*Zaviyar Pov*
Cahaya matahari menyelinap masuk melalui tirai yang terbuka separuh. Aku bangun kesiangan lagi. Sudah pukul lima lebih duapuluh menit.
"Aarrrrgh..."
Aku belajar menahan nyeri saat sedang bertayamum. Ustadz Iqbal hampir setiap hari menjengukku. Mengajariku tayamum untuk tetap menunaikan kewajiban sholat.
Hanya beliau yang aku ijinkan masuk ke kamarku, selain dokter, perawat dan petugas di rumahsakit. Sudah lima hari ini aku berhasil sholat walau dengan menahan nyeri.
Hari ini Ustadz mengirim pesan melalui dokter Ilman, dokter Bedah yang mengoperasi kakiku. Ustadz akan datang menjelang maghrib. Dan beliau menjanjikan kami akan sholat berjama'ah di kamar.
"Permisi Pak..."
Terdengar suara seseorang mengetuk pintu kamar. Petugas cleaning service.
"Selamat pagi Pak. Mohon ijin membersihkan kamar."
"Ya, silahkan."
Aku membaca pelan mushaf kecil yang dihadiahkan dokter Ilman untukku.
Al-Qur'an bisa menjadi obat untukku, supaya aku lebih cepat pulih. Begitu nasihat beliau.
Melihat penampilannya yang seperti orang shalih, beliau lebih pantas menjadi Ustadz, daripada seorang dokter Bedah.
"Mbak, sudah lima hari ini bunga di jendela tidak diganti. Biasanya setiap pagi sudah ada warna yang berbeda."
"Oh baik Pak, mohon maaf sebelumnya. Untuk bunga ini, setahu saya memang bukan dari rumahsakit Pak. Yang selama ini membawa bunga adalah Bu Fara, istri Bapak."
Sesaat aku terdiam. Seperti ada jutaan voltase yang menyengat dadaku. Benarkah Fara yang setiap hari datang untuk membawakan bunga. Apakah mungkin dia datang saat aku masih terlelap.
Yang kuingat, hanyalah setiap aku membuka mata, sudah ada warna-warni bunga di tepi jendela, yang membuat suasana hatiku menjadi lebih baik.
Bahkan tanganku yang sudah mulai terlatih membuka ponsel, sempat menjelajah dunia maya untuk sekedar mengetahui jenis bunga apa yang hari ini menghias di sana.
Aku memandang bunga aster putih yang mulai layu. Fara benar-benar menepati janjinya. Dia tidak datang dan mulai muncul perasaan aneh dalam dadaku.
Dia yang dalam diam menyiapkan makanan cair untuk dimasukkan ke dalam selang makan sebelum akhirnya selang makan diijinkan dilepas oleh dokter.
Tangan mungilnya yang memijat lembut kedua lenganku. Kain waslap dengan air hangat yang dia gunakan untuk menyeka wajahku.
Apakah perasaan ini bernama rindu. Kemana Fara. Aku malu untuk menanyakannya pada petugas yang setiap hari berkunjung ke kamarku.
Mas Aris petugas fisioterapi memberiku semangat. Dia mengatakan di minggu kedua ini, aku mengalami banyak kemajuan dan sudah bisa memakai kursi roda.
Untuk mengangkat beban berat dan sampai bisa berjalan dengan sempurna, mungkin aku harus bershabar sampai tiga bulan ke depan. Aku menuruti semua nasihat dokter dan terapisku.
Fara, aku ingin membuat kejutan untuk kamu. Aku sudah hampir sembuh.
Dokter Spesialis Kulit juga ikut merawatku. Membantu pemulihan luka di wajahku yang perlahan mulai tidak tampak bekasnya. Aku benar-benar memiliki semangat hidup yang baru, setelah sebelumnya terpuruk.
Selesai petugas kebersihan pamit keluar dari kamar, terdengar seseorang mengetuk pintu. Wajah Pak Wisman, muncul dari balik pintu.
Sejak aku mulai sadar dan bisa berkomunikasi melalui ponsel, aku terus berhubungan intens dengan Pak Wisman, pengacara sekaligus orang kepercayaanku.
![](https://img.wattpad.com/cover/202747337-288-k201700.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE NEEDS NO REASON
Romance(BELUM REVISI) Di kala takdir hampir berkali-kali mempertemukan mereka, di kala itu pula mereka akhirnya dipertemukan oleh Pemilik semesta. Zavi vs Fara. "Mau tahu alasan gue mau nikahi Lu?" Zavi bertanya dan Fara menanggapi dengan malas. "Kenapa...