TIGA

13.8K 1.4K 81
                                    

*Fara Pov*

Aku berusaha menenangkan Namira yang terlihat mengamuk begitu keluar dari salon.

"Sudah Nam, nggak usah marah-marah gitu sama suami. Dosa."

"Kamu sih, belum ngerasain punya suami. Bete pakai banget. Kita dah dari pagi ke salon. Nggak tahunya nggak jadi."

Lha... Kenapa gue yang jadi kena omel (lagi). Gumam Fara sambil menahan kesal karena secara tidak langsung, Nami menyinggung statusnya yang belum bersuami.

"Yang ada itu, harusnya gue yang bete. Kenapa jadi lu yang kayak gini sih, Nam.

Udah, ambil hikmahnya aja, lu kan jadi bisa nobar sama suami, dua-duaan. Gue nggak mau jadi obat nyamuk di antara kalian berdua."

Tidak berapa lama, Honda jazz merah berhenti di depan Salon muslimah Inara.

"Hai Honey..."

Mas Raka turun dari mobil dan melambai kikuk. Wajahnya terlihat pucat dari biasanya.

"Nggak boleh gampang marah sama suami, ntar kalau sering marah, dia bisa cari yang lain, yang lebih shabar."

Aku berbisik ke arah Nami dan berakhir dengan jitakan sahabatku di atas kepalaku. Sakiiiit... Nami sadis.

"Beneran nggak mau bareng?"

Nami masih menawarkan. Aku menggeleng. Sebenarnya, aku memang malas nonton malam ini. Tapi terkadang aku suka nggak enakan kalau menolak seseorang. Apalagi kalau Nami sudah merajuk.

Setelah mobil yang membawa Nami dan suaminya pergi, aku membuka aplikasi ojek online. Baru hendak mengetik tempat penjemputan, deru Audi silver terdengar pelan dan berhenti tepat di depanku.

Seseorang turun dari mobil. Oh God, kenapa juga harus di tempat ini aku ketemu lagi sama dia.

Dokter Fawaz? Sungguh suatu kebetulan yang pahit namun lelaki ini masih bisa tersenyum manis ke arahku.

"Halo Fara. Kamu habis perawatan disini juga?"

Dokter Fawaz menutup pelan pintu mobil dengan kunci otomatis. Tuhan, tolonglah hambamu ini, entah kenapa debaran di dadaku mendadak jadi tak beraturan.

"Eh, Dokter kesini juga?"

"Panggil Abang aja. Kita kan cuma beda tiga tahun Far. Lagian, kita udah di luar rumahsakit. Saya kesini mau jemput Fiona. Dia sedang perawatan pre-wedding disini."

Ooooh... Aku bergumam. Hatiku tiba-tiba menyengat perih. Syukurlah tadi di dalam aku tidak bertemu Fiona. Mungkin dia tamu VIP di salon ini.

"Lho, Dokter kok jadi duduk disini? Kenapa nggak masuk kesana?"

Aku sedikit canggung melihat lelaki kharismatik ini mengambil duduk tidak jauh dari tempatku duduk.

Dokter Fawaz menunjuk plang "Salon Muslimah. Tamu laki-laki harap menunggu di luar."

Aku menepuk jidat.

"Far, kamu pernah jaga bareng Fiona?"

"Pernah, tapi jarang. Seringnya aku ditaruh jaga weekend, mentang-mentang jomblo, banyak banget jadwal jagaku dibuat Sabtu-Minggu."

Aku mengeluh sekaligus curhat. Karena yang ditunjuk sebagai pembuat jadwal dokter umum adalah Fiona. Maklum, putri Sultan mah bebas utak-atik jadwal.

"Makanya Far, jangan lama-lama melajang. Ingat lho, umur kamu sebentar lagi sudah tigapuluhlima tahun. Akhir tahun ini, kamu ulangtahun kan?"

Aku meringis kalau disinggung masalah umur. Dan lelaki ini selama dua tahun berturut-turut selalu mengingat ulangtahunku dan memberi kado.

Kalau boleh ge-er, aku merasa lelaki ini memperlakukanku istimewa. Pernah ku bertanya ke beberapa teman yang lain, Cindy, Alena dan Lani. Adakah dari mereka yang pernah diberi hadiah oleh dokter Fawaz. Ketiganya menjawab tidak pernah.

LOVE NEEDS NO REASONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang