SEMBILAN

11K 1.2K 18
                                    

Fara membuka tirai jendela kamar. Sinar matahari bercampur kesegaran tetesan embun di pucuk daun pakis di dalam pot bunga mini di atas jendela, membuat wajah Bundanya tersenyum.

"Selamat pagi Bunda."

Fara mencium kedua pipi Bundanya tercinta. Setiap pagi dan sore, dia akan bergantian dengan Ayah untuk memandikan Bunda. Bunda sudah kesulitan untuk berjalan ke kamar mandi.

Namun Fara bersyukur karena Bunda sudah mengalami banyak kemajuan. Kalau dulu hanya bisa miring kanan-kiri karena pengeroposan tulang.

Sekarang Bunda sudah bisa duduk. Setelah mandi, Fara dan Ayah akan mendorong kursi roda Bunda keluar pekarangan depan. Fara hanya bisa tersenyum melihat Ayah dan Bundanya menikmati sarapan berdua, menua bersama bahagia.

"Far, kemarin kamu cerita ada kenalan kamu yang sakit, namanya Zulfikar? Kok kayak nama teman Ayah ya. Ini ramai di grup whats app alumni SD Ayah."

Fara masih mengambil nasi untuk ikut sarapan bersama. Dia mengambil ponsel Ayah dan berdecak kagum. Keren banget si Ayah, masih ada grup alumni SD. Fara sendiri tidak punya grup SD, SMP ataupun SMA.

Dia hanya punya empat grup angkatannya di fakultas kedokteran, grup Rohis, grup Remaja Masjid Al-Kautsar dan grup Dokter umum Rumahsakit tempatnya bekerja.

Ayah menambahkan ayam goreng ke atas piring Fara. Semua Ayah yang memasak dan menyiapkan. Mungkin dulu Ayah bercita-cita ingin jadi Chef tapi nggak kesampaian.

Fara sendiri hingga hari ini, tidak bisa memasak dan hanya bisa memuji hasil karya Ayah dan selalu menghabiskan makanan, tanpa sisa.

"Coba kalau pas Fara menengok lagi Pak Zulfikar, tanyakan ke beliau. Dulu SDnya dimana. Siapa tahu benar Zulfikar teman Ayah."

"Ayah, Pak Zul baru pemulihan serangan jantung koroner, masak sudah mau ditanya-tanyain sama Fara. Kasihan Yah."

Ayah masih telaten membantu Ibu menghabiskan sarapannya. Ibu hanya tersenyum. So sweet banget pagi-pagi dapat pemandangan kayak begini.

"Kalau sempat saja, tolong tanyakan ya Far. Di grup juga bilang Zul kawan Ayah ini, kena serangan jantung. Kami hendak menjenguk, tapi katanya pasien masih belum bisa ditengok banyak orang."

"Oke Yah, Insya Allah Fara tanyakan. Bun, mau tambah nasinya?" Fara melihat piring Bunda yang tinggal tersisa sedikit nasi dan lauk.

"Nggak usah Sayang... Bunda sudah kenyang." Bunda menjawab pelan.

Kadang Fara merasa bersalah melihat kondisi kesehatan Bunda. Bunda menikah di usia 22 tahun dan dengan sabar menunggu sepuluh tahun untuk mengandung dan berjuang melahirkan Fara.

Setelah melahirkan dirinya, Bunda seolah kekurangan asupan kalsium. Semua karena diserap oleh dirinya. Satu per satu gigi Bunda goyang dan rapuh. Bunda jadi kelihatan lebih tua dari usia aslinya karena banyak giginya yang sudah tanggal.

Tapi yang membuatnya kagum adalah kesetiaan Ayah pada Bunda. Apapun kondisi Bunda saat ini, keduanya tetap saling menyayangi.

"Kenapa Kakak ngeliatin Bun kayak begitu?"

Fara tersadar dari lamunannya.

"Eh... Nggak papa kok Bun. Kakak cuma iri aja ngelihat Ayah sama Bunda. Walaupun sudah tua tetap rukun."

"Dulu waktu awal-awal nikah ya berantem juga Kak. Tapi lama-lama mikir, nikah kan untuk seumur hidup.

Buat apa keseringan berantem kalau pada akhirnya kita juga akan hidup berdua dan bergantung satu sama lain."

Fara menggangguk. Berulang kali Bunda mengatakan hal ini padanya.

"Kapan Kakak mau menikah? Kakak kan janji sama Bun, mau menikah tahun ini."

Fara tersenyum getir. Itu resolusinya tahun kemarin dan tahun kemarinnya lagi dan tiga tahun sebelumnya.

"Belum ketemu jodohnya Bun. Mungkin jodoh Fara ketemunya nanti di surga."

"Hush... Jangan sembarangan ngomong. Istighfar."

Bunda menegur dan menyuruhnya berta'awudz dan istighfar.

Padahal maksud Fara kan suami di dunia itu kan, nanti akan bertemu dengan istrinya juga di surga. Bunda aja yang baperan.

Selesai sarapan, Fara bersiap beres-beres rumah. Menyapu, mengepel, dan mencuci piring. Untuk urusan mencuci baju dan menyeterika baju, Ayah dan Bunda sudah langganan laundry Clean and Clean di dekat rumah.

Hari ini dia masuk siang. Selesai bebenah rumah, jam 11 siang dia menyempatkan tidur siang sampai jam 13.00 sebelum nanti masuk shif jaga siang.

Seseorang meneleponnya. Fara mengeringkan tangannya yang masih basah, dan mengambil telepon yang ditaruh di dekat dapur.

"Halo Assalaamu'alaikum.
Mbak Fara, ini Rani. Mbak, tadi Rani diminta Pak Bos antar buah untuk Pak Zul. Pak Zul nanyain kapan Mbak Fara bisa mampir ke rumah sakit."

Fara menjawab salam. Dia hanya minta info kapan pria bernama Zaviyar itu pergi keluar kantor dan kembali ke kantornya.

Jujur Fara malas bertatap muka dengan lelaki arogan model Zaviyar dan lelaki itu juga mungkin sepikiran dengan dirinya.

                            ❤❤❤

LOVE NEEDS NO REASONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang