Jika benar bahwa kehidupan di alam ini terus berulang, Renata berharap untuk menjadi batu saja di kehidupan selanjutnya. Agar tak punya pikiran dan hanya diam terombang-ambing alam sampai kehidupan selanjutnya. Betapa gampangnya peran batu itu.
Hah! Renata takut suasana di sekitar dirinya, pacarnya juga sahabatnya akan menjadi canggung nantinya.
Renata berdeham kecil untuk meredakan keheningan. "Iya, gak papa, Ga. Sini duduk."
Cewek bercepol itu menepuk sofa sebelahnya. Galen menghela napas panjang sebelum menuruti perintah pacarnya. Kini ketiga orang itu berada pada satu sofa yang sama dengan Renata yang berada di tengah.
"Galen ke sini kapan?" tanya Fiko.
"Gue--"
"Gue tanya sama Re bukan sama lo."
Galen menunjukkan tawa sinisnya mendengar perkataan Fiko.
"Galen ke sini tadi pagi dan dia bawain gue sarapan makanya tadi gue bilang nasi gorengnya gue makan nanti aja," dalih Renata. Dia berusaha tenang. Mungkin saja, ucapan Fiko tadi tak sengaja dibuat seperti itu.
Fiko ber-oh lirih. Matanya menyipit saat baru menyadari leher putih Renata terdapat plester. "Leher lo kenapa?"
Bekas nyakar-nyakar leher sendiri karena efek obat perangsang. Shit, masa gue mau jawab gitu?!
"Em ini--"
"Tadi leher Re kena cakar Meme jadinya dikasih plester," celetuk Galen, menyelamatkan Renata.
"Udah gue bilang, gue gak lagi ngomong sama lo. Gue lagi ngomong sama Re."
Punggung Renata menegak tegang karena merasakan seolah udara di sekitarnya sempit karena dua orang yang mengapitnya ini. "Fik, lo kenapa sih?" tanya Renata.
Fiko mendengus. "Kenapa lo gak bilang kalo Galen bakalan ke sini juga? Lo sengaja mau mempertemukan gue sama Galen?"
"Ya enggak lah. Gue lupa lo mau ke sini," Renata berusaha santai menanggapi Fiko. "Lagian apa salahnya kalo kalian ketemu gini?"
"Banyak banget salahnya," Fiko menjawab cepat. Dia kembali bertanya, "Beneran itu leher lo dicakar Meme?"
Galen berkata, "Kan tadi gue udah bilan--"
"Gue juga barusan bilang, gue gak lagi ngomong sama lo, Ga. Lo diem aja udah."
Renata menggigit bibirnya. Dia takut akan terjadi baku hantam nanti. Fiko, gue baru tau lo segitu gak sukanya sama Galen. Kenapa gak bilang dari dulu-dulu sih?
"Jadi, gue gak dikasih hak buat ngomong nih?" tanya Galen. Renata dapat merasakan nada kesal dalam tanya cowok itu.
Fiko menghembuskan napas kasar. "Iya. Gue sahabatnya Re dari kecil. Lo gak tau apa-apa soal dia."
"Udah, Fik," lirih Renata.
Galen berdecak keras, memilih mengabaikan Fiko saja. Gak ada gunanya gue berantem sama Fiko, yang ada malah buang-buang waktu aja. "Diminum Re, mumpung masih anget," ujar Galen sambil menyodorkan gelas pada Renata.
Renata berterimakasih dan meminumnya. Duh, ini canggung banget sih! Ngapain kemaren malem gue minta Fiko suruh ke sini sekarang Haduh. Tuhan, tolonglah diriku ini.
Ayok, Re! Cari topik pembicaraan! Lo kan biasanya cerewet, kenapa sekarang diem-diem aja kayak Limbad? Batin kiri berceletuk.
Buat kali ini gue setuju sih. Lo kan biasanya cerewet, gampang pasti cari topik. Batin kanan bicara.

KAMU SEDANG MEMBACA
Meow [Completed]
Fiksi RemajaWARNING! 17+ Mengandung kata-kata kasar dan sedikit bumbu dewasa. Bijaklah membaca. * * * Si cewek mesum dan si cowok yang menghindari hal-hal mesum, seekor kucing membuat mereka merasa terkoneksi satu sama lain. Mereka terlalu berbeda dari seg...