SATU

32.2K 1.7K 83
                                    

Kamar dokter jaga RS Medika Raya.

"Fara, jangan lupa nanti malam."

Namira melipat jas putih dan memasukkan ke dalam loker. Sahabatnya Fara, hanya mengiyakan sambil lalu.

"Eh nih anak. Niat nggak sih, cari calon suami. Katanya tahun ini cita-cita mau married."

Namira menghampiri Fara yang sedang merapikan hijab di depan cermin kecil yang menempel di dalam pintu lokernya.

"Nami, kamu tuh nggak ada capeknya ya, ngenalin aku ke teman-teman suami kamu.

Ini sudah laki-laki ketujuh yang kamu kenalin dan setelah mereka ketemu aku, mereka sudah nggak minat lagi buat lanjutin.

Aku tuh sudah berumur, nggak ada waktu lagi buat kenalan sama cowok yang cuma cari teman jalan atau pacar."

"Memangnya udah yang ketujuh ya? Perasaan sudah lebih dari sepuluh yang dikenalin."

Nami menghitung seluruh jari tangannya.

"Far, cowok yang ini anaknya Bos suamiku. Bosnya baru cerita ke suami, kalau dia lagi cari calon istri untuk anaknya.. Ini aku lihatin fotonya."

Fara memandang ke arah Nami yang sedang mencari foto di layar ponselnya. Begitu melihat foto pria itu dari jarak tiga meter, Fara langsung turun minat.

Sebenarnya Fara tidak benar-benar memperhatikan foto itu. Pikirannya masih beralih ke lelaki yang diam-diam dikaguminya, dokter Fawaz. Selain itu, matanya memang minus alias buram tanpa kacamata.

"Gimana, ganteng kan? Duh Fara, kurang apa lagi coba. Dah ganteng, mapan, terus sama kayak kamu, dia pasang target menikah tahun ini."

"Nam, kenalin gue sama yang biasa-biasa aja. Yang penting hatinya baik, sholeh, sayang sama orangtua dan keluarga."

"Issh... Nggak usah ketinggian kalau punya angan-angan. Pilihan sudah ngga banyak. Umur lu tahun ini sudah 35 tahun. Terus masih mengharapkan ada pria yang lebih tua dari kamu, usia 37 tahun, kayak dokter Fawaz, yang mau nikahin lu."

Nami mencubit kedua pipi Fara hingga kemerahan. Sadis bener sahabat Fara yang satu ini.

"Pokoknya beneran nanti malam kita jadi nonton sama makan malam. Nggak mau tahu. Aku sudah sebulan lalu tuker jaga sama Cindy, buat acara malam ini. Kita double date. Aku sama Mas Raka. Kamu sama anak Bosnya Mas Raka."

Nami menutup loker dan menjajari langkah Fara yang mulai berjalan menjauh sambil membawa ransel di bahunya.

Keduanya berganti pakaian kasual dengan blus baby doll dan rok semata kaki. Namira memakai warna jingga sementara Fara memakai warna coklat bata.

"Ya sudah deh, terserah aja, yang penting Nami senang. Biar nggak ngomel-ngomel tiap hari, kayak lagi PMS."

Fara dan Namira kemudian turun lift, setelah selesai tugas shif malam. Begitu pintu dengan kaca transparan terbuka, Fara dikejutkan dengan sosok laki-laki yang pernah dan mungkin masih mengisi hatinya hingga kini.

"Fara?"

"Dokter Fawaz?"

"Sudah mau pulang?"

Lelaki berkemeja biru navy itu menyapanya ramah.

Fara mengangguk.

"Hati-hati di jalan ya. Oya Far, undangan saya sudah sampai kan?"

Fara tersenyum tipis, menghindari berlama-lama berinteraksi dengan 'mantan idola'nya.

"Sudah Dok."

"Kamu jangan lupa datang ya. Cari tuker jaga dari sekarang. Nami dan suami, juga datang ya. Temani Fara, kasihan kalau dia datang sendirian. Oke Fara, see you next time. Saya duluan."

Nami menepuk bahu Fara, berusaha menyadarkan sahabatnya itu kalau dokter Fawaz bukan jodoh Fara.

Ketika Fara menerima undangan dengan Inisial F dan F. Dia berharap tulisan yang terukir di dalamnya adalah Fawaz dan Fara.

Fara memandang sedih sosok yang kemudian menghilang di balik lift. Bahkan lelaki itu masih sempat melambaikan tangan padanya.

Mengenai dirinya, sejak kecil sebenarnya Fara sempat tumbuh menjadi anak yang kurang percaya diri. Terlebih lagi bila orang-orang mengenal nama aslinya.

Dia memang tidak berhak menyalahkan Ayah Bundanya yang telah menanti buah hati selama limabelas tahun dan berharap bayinya adalah laki-laki.

Saking bahagianya, Ayah Bundanya tidak pernah menanyakan jenis kelamin anaknya saat kontrol ke dokter kandungan dan mereka telah mempersiapkan sebuah nama Fajar Ramadhan. Dan setiap laki-laki yang berkenalan dengannya selalu menahan tawa absurd.

"Nama kamu cowok banget ya" atau yang menyindir halus, "Nama kamu kurang feminin."

Kadang rasanya pengen mengganti nama itu agar tidak banyak yang memandang sebelah mata padanya. Tapi apa daya, nama di ijazah SD sampai ijazah Dokternya sudah tertera nama yang sama.

Kembali ke Undangan pernikahan berinisial F dan F itu adalah milik Fawaz dan Fiona.

Dokter Fawaz adalah dokter senior yang menyambutnya saat magang dua tahun lalu di RS Medika Raya dan Fiona adalah putri dari dr Faris, Direktur RS.

Keduanya memang terkenal perfect couple, yang satu tampan dan yang satunya lagi cantik.

Baik dokter umum maupun perawat seantero rumah sakit kerap membicarakan pasangan yang sebentar lagi akan menikah itu.

Kelak kalau mereka telah mempunyai anak, apakah akan seganteng dokter Fawaz atau sejelita dokter Fiona.

❤❤❤

Assalaamu'alaikum.

Welcome to my 5th story, the absurd one. But still full of romance scene later.

Will it be a happy or sad ending?
We'll see.

Sudah ada spoilernya di sinopsis cerita. Hehe.

Jangan lupa FOLLOW Ummi dan Votes ⭐⭐⭐ serta komen di tiap parts cerita ini.

Terima kasih. 🧡 🧡 🧡

LOVE NEEDS NO REASONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang