"Argh."
Galen mundur dua langkah karena serangan dari pelatihnya. Dia meringis kecil memegangi perut bawah kirinya yang menjadi sasaran tadi.
"Konsentrasi, Galen," ucap -Pak Wana-pelatihnya.
Galen mengangguk kecil sambil memperbaiki posisi kuda-kudanya. Galen mengabaikan bulir peluh yang menetes di keningnya. H-4 perlombaan taekwondo akan dilaksanakan. Hari ini pagi mulai terik. Karena semakin mepetnya perlombaan, Galen mendapatkan dispen dan tidak mengikuti KBM hari ini.
Cowok itu sempat ke sekolah untuk menandatangani berkas event yang akan diadakan ekstrakulikuler musik. Dan setelah berbincang sebentar dengan Pembina OSIS, dia bergegas ke tempat latihan taekwondonya. Galen menghela napas pendek. Setelah latihan nanti pun, dia akan kembali ke sekolah untuk kembali melaksanakan rapat lanjutan OSIS kemarin lusa dan semua hal itu membuat Galen semakin pusing.
Galen mungkin sempat teralih dari masalah sapu tangannya tapi semua hal ini terasa melelahkan. Seberapa pun dia berusaha acuh, dia akan mengingat hal mengerikan di masa lalunya itu, hal mengharukan yang membuat dia kehilangan kakak satu-satunya.
"Ssshhh," desisan lirih keluar dari bibir Galen. Dia kembali memegangi perut bawah kirinya.
"Tadi itu perlawanan yang saya lakukan sangat terbuka," kata Pak Wana. Sabum nya itu sepertinya akan memarahi Galen sebentar lagi.
"Konsentrasi, ingat. Itu hanya serangan biasa tapi kamu dengan gampangnya kena dan tidak menghindar," lanjut pelatihnya lagi dengan mata tajamnya. "Parahnya lagi, dua kali kamu kena tadi."
Galen menelan ludah. Tak bisa membela karena dirinya memang salah.
Pelatihnya berdecak lirih. "Lomba semakin dekat. Tingkat konsentrasimu harus semakin ditingkatkan. Itu poin penting, kenapa kamu bisa lalai?"
Galen menutup mata, merutuki dirinya sendiri yang tak bisa konsentrasi sedari latihan. Pikirannya terus tertuju pada masa lalunya karena dia merasa bersalah sapu tangannya hilang. "Maafkan saya, Sabum."
"Sit up, 100 kali!" titah Pak Wana.
Galen mengacak rambutnya pelan. Begitulah perangai sabumnya. Galen mengenal pelatihnya dari SMP kelas 9, pelatihnya itu-Pak Wana- memang tegas dan keras dalam melatih murid-muridnya. Pak Wana jarang menghukum Galen karena Ketua OSIS itu pun memang selalu serius dan konsisten saat berlatih dengannya.
Tapi hari ini Galen terasa berbeda. Pak Wana memberikan serangan terbuka yang malah dengan begitu gampang mengenai tubuh Galen, sudah bisa menjadi alasannya untuk menghukum anak itu. Terlihat jelas dari mata Galen, anak itu tidak fokus pada latihannya hari ini.
Pak Wana duduk di kursi yang lumayan jauh dari Galen dan memperhatikan anak didiknya yang sedang sit up. Galen mengatur napasnya saat melakukan sit up.
Fokus, Ga, fokus! Jangan ngecewain harapan warga sekolah. Lo pasti bisa menang kayak biasanya. Batin Galen menyemangati dirinya sendiri.
"50, 51...," lirih Galen. Pikirannya kembali beralih pada masa lalunya.
Galen mengatur napas dan dapat merasakan bulir keringat yang menetes di dadanya. "73, 74...,"
Pak Wana meminum air dari botol mineral dan memikirkan teknik latihan apa yang akan dia berikan pada Galen hari ini. Sebenarnya Pak Wana agak malas mengajar seseorang yang tidak bisa fokus pada apa yang sedang dikerjakan tapi berhubung dia sudah diberi mandat Kepala Sekolah SMA Harapan Nusa dan dia juga sudah mengenal Galen lumayan lama sebagai muridnya, dia akan berlaku sabar.
"99, 100...," Cowok itu telentang di atas matras yang dia gunakan sebagai alas sit up dari tadi. Peluh mengalir deras di lehernya.
Pelatihnya-Pak Wana- kembali mendekat dan berdiri dekat dengan Galen. Pria itu berbicara sambil menundukkan kepalanya melihat anak didiknya itu yang masih menutup mata dan ngos-ngosan. "Sekali lagi kamu gak bisa konsentrasi, saya gak mau latih kamu hari ini." ancam pelatihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meow [Completed]
أدب المراهقينWARNING! 17+ Mengandung kata-kata kasar dan sedikit bumbu dewasa. Bijaklah membaca. * * * Si cewek mesum dan si cowok yang menghindari hal-hal mesum, seekor kucing membuat mereka merasa terkoneksi satu sama lain. Mereka terlalu berbeda dari seg...