DUAPULUH LIMA

11.7K 1.3K 26
                                    

*Fara Pov*

Alarm di kepalaku otomatis berbunyi dan membuatku terjaga. Punggungku tiba-tiba terasa pegal tidak seperti biasanya.

Begitu aku hendak membuka mata, lengan kekar seseorang masih melingkar di perutku. Bahkan kakinya masih mengait intim di kakiku.

"Mas... Sudah jam tiga pagi. Aku mau mandi dan sholat tahajud dulu."

"Mmm... Sebentar lagi, Mas masih kangen."

Zaviyar suamiku, malah semakin erat memeluk dari belakang dan mencium puncak kepalaku seolah kami tidak punya waktu lagi setelah hari ini.

Wajahku tiba-tiba berubah semerah tomat, mengingat kejadian menjelang dini hari setelah sebulan kami menikah.

Aku tidak menyangka semalam suamiku pulang. Kami menghabiskan sisa malam dengan duduk bersama di sofa ruang tamu, bicara dari hati ke hati.

Saling meminta maaf atas apa yang selama ini kami lakukan dan tanpa sengaja telah menyakiti hati masing-masing.

Tanpa sadar aku menurut begitu saja ketika Zaviyar membawaku menuju  kamarnya. Kamar yang didominasi warna abu-abu dan hitam membuatku sedikit banyak bisa memahami kepribadian suamiku.

Saat ia tidak di rumah, aku sudah sering masuk ke kamarnya untuk merapikan dan menyiapkan pakaian untuk berangkat ke kantor.

Degup jantungku semakin bertambah cepat ketika tiba-tiba Zaviyar menarikku ke atas tempat tidur. Kami saling berpandangan dan aku menangkap pupil matanya semakin mengecil saat jarak di antara kami semakin tidak berbatas.

Lagi-lagi dia mengecup keningku dan aku hanya menyambutnya dengan gugup. Ini benar-benar hal yang baru bagiku dan aku masih malu melakukannya meski dengan suamiku.

"Kenapa? Apa aku menyakitimu?"

Baru kali ini aku melihat sisi lembut dari seorang Zaviyar saat dia pelan menyentuhku.

Aku menggeleng meski hati kecilku ingin meminta tidak malam ini aku menjalankan kewajibanku sebagai istri, karena aku belum siap.

Mungkin selamanya tidak akan pernah siap karena aku tidak tahu bagaimana memulainya.

Suara berat di sebelahku perlahan melafadzkan do'a, yang jujur aku sendiri belum hafal. Wajahku semakin merona mengetahui ternyata suamiku sudah hafal do'a ini di luar kepala.

"Bismillah, Allahumma jannibnaasy syaithoona wa jannibisy syaithoona maa rozaqtana.
Dengan menyebut nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari gangguan setan dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau anugerahkan kepada kami."

Aku hanya bisa terdiam pasrah dan ikut membaca basmallah.

"Aku akan melakukannya dengan lemah lembut. Kamu adalah tulang rusuk yang akan selalu aku jaga dengan penuh cinta."

Suara Zaviyar terdengar seperti puisi dan nyanyian yang membuat jiwaku menghangat dan siap untuk menerimanya.

Malam ini menjadi malam yang tak terlupakan bagiku. Aku menitikkan air mata saat kami melebur menjadi satu dan berharap cinta akan selalu hadir dalam setiap detik yang kulalui bersamanya.

                                      ❤❤❤

*Zaviyar Pov*

Wangi... Wangi lembut dari istriku ini menjadi magnet yang membuatku enggan melepaskan pelukan walau hanya sedetik pun.

Semalam kami telah menunaikan kewajiban sebagai suami istri. Ini adalah hal terindah yang pernah terjadi dalam hidupku selama tigapuluhdua tahun.

Aku telah berjanji melakukannya dengan lemah lembut. Hatiku semakin berbunga ketika mengetahui bahwa aku adalah lelaki pertama untuk Fara. Dia telah memberikan segalanya hanya untuk aku, suaminya.

Wajah lelahnya membuatku mengurungkan niat untuk mengulang kemesraan yang sama meski aku masih menginginkannya lagi.

Hormon pagi hari, bersikaplah baik padaku. Masih ada hari esok. Aku meraih ponsel dan mengetik pesan ke sekertarisku. Sementara tangan kiriku masih menyelinap di perut Fara yang memunggungiku.

"Ran, saya hari ini sampai lusa cuti. Kamu hubungi Pak Nanda yang akan menggantikan saya sementara. Saya ada acara keluarga yang penting. Trims."

Pesan terkirim.

Pukul tiga pagi. Fara menggeliat. Disibakkannya selimut dan dia pelan melepaskan kedua lenganku yang masih setia memeluknya.

Tentu saja aku tidak akan rela melepaskannya begitu saja. Dia hendak bangun untuk mandi dan sholat tahajud. Tapi aku masih kangen sama dia.

"Ssst... Biarkan seperti ini, sepuluh menit saja.
Hmmm... Love, apa... masih terasa sakit?"

Kontan Fara mencubit kulit lenganku yang masih bergelung nyaman bersamanya.

"Ra-ha-si-a..."

Fara membalikkan badan dan menyentuh wajahku dengan jemarinya yang indah.

"Aku mau mandi Mas."

"Mandi bareng ya..."

Aku terkekeh melihat iris mata indah milik Fara membola mendengar permintaanku.

"in your dream..." dia menjulurkan lidah dengan ekspresi yang menggemaskan.

"in my wild dream, Love." aku membalas dan Fara melempar bantal kecil yang jatuh di lantai, kearahku.

Aku mengetuk pintu kamar mandi, sengaja mengganggunya ketika bunyi shower baru terdengar.

"Ya, kenapa Mas?"

Fara membuka pintu dan wajahnya yang masih penuh buih shampoo dan sabun, membuatku tersenyum geli.

"Mas ambil cuti tiga hari. Pengen jalan-jalan sama kamu. Nanti Mas minta ijin ke dokter Fawaz, supaya kamu bisa libur jaga ya."

"Beneran? Makasih ya Mas."

Fara mengecup pipiku pelan sesaat sebelum dia menutup pintu kamar mandi.

Aku meraba pipiku yang berubah hangat dan merasakan sensasi yang lagi-lagi membuatku bahagia.

Dia, Fara, seseorang yang kini telah menyempurnakan hidupku. Baru kusadari, aku telah jatuh cinta padanya.

                                     ❤❤❤

     

LOVE NEEDS NO REASONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang