Ajang pencarian jodoh, pekan pertama.
Fara tidak percaya hari ini seperti mendapat cobaan bertubi-tubi. Tadi pagi pas jaga IGD, dia disemprot orangtua pasien karena anaknya yang kejang, jadi tidur terus setelah diberi obat kejang melalui dubur.
Padahal Fara sudah menerangkan efek obatnya memang begitu. Dia nyaris kepancing emosi, kalau saja dokter Fawaz yang sedang keliling UGD, tidak datang untuk menenangkan.
Siang ini di antara berjuta saraf kepalanya yang kelelahan dan ditambah dia lagi haid hari pertama, di depannya datang seorang laki-laki dari biro jodoh Samara milik temannya Namira.
"Assalaamu'alaikum. Apa benar ini mbak Fajar Ramadan? Perkenalkan saya Kevin Pradana."
Fara menggangguk pelan. Lelaki di depannya ini mirip dengan foto di biodata yang tengah berada di tangannya. Ia cukup berkelas dari segi wajah dan penampilan dengan wajahnya yang berjenggot tipis.
Tapi yang membuat Fara gagal fokus adalah tatto di pergelangan tangan kanan lelaki itu, diantara kemeja slimfit yang digulung lelaki itu. Tulisannya jelas "I love Anita". Fara menelan ludah. Dia tiba-tiba menyesali permintaannya pada Namira.
Don't judge book from its cover. Fara berusaha merapal kalimat itu seperti mantra Harry Potter. Lelaki itu sadar Fara sempat intens memandangi tatto di tangannya.
Lelaki itu pun dengan jujur menceritakan tatto itu dibuat saat dia masih bersama istrinya yang bernama Anita. Istrinya meninggal satu tahun lalu saat melahirkan putri pertama mereka.
"Saya sebenarnya ingin mencari istri yang sama seperti saya Mbak. yang ditinggal meninggal oleh suaminya. Angan saya ketinggian untuk menikah dengan seorang gadis, apalagi dengan status saya saat ini."
Fara mengangguk lagi, berusaha berempati terhadap lelaki itu.
"Maksud saya datang hari ini adalah untuk mengatakan hal ini. Saya minta maaf kalau sudah mengecewakan mbak, karena tidak menulis di biodata mengenai status saya sebagai seorang duda."
Fara tersenyum tipis. Lelaki ini masih muda untuk menyandang gelar duda. Bahkan usia mereka sebaya. Sama-sama tigapuluhempat tahun.
"Meskipun kita tidak berjodoh, semoga kita masih bisa berteman ya mbak. Salam kenal. Eh, mbak Fara nggak lagi sariawan kan ya? Kok dari tadi diam saja."
Fara tertawa.
"Nggak kok Mas. Saya mungkin agak lelah saja hari ini. Saya yang minta maaf, bertemu saat kondisi saya hari ini kurang fit."
Lelaki itu hanya memesan secangkir teh manis dan mereka berdua menghabiskan pertemuan makan siang dengan sedikit canggung.
Fara tidak sadar, seseorang yang lebih dulu datang darinya, memandanginya dari kejauhan.
❤❤❤
Tigapuluh menit sebelumnya, Riverside Cafe.
"Selamat siang Pak. Selamat datang. Apakah Bapak sudah reservasi sebelumnya?"
Zaviyar mengangguk.
"Apakah ini Bapak Kevin Pradana dari Biro jodoh Samara?"
Lelaki berambut sedikit bergelombang itu, mengernyitkan dahi.
"Maksudnya gimana mbak?"
Wajah pelayan kafe yang berdiri di depan Zaviyar, berubah menjadi pucat.
"Oh mohon maaf Pak, sepertinya saya salah orang."
Pelayan itu menunjukkan meja tempat seharusnya Zaviyar bertemu dengan Galang dan Tristan.
Tidak lama setelah ia duduk, datang seorang lelaki berpostur atletis dan ia masih dapat mendengar pelayan yang sama menyapa lelaki itu dengan nama Kevin.
Yang lebih membuatnya terkejut adalah dengan siapa lelaki itu bertemu. Gadis itu adalah sosok yang dikenalnya.
Fara? Ngapain dia kesini, duduk berhadapan dengan lelaki itu pula. Apa jangan-jangan, dia cari jodoh melalui biro Samara yang tadi disebut sama pelayan resto?
Bukankah gadis itu seharusnya tahu rencana kedua orangtua mereka? Kalau sudah tahu, kenapa dia malah nekad mencari sendiri jodohnya?
Dari kejauhan Zaviyar malah sesekali tersenyum melihat dua orang yang duduk di seberangnya terlihat kikuk karena mungkin baru pertama kali bertemu.
Tapi satu hal yang ia tangkap, lelaki bernama Kevin itu, memperlakukan Fara dengan sopan sampai gadis itu bisa-bisanya tersipu malu. Entah kenapa tiba-tiba hatinya berubah panas melihatnya.
Tigapuluh menit berlalu, terbitlah keisengan di dirinya yang sudah terkubur lama melihat dua sejoli itu duduk dan masih serius mengobrol di depannya. Lagipula Galang dan Tristan sampai sekarang juga belum muncul di dalam kafe.
"Halo sayang, kamu lagi ketemuan sama siapa disini?"
Bisa dipastikan Fara dan lelaki di depannya terkesiap kaget. Seperti sedang terciduk operasi tangkap tangan KPK dan Fara balas menatapnya dengan pandangan seperti ingin membunuh nyamuk.
"Ini siapanya mbak Fara?" Lelaki yang duduk di depan Fara, tampak bingung.
"Kenalkan, saya Zaviyar, calon suaminya Fara. Maafin calon istri saya ya Mas, kami sedang bertengkar. Biasalah ujian pasangan yang hendak menikah. Dia pasti ngedeketin Mas, buat manas-manasin saya."
"Ooh maaf kalau begitu, saya yang sudah salah paham sepertinya. Saya pamit dulu Mbak Fara."
Fara memandang tidak percaya saat lelaki berputri satu itu pergi begitu saja dengan pandangan kecewa.
Sementara Zaviyar terlihat tertawa puas di depannya.
"Kamu segitu putus asanya mencari calon suami, sampai mencari melalui biro jodoh."
"Saya yang putus asa sama Bapak. Kalau dalam satu bulan ini saya bisa bertemu dengan jodoh saya, saya punya alasan yang baik untuk menolak permintaan Ayah."
Fara membuang muka di depan Zavi. Dia masih menatap Kevin yang berjalan meninggalkan kafe dan bayangannya masih terlihat dari balik kaca.
"Kamu ingin Papa saya kena serangan jantung lagi, kalau sampai kamu menolak jadi istri saya? Saya tidak mengerti trik apa yang kamu gunakan sehingga Papa saya bisa jatuh cinta sama kamu."
"Lha, Bapak yang akan kena serangan jantung kalau menikah sama saya dan ketemu setiap hari."
Zaviyar membungkam mulut Fara dengan sapu tangan di saku kemejanya.
Baru keduanya mulai bertengkar lagi, terdengar suara berat seseorang yang menyapa keduanya.
"Fara? Eh, Bro ngapain pada berduaan disini?"
"Bang Tristan?"
Fara melepas paksa telapak tangan lelaki itu yang berusaha menyumpal bibirnya. Gadis itu mengenali Tristan sebagai kakak tingkatnya sewaktu masih di fakultas kedokteran.
Tidak lama Galang datang dan malah Zaviyar yang duduk terdiam melihat reuni antara Tristan dan Fara.
"Dunia ini ternyata sempit ya. Jadi Zav, Fara ini mantan pacar gue pas S1."
Zaviyar pura-pura menyembunyikan rasa terkejutnya. Tapi tetap saja ketahuan oleh Tristan.
"Bercanda kok Zav. Fara ini dari dulu terkenal macan kampus. Sampai sekarang belum ketemu sama pawangnya."
"Sembarangan."
Fara menampik kenyataan pahit itu, yang semakin memperjelas alasan mengapa statusnya masih jomblo sampai sekarang.
Sementara Tristan yang masih penasaran dengan 'pertemanan' Zaviyar dan Fara, terus saja memandang keduanya dengan tatapan menyelidik.
Tristan tahu, Fara bukan tipe wanita idaman dari sahabatnya. Selama lebih dari limatahun persahabatan mereka, tidak sekalipun Zaviyar dekat dengan perempuan berhijab.
Suatu keajaiban akhirnya bila sahabatnya ini memutuskan untuk melabuhkan hatinya pada sosok wanita alim seperti Fara.
❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE NEEDS NO REASON
Romans(BELUM REVISI) Di kala takdir hampir berkali-kali mempertemukan mereka, di kala itu pula mereka akhirnya dipertemukan oleh Pemilik semesta. Zavi vs Fara. "Mau tahu alasan gue mau nikahi Lu?" Zavi bertanya dan Fara menanggapi dengan malas. "Kenapa...