan pistol pada Alvaro. "Tembal Alvaro yah tembak! Biar sekalian ketiga anak ayah meninggal!!!"

"Apa yang kamu katakan Al?!"

"Arvin meninggal dan ayah sama sekali gak tahu apa pun soal itu. Sedangkan sekarang ayah udah bunuh Lea begitu saja! Apa yang ada dipikiran ayah?"

"ARVIN?!" Iqbaal melepas pistolnya. Berlari menuju tangga dengan melangkahi Aleandri yang sudah tidak berdaya. Semua orang menangis.

"BUNDAAAAA!!!!"

AKH! Kepalanya terasa pening saat melihat keadaan yang gelap. Hanya di soroti lampu jalanan Iqbaal terbangun dari tidurnya.

"Astagfirulah cuma mimpi." Iqbaal mengelus ulu hati merasa tidak tenang. "Gue harus pulang lihat keadaan Arvin."

Iqbaal bangkit dan menstater motornya melesat jauh hingga tikungan memakannya entah apa yang ada dipikirannya sehingga membuat Iqbaal melarikan diri dari rumah.

***

"Aku tahu giman sakitnya. Tanpa suami dan keluarga, ini cukup berat buat kamu."

Iqbaal menghentikan langkahnya saat berada di teras rumah. Mendengarkan suara yang terdengar dari seorang perempuan dan Iqbaal bisa menatap dua perempuan yang tengah bersedih.

"(Namakamu)?" panggil Iqbaal di ujung pintu. Kedua perempuan itu menoleh dan segera menghampiri Iqbaal. "Semua baik-baik saja?"

"Kamu kemana aja sih, Baal! Di saat semua terpuruk dan sedih kamu ngilang gitu aja! Apa sama sekali kamu gak pernah memikirkan bagaimana perasaan (Namakamu)?" Salsha memaki tapi Iqbaal tak menghiraukan hanya menatap wajah cantik istrinya yang kini menjadi muram.

"Sal, ada apa?"

"ARVIN MENINGGAL!" Aldi dari atas tangga membentak. "DAN LO GAK ADA TANGGUNG JAWABNYA SAMA SEKALI!!"

"Astagfirulah, Arvin?" lirih Iqbaal membenarkan.

"Arvin meninggal, mas." (Namakamu) kembali menangis sejak tadi dirinya sudah membaik.

HIKS! Iqbaal menangis.

"Arvin pergi tanpa bilang sama ayah."

***

Ternyata cuma mimpi ya.

Hehe.

Little WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang