-Meow- 46

422 43 407
                                    

Fiko melepaskan tangannya yang masih bertengger di pundak Renata. "Re... apa seorang Abang...," Cowok itu menelan ludah susah payah. "Apa seorang Abang boleh cium pipi Adiknya?"

Renata mengerjapkan mata, bingung mau menjawab apa. Tetiba kata-kata Tasya kembali terputar di benaknya yang pelupa itu. "Aish jinjja! Lo harus ngasih batasan ke Fiko, Re."

Fiko tadi bilang, dia abang gue. Jadi emang udah jelas kan di sini? Fiko emang abang gue selama ini dan dirinya sendiri pun nganggep gitu. Tapi kenapa dia minta ciu--

Lamunannya buyar saat merasakan benda hangat menempel di pipi kanannya. Renata mematung tak berkutik menyadari Fiko tengah mencium pipinya ini. Lama dan embusan napas cowok itu di pipinya amat teratur.

Dari reaksi Renata saat gue cium pipinya gini, dia emang gak akan nganggep gue lebih dari sahabat dan abang sampai kapanpun. Selama-lamanya, dia gak akan nganggep gue sebagai seorang pria yang mencintainya.

Fiko memundurkan wajahnya dan mencuri satu ciuman lagi di ujung hidung sahabatnya.

"Re, it's okay kalo lo nganggep gue sebagai sahabat dan abang lo, asalkan lo harus janji sama gue, lo boleh nangis kalo ada cowok yang nyakitin lo nanti, itu wajar. Tapi gue harap lo gak usah nangis lama-lama buat cowok itu. Banyak cowok di dunia ini, oke? Lo harus inget, gue akan ada di sisi lo kalo lo nangis, karena gue Abang lo," Fiko mengusap pundak Renata. "Gue akan berusaha move on dari lo. Bantu gue ya?"

Renata tak dapat menemukan suaranya mendengar penuturan sahabat belasan tahunnya ini. Dia mengangguk kaku membuat Fiko terkekeh kecil agar suasana di antara mereka tak canggung.

Cowok itu menambahkan, "Dan gue harap, lo gak akan lupa sama pengakuan gue tadi. Simpen di otak lo yang pelupa ini," Fiko mengetuk pelan dahi Renata dengan telunjuknya. "Tapi untuk ke depannya, kita gak usah bahas-bahas soal ini lagi. Lo paham maksud gue?"

Renata dengan cepat mengangguk. Dia menerjang Fiko dengan pelukan. "Maafin gue, Fik. Maafin gue yang nggak bisa punya rasa yang sama ke elo. Lo tuh udah gue anggep Abang gue sendiri, gue gak mau ada yang berubah di antara kita nanti," ucap Renata dengan suara yang bergetar.

Fiko tersenyum. "Iya, En. Lo selamanya bakal tetep jadi adek gue."

Fiko mengurai pelukan mereka, dia menghapus lelehan air mata Renata.

"Maaf ya, Fik," Aliran air mata Renata makin deras. "Maaf, gue pasti nyakitin lo selama ini, gue bener-bener ngerasa bersalah. Maaf uda--"

"Udah, Re. Gak papa, santai," potong Fiko. Dia kembali menghapus air mata Renata dengan ibu jarinya. "Jangan nangis dong, masa gue mau tonjok muka gue sendiri? Karena gue yang bikin lo nangis? Gak lucu kan?"

Renata tertawa dalam tangisnya. Dia memukul dada Fiko karena kesal.

Sahabat memang tetap akan menjadi sahabat. Hubungan kasih sayang persahabatan memiliki lingkaran unik yang berbeda dari percintaan.

Fiko hanya menyalahartikan perasaanya selama ini. Dia tak mau kehilangan perhatian sahabatnya jadi dia ingin memiliki Renata padahal bukan itu sebenarnya inti masalahnya. Ia hanya ingin menghabiskan waktu bersama Renata lagi sebanyak seperti dulu tapi Fiko tau dia tak boleh egois, saat mereka berdua dewasa nanti pun akan lebih sulit lagi ada waktu berdua bersama sahabatnya seperti saat ini.

Fiko tiduran di paha Renata. "Gue kayaknya harus sering-sering inget masa SD kita, biar rasa gue ke elo bisa cepet ilang. Dan gue rasa kayaknya emang gue cuma sayang ke elo, Re, gak nyampe cinta." Cowok itu menyipit melihat raut muka Renata.

Meow [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang