*Fara Pov*
Jemariku menata hijab coklat yang sedang kukenakan. Aku sengaja membeli kaca besar di dalam kamar untuk memastikan aku masih bisa tersenyum. Meski aku terluka.
Sejak kemarin, aku mencoba membebaskan kesedihan dalam hatiku. Aku tidak lagi membuat masakan dan mengantar ke kantor suamiku.
Kalau memang laki-laki itu tidak suka, maka aku tidak akan melakukan hal yang tidak disukainya. Sengaja sepekan ini kuambil cuti untuk menggenapi kewajiban mengikuti sesi pelatihan pernikahan.
Sebuah notifikasi muncul dari Biro Samara. Aku menarik napas karena sudah bisa menebak isinya.
"Assalaamu'alaikum.
Mbak Fara, hari ini sudah hari kelima. Pak Zaviyar tidak juga datang untuk sesi pelatihan. Kami minta komitmen dari kalian berdua.
Wassalam.
Biro Pernikahan-Samara."Salahkah diriku, jika pada akhirnya rasa putus asa hinggap, lalu menguap bersama asa dan mimpiku hidup bahagia bersama Zaviyar.
Berulang kali aku menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Aku berdo'a dalam hati. Pasti masih ada harapan. Karena aku hanya berharap pada Allah, Rabbku Yang Maha Baik. Dialah tempat bergantung segala sesuatu.
Semoga kelak hati suamiku bisa berubah menyayangiku, meski hanya setitik. Sebagaimana aku juga berusaha menumbuhkan rasa sayang itu padanya.
Aku harus kuat. Meski aku akan menjalani sesi ini seorang diri. Kuketik pesan singkat untuk lelaki yang berusaha aku cintai.
"Asaalaamu'alaikum.
Mas, bisakah meluangkan waktu dua hari ini ke Biro Samara? Setelah ini, aku tidak akan memintamu apa-apa lagi. Terimakasih banyak sebelumnya.
Wassalam."Lagi-lagi air mataku jatuh saat menuliskan pesan dan aku hampir tidak percaya aku menekan tombol 'send' ke nomer ponsel Zaviyar.
Suara klakson mobil berbunyi di depan pintu gerbang rumahku. Ah iya, bukan rumahku. Ini adalah rumah Zaviyar yang 'dipinjamkannya' untukku.
Seraut wajah ceria dari balik kaca di kursi depan, melambai. Namira, sahabatku terlihat makin cantik setiap hari.
Aku pamit pergi ke Bik Yus. Aku baru memperhatikan seseorang yang berada di balik kemudi, ternyata bukan Mas Raka.
"Halo cantik... Ketemu lagi."
Namira menyikut dada bidang Kakaknya, Bobby. Aku berusaha menahan debaran aneh di dadaku. Aku tidak ingin ada lelaki lain yang membuat pipiku tersipu malu.
Tapi Kak Bobby tampaknya sengaja membuatku salah tingkah.
"Selamat pagi. Nam, kamu berangkat duluan aja ya. Aku nanti menyusul."
Aku melambai dan terlihat wajah Kak Bobby berubah kecewa.
"Tuh kan Kak Bob. Makanya jangan suka godain istri orang."
Namira ngomel-ngomel nggak jelas.
"Far, ayo masuk. Nggak usah pesan taksi. Ayo sekalian bareng."
Kak Bobby masih memberi isyarat agar aku ikut dengan mereka. Aku terkesiap saat akhirnya lelaki itu turun dari mobil dan menghampiriku.
"Far, ngapain mengharapkan suami kamu yang jelas-jelas nggak peduli sama kamu. Bahkan dia seringnya malah ketemuan sama perempuan lain."
Kak Bobby berbisik dan spontan wajahku berubah merah menahan marah.
"Makasih Kak, atas informasinya. Semakin menegaskan posisiku yang memang tidak berharga."
Aku berjalan ke dalam rumah dan memilih memesan taksi sementara masih terdengar suara Namira memanggilku dari kejauhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE NEEDS NO REASON
Romance(BELUM REVISI) Di kala takdir hampir berkali-kali mempertemukan mereka, di kala itu pula mereka akhirnya dipertemukan oleh Pemilik semesta. Zavi vs Fara. "Mau tahu alasan gue mau nikahi Lu?" Zavi bertanya dan Fara menanggapi dengan malas. "Kenapa...