TIGAPULUH DUA

9.2K 1K 36
                                    

*Fara Pov*

Mobil BMW sport berwarna biru laut yang dikendarai Kak Bobby, berhenti di depan pintu Unit Gawat Darurat RS Cahaya Medika.

"Far, kita sudah sampai." Namira membangunkanku yang masih terbaring di kursi belakang. Aku menghapus jejak air mata dengan ujung kerudungku.

Berharap Namira dan Kakaknya tidak menyadari bahwa aku masih Fara yang sama seperti teman masa kecil mereka. Fara yang mudah patah dan rapuh.

Aku duduk dan merapikan kerudung. Kak Bobby membukakan pintu dan mencoba tersenyum. Aku tidak membalasnya. Mungkin ini adalah afek terdatar yang pernah kumiliki. Aku sedang tidak ingin tersenyum pada siapapun.

Dokter Rani, dokter jaga yang aku ketahui namanya dari ID Card di jas putih yang dikenakannya, menyambutku begitu pintu Unit Gawat Darurat terbuka.

"Keluarga dari Bapak Zaviyar?"

Aku mengangguk.

"Mari Ibu, saya temani ke ruang edukasi keluarga."

Aku mengikuti langkahnya, sementara Namira dan Kak Bobby berhenti di depan pintu. Langkahku terasa berat untuk masuk ke dalam.

Isakan tangis keluarga pasien yang kutinggalkan di belakang, terdengar menyayat hati. Mereka masih berbicara mengenai kecelakaan karambol di Jakarta pusat.

Begitu dokter Rani membuka pintu dan mempersilahkan aku masuk. Aku tertegun melihat sosok Papa yang sedang menghapus air mata...

Papa Zul ternyata sudah lebih dulu datang. Aku mencium punggung tangan Papa. Beliau hanya menepuk pundakku, pelan.

"Fara, kita harus shabar menerima musibah ini. Zaviyar kecelakaan tadi siang. Papa juga baru mendapat beritanya setelah dihubungi Rumah sakit.

Dokter hendak menerangkan kondisi terakhir Zavi. Kemungkinan besar Zavi akan dioperasi sebentar lagi, menunggu persetujuan keluarga. Papa minta mereka menunggu kamu datang."

Tubuhku menjadi lemah dan tak berdaya menerima kenyataan ini. Aku ingin bertemu Mas Zavi. Aku ingin tahu kondisinya saat ini seperti apa.

Suara berat seorang pria mengetuk pintu dan mengucapkan salam.

"Fara?"

"Kak Ilman?"

Aku mengenali sosok Kak Ilman,  yang dulu pernah menjadi ketua remaja masjid di kampusku.

"Pasien Pak Zaviyar ini...?"

"Saya istrinya Kak."

Kak Ilman tertegun sejenak memandangku. Ia kemudian memperkenalkan diri sebagai dokter bedah Orthopedi yang akan menjadi operator operasi suamiku.

Dari semua foto ronsen yang dipasang, menerangkan kondisi suamiku cukup berat secara medis.

Kak Ilman menghubungi rekan dokter yang lain, dokter Anestesi, dokter Bedah Saraf dan juga dokter Mata yang akan menjadi tim operasi siang ini.

Tidak berapa lama, menyusul masuk ke dalam ruangan, dokter Jodi Spesialis Bedah Saraf, dokter Rendi Spesialis Anestesi dan dokter Rahma Spesialis Mata yang akan mengoperasi luka robek di kelopak mata Mas Zavi.

Aku menahan air mata yang sudah terbendung, mendengar penjelasan kemungkinan komplikasi dari luka robek di area mata yang dialami suamiku.

Dokter Rahma menerangkan secara gamblang dari mulai kemungkinan bisa melihat namun dengan pandangan mata yang jauh berkurang atau yang terburuk dapat mengalami kebutaan permanen bila sampai terkena bola mata.

LOVE NEEDS NO REASONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang