TIGA PULUH

10.9K 1K 27
                                    

*Fara Pov*

Bunda terlihat lebih bugar setelah selesai menjalani fisioterapi. Aku mendorong kursi roda Bunda ke taman lansia, yang bersebelahan dengan poli Rehabilitasi medik.

Bertemu dengan pasien lain yang sebaya dan sama-sama menjalani terapi, membuat Bunda lebih bersemangat untuk kontrol sebulan sekali ke Rumah sakit.

Bunda memberi isyarat, kalau beliau masih ingin mengobrol dengan teman-temannya. Di bawah pohon pucuk merah yang membuat suasana siang menjadi lebih teduh, aku melihat Bundaku bisa berbagi cerita dan tertawa bersama pasien lain yang juga baru selesai fisioterapi.

Kadang rasa bersalah menyelinap dalam hatiku. Semenjak menikah, aku jarang menemani Bunda di rumah. Aku seolah tenggelam dalam aktivitasku di rumah dan di rumahsakit. Sampai-sampai Ayah atau Bunda yang menelepon lebih dulu untuk menanyakan kabarku, untuk melepas kerinduan.

Ponsel di saku rok yang kukenakan, bergetar. Ada dua pesan masuk. Satu dari Biro Samara dan satu lagi, nomor ponsel yang tidak kukenal.

Pesan dari mbak Dara.

"Assalaamu'alaikum.
Undangan Pengajian Samara dan Family Gathering di Untung Jawa Island."

Mataku berbinar melihat gambar undangan yang dikirim mbak Dara. Pantai... Sudah lama banget aku nggak jalan-jalan ke Pantai. Kira-kira Mas Zavi mau nggak ya, ikut kesana.

Akhir-akhir ini suamiku kelihatan sibuk. Rumahsakit milik Papa Zul sebentar lagi akan launching di daerah Depok. Belum lagi bisnis baru minuman kesehatan yang baru dirintis suamiku bersama Kak Tristan.

Aku duduk tidak jauh dari tempat Bunda. Kutulis balasan pesan untuk Mbak Dara.

"Wa'alaikumsalam.
Terimakasih mbak Dara. Nanti saya kabari lagi ya, bisa atau tidak hadir kesana."

Aku memforward undangan mbak Dara ke suamiku. Mataku terpejam sejenak. Ritual habis jaga malam, mata panda karena kurang tidur dan punggungku sedikit pegal karena pasien lumayan membludak.

Mulai dari pasien yang sakit diare dan muntah-muntah, sampai yang batuk pilek juga datang berobat malam-malam. Tapi kadang yang suka membuatku kesal, mereka datang berobat ujung-ujungnya hanya untuk minta surat sakit.

Dan aku tidak akan membuatkan kalau memang tidak ada indikasi sakit berat.

Diam-diam aku memikirkan kembali saran Desi, temanku sesama dokter jaga. Apa sebaiknya aku resign saja dan fokus menjadi ibu rumah tangga. Menikmati hari-hari dengan belajar memasak dan menemani suamiku di rumah. Tapi di sisi lain, aku juga bisa bosan, kalau seharian di rumah dengan aktivitas yang monoton.

Beberapa pesan, kembali masuk ke ponselku. Aku malas membuka pesan dari nomer tak dikenal. Terakhir kali aku membuka pesan, seseorang dengan ID unknown mengirim foto-foto mesra Mas Zavi dengan seorang perempuan.

Aku percaya dengan Mas Zavi. Dia sudah berjanji untuk setia dan tidak menduakan aku di hatinya. Begitu pula aku. Lagipula, siapa yang mau aku duakan.

Seumur hidupku, aku baru pernah suka sama lawan jenis dua kali. Ketiga kali adalah dengan suamiku sendiri.

Sewaktu SMA, aku pernah menyukai kakak kelas tiga bernama Keynan. Kami akrab karena satu klub mading sekolah. Aku nyaman dengan dirinya dan dia pun begitu. Lulus SMA, Kak Keynan pergi melanjutkan kuliah di luar negeri dan kami pun lost contact.

Waktu kuliah, aku pun kembali mengagumi seseorang. Arsen, kakak kelasku di semester tiga. Dulu aku juga tidak menyangka, bisa seagresif itu mendekati laki-laki.

Aku tidak habis pikir, kenapa saat itu aku bisa sampai dua kali mengirim surat yang menyatakan rasa sukaku pada Kak Arsen. Pada akhirnya, lelaki itu tidak pernah sekalipun mempedulikanku. Ia bahkan menganggapku tidak ada.

LOVE NEEDS NO REASONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang