EMPAT

12.4K 1.4K 41
                                    

Kafe Lembayung Senja.

Fara memutuskan untuk menghabiskan waktunya untuk mengetik tugas yang diberikan oleh dokter Fawaz, merekap diagnosa penyakit yang paling banyak datang ke IGD.

Sesekali dia melirik jam tangan. Masih ada waktu sebelum jam 9. Sedikit rada menyesal dia menyanggupi permintaan dadakan temannya untuk tukar jaga. Padahal harusnya dia bisa santai disini sampai kafe tutup.

Gadis itu memandang tabel-tabel di layar lap top yang membuatnya pusing. Habis ini, datanya harus dipindahkan ke power point.

Aah... Gadis itu sejenak memejamkan mata dan menyandarkan bahunya yang pegal di sofa yang empuk. Kadang dia merasa dokter Fawaz hanya memanfaatkan dirinya.

Padahal yang menjadi pejabat Kepala IGD adalah lelaki itu. Namun entah kenapa, Fara menurut saja bila dimintai tolong, meski harusnya itu bukan termasuk tupoksinya sebagai dokter jaga.

Hatinya masih meleleh, ketika lelaki itu berterimakasih padanya, dengan beberapa kali membelikannya novel.

"Ini best seller lho Far, cerita tentang pernikahan tanpa cinta."

"Sad ending ya?"

"Yang sudah baca novelnya, Fiona. Coba kamu tanya dia."

Sedikit rasa iri menyelinap di hati Fara, mendengar nama wanita idaman dokter Fawaz, disebut di depannya.

"Dokter harus banyak bersyukur, bisa menikah dengan wanita yang Dokter dicintai. Semoga kelak aku juga bisa menikah dengan laki-laki yang juga mencintai aku. Aamiin."

Fara berkata lirih namun lelaki yang berdiri di depannya saat itu, mendengarnya dengan jelas.

Lelaki itu menggumam dalam hati. Salahkah bila hatinya menginginkan dua perempuan pada saat yang bersamaan.

Fiona yang cantik dan lembut serta Fara yang ekstrovert dan energik. Namun garis hidupnya sudah ia pilih sendiri dan tertera dalam undangan Walimatul 'ursy yang akan berlangsung beberapa bulan ke depan.

"Assalaamu'alaikum.
Apa benar ini mbak Fara?"

Suara seseorang membuyarkan lamunan Fara mengenai bias kenangannya bersama dokter Fawaz.

Fara yang masih duduk di meja nomer duapuluhdua, menggangguk sambil masih menatap bingung seorang lelaki berambut hitam dengan sebagian warna yang memutih, yang menyapanya dengan ramah.

"Boleh saya ijin duduk disini, mbak? Perkenalkan, saya Zulfikar, temannya Pak Raka. Saya minta maaf seharusnya putra saya malam ini yang kesini. Tapi mendadak dia tidak bisa."

Fara menggeleng.

"Ngga apa-apa kok Om. Saya sekalian mau mengerjakan tugas disini."

"Boleh saya mentraktir makan malam, untuk menebus rasa bersalah saya?"

Fara tertawa.

"Santai aja Om. Saya juga nggak lama kok, disini. Ini selesai mengirim laporan via e-mail, saya langsung siap-siap mau berangkat jaga shif malam."

"Mbak Fara kerja dimana?"

Fara dengan gayanya yang easy going dan friendly, membuka dirinya dengan mulai bercerita ringan mengenai pekerjaannya.

Dia menawari dengan sopan, roti bakar yang telah dipesannya di meja. Lelaki seusia Ayahnya itu, ikut mencicipi makanan yang tersaji di meja. Sebentar kemudian mereka sudah terlihat mengobrol dengan akrab.

Sebenarnya Fara bisa memilih istirahat malam ini. Tapi begitu tadi siang tahu rencana hang outnya bersama Namira batal, tiba-tiba saja Erlina, teman sejawatnya di Rumahsakit, menelepon.

Erlina mendadak meminta bertukar jaga malam ini karena tunangannya datang dan ajaibnya Fara langsung mengiyakan. Nasib jomblo yang harus jaga malam minggu seperti ini, mengalah untuk mereka yang akan atau sudah berkeluarga.

Tanpa Fara sadari, dia sudah terpancing untuk menceritakan lebih banyak mengenai dirinya. Tentang orangtua dan keluarga. Sementara Pak Zulfikar sesekali tertawa melihat betapa ekspresif gadis ini saat bercerita.

Lelaki ini langsung menyukai Fara dan keyakinannya membawa lelaki ini pada satu kesimpulan. Gadis ini layak dikenalkan pada putranya untuk menjadi calon menantunya.

                                ❤❤❤


(maaf yach, story aku ke-5 ini partnya pendek-pendek aja. Biar ngga pegal nulis dan ngga bosen bacanya😃)

LOVE NEEDS NO REASONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang