Prt37• Ketigapuluh Tujuh

2.2K 311 27
                                    

Akhirnya aku menyadari bahwa semua hanya sebuah mimpi.

"ARVIN!!!!!" (Namakamu) membuat seluruh yang ada di ruangan kaget kecuali Arvin yang masih belum sadarian diri.

Iqbaal menghampirinya, berusaha menangkan istrinya yang sedari tadi tertidur di sofa. Sebenarnya, (Namakamu) tergeletak di samping ranjang Arvin. Karna kasihan, Iqbaal memindahkan istrinya ke tempat tidur yang lebih nyaman. "Sayang, okay?"

"Mungkin bunda mimpi buruk, yah." Alvaro membuat (Namakamu) menangis. Ia menarik tangan Alvaro agar bisa memeluk anak kesayangannya itu. (Namakamu) terisak, "nah. Sekarang Alvaro tahu, pasti bunda mimpi buruk dan mimpi buruknya ada Alvaro dan Arvin di sana."

(Namakamu) tak menggubris bentuk kalimat apa yang keluar dari mulit Alvaro yang pasti ia sangat bersyukur saat tahu semuanya itu hanya sebuah bunga tidur. "Alvaro, sayang."

"Iya bunda, sayang." Alvaro memberikan kejitan pada satu alisnya ke arah Iqbaal, meski Alvaro hanya menganggap sebuah lelucon Iqbaal bisa saja marah karna kelakuannya.

"BUNDAAA!!!" Arvin tersadar dengan keadaan mengkhawatirkan. Arvin terkejut sehingga membuat semua orang panik termasuk (Namakamu). Nafas Arvin tersengal dan Rike segera berlari keluar mencari dokter untuk di minta pertolongan. "AKH. AKH."

"Arvin. Ya allah." (Namakamu) menyebut agar tidak terjadi sesuatu kepada Arvin meskipun darah segar sudah mengalir di hidung Alvaro yang masih di baluti selang oksigen. Semua orang panik. Jika seseorang berusaha mengelap darah itu kemungkinan Arvin tidak akan bisa bernafas karena darah itu sudah berhasil membuat selang itu ingin lepas.

Keadaan semakin runyam saat Aleandri mendadak menangis dan menunjuk ke arah jendela. Alvaro segera membawa Aleandri pergi untuk menenangkan suasana.

"Saya akan segera periksa," Dokter baru saja datang dan mulai melakukan pemeriksaan. Suster sebagai asisten dokter meminta seluruh keluarga agar menunggu di luar.

"Lakukan yang terbaik buat anak saya dok!"

Ketika pintu ruang rawat itu tertutup. Iqbaal tertunduk lemas di kursi dan istrinya masih terisak di sebelahnya. "Apa kata dokter?"

"Arvin punya penyakit bawaan Zidny, aku belum siap kehilangan orang yang aku sayang untuk kedua kalinya."

(Namakamu) menoleh. "Apa gak ada cara lain buat nyembuhin Arvin?"

"Kalau ada, Zidny gak mungkin sampai meninggal, (Namakamu)." Kali ini Iqbaal serius, laki-laki itu membendung air matanya sedih. (Namakamu) bisa merasakan pedih di hati Iqbaal. "Berat banget."

"Sebelum semuanya terlambat, Arvin dan Alvaro berhak tahu semuanya. Selama ini Arvin dan Alvaro cuma tahu kalo aku bunda kandungnya. Tapi sekarang mereka udah gede, aku yakin mereka bisa menerima semua ini."

"Maksudnya apa, (Namakamu)?"

"Mimpi buruk aku mengingatkan aku soal masalah itu. Alvaro dan Arvin gak tahu semuanya dan sekarang mereka berhak tahu sebelum mereka berdua berubah benci sama aku." Iqbaal menoleh, (Namakamu) membisu.

"Setelah mereka tahu apa mereka juga akan merasa terpukul?! Ini semua diluar dugaan aku. Kalo saja aku tahu semuanya akan seperti ini, aku gak akan pernah mau ngerusak masa depan kamu cuma gara gara aku. Gara-gara aku kamu berhenti kuliah, gara-gara aku juga kamu harus menghadapi masalah sebesar ini."

"Gak ada salahnya kita bilang semuanya ke mereka, mas. Dan, setelah semuanya beres mau mereka suka atau gak sama aku. Gak ada masalah. Karena di mimpi aku mereka berdua berubah jadi tempramental, aku takut."

"Setelah Arvin sadar kita bicarakan."

"Saudara Iqbaal." Dokter menghentikan percakapan pasangan suami istri itu. Iqbaal beranjak pergi menghampiri. "Seperti yang saya katakan tadi, putra anda menghidap penyakit Hemofilia."

Rike begitupun menantunya terkejut. "Hemofilia dok?!"

"Iya bu. Penyakit ini adalah penyakit keturunan yang menyebabkan gangguan pembekuan darah. Kondisi ini memang lebih banyak terjadi pada pria. Pada penderita ini, tubuhnya kekurangan faktor pembekuan darah. Sehingga dibutuhkan waktu lebih lama untuk menghentikan pendarahan."

"Astagfirulah, kenapa kamu gak ceritaini ini tadi, Baal!" Rike terisak, (Namakamu) apalagi. Keduanya saling memeluk dan menangis.

"Aku gak cerita karena takut bikin bunda sedih, sama waktu apa yang di alamin Zidny. Aku gak pernah cerita soal itu."

"Arvin kenapa? Kok ayah nangis?!" Alvaro hadir dengan Aleandri di gendongannya.

***

"Arvin mau minum atau makan bubur?" Arvin berbaring lemas di ranjang masih menggunakan selang oksigen yang ada di dalam hidungnya. "Bunda suapin mau?"

Arvin menggeleng lemah. "Arvin cuma mau satu, jangan tinggalin Arvin!" Seperti orang sakit pada umumnya, Arvin berbicara tak jelas. Suara serak dan parau. "Arvin mimpi bunda meninggal. Tolong, jangan tinggalin Arvin barang sedetik aja dari ruangan ini. Arvin tanpa bunda, Arvin lemah."

Seperti mimpi yang sama di alami oleh (Namakamu). Ia mendadak menegang, tentu itu membuat Iqbaal berusaha menenangkan istrinya.

"Arvin minta maaf selama hidup Arvin cuma buat bunda susah."

"Arvin." Iqbaal menenangkan. "Jangan bicara lagi, ya? Kamu masih lemah, jangan banyak kepikiran soal mimpi. Kan bunda selalu ngajarin kalau mimpi itu cuma sebatas bunga tidur, oke?"

Arvin mengangguk meski berat. "Iya yah."

"Sekarang Arvin mau makan atau mau minum susu? Biar ayah suapin."

"Arvin mau tidur, ya!" Arvin mencoba memejam dibalas isakan tangin dari kedua perempuan itu — (Namakamu) dan Rike.

"Yah!" Alvaro memanggil dari ambang pintu membuat semua orang yang ada di dalam menoleh kecuali Arvin. "Tante Salsha, Alsha dan om Aldi dateng buat jengukin Arvin. Ada om Bastian juga sama tante Stefi. Alvaro kasi masuk atau ayah mau susulin mereka keluar?"

"Rame, ya? Arvin tidur soalnya."

"Teman sekelas Arvin juga, termasuk pacar aku juga ada."

"Jangan ngada - ngada kamu, Al!"

"Canda sobat."

"Ya udah ayah keluar temuin mereka nanti kalo Arvin udah sadar baru ayah suruh mereka masuk."

"Terserah ayah aja, Alvaro ngikut sih."
***

Halooo, im masih hidup yee :v

Revisi : 3 Mei 2021

Cuma mau ngingetin ye kalo gue cuma anak administrasi yang mencoba masuk ke dunia kedokteran. Walaupun searching di google, harap maklum kalo ada yang salah soal penyakit Hemofilia.

Little WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang