Inget waktu itu? Saat kita berusaha bahagia bersama, meratapi kebahagiaan bersama. Sekarang kata bahagia tidak cocok lagi untuk kita.
Karna takdir akan selalu mempersulit kebahagiaan kita. Walaupun itu akan terjadi benar benar nanti dan terlambat.
"Aku sekarang udah disini, dikantor kamu, di jam makan siang. Kenapa dari tadi kamu diem aja. Gak ada niatan buat meluk aku. Aku jauh jauh dari Bali ke Jakarta loh, gak pengen kasih kec--Ucapan Aldi terpotong karna tubrukan dari Salsha. Ia telah membuat kejutan yang benar benar tidak sama sekali heboh. Suasananya bukannya menjadi ricuh dan lucu, yang ada cuma keheningan yang membuat Aldi ingin tertawa karna wajah dari Salsha yang sangat lucu.
"Kamu kok udah pulang. Apa kamu ke sini cuma mau aku peluk doang, terus balik lagi ke Bali ngurus kerjaan di sana. Papa kamu kok jahat banget si, misahin kita tanpa ada komunikasi gini. Untung papa baik sama aku."
Aldi tertawa mendengar nada merajuk dari Salsha. Jika bersama Salsha, Aldi merasa mempunyai anak remaja. Sebab sikap Aldi jatohnya bukan sepasang kekasih, namun menjadi ayah bagi Salsha. Sikap manis dan senyum tenangnya memperlihatkan jika Aldi sangatlah berwibawa.
"Ini juga bagus buat hubungan kita. Jarang jarang loh, aku dapet tatapan kamu yang kaya tadi. Lucu banget, pengen aku foto tapi takut kamu marah." Aldi mengelus puncak rambut Salsha dengan sesekali mencium aroma mawar dan mint menjadi satu. Entah kenapa wangi Salsha selalu membuat Aldi selalu menjurus pada arah yang salah.
Memang bukan salahnya, diumur yang tak lagi remaja. Aldi juga merasa jika berlama lama pacaran tanpa ada status yang lebih resmi dari ini juga akan membuat Salsha bersikap sedikit agak plin plan.
"Jawab pertanyaan aku yang tadi. Kamu udah pulang atau bakal balik ke sana lagi?" Salsha memainkan kemeja Aldi, ini adalah posisi yang paling Salsha sukai. Jujur keduanya sama sama nyaman.
"Enggak kok. Sekarang urusan di Bali udah aku tangani sampe selesai. Sekarang aku bakal di Jakarta, ngurus kantor cabang yang enggak terlalu banyak masalah."
"Udah makan?" Sambung Aldi melihat Salsha yang masih saja berkitat pada kancing kemejanya. Rasa risih memang datang saat pertama kalinya Salsha memulai kebiasaan seperti itu. Namun sekarang keduanya sama sama tidak merasakan jika rasa aneh dari perbuatannya membuat kelakuannya berkurang.
"Belum, aku tadi niatnya mau keluar makan siang sebelum diajak sama Iqbal. Dan alhamdulilahnya ada kamu yang udah pulang dari Bali. Ayo kita makan ditempat biasa. Aku udah laper soalnya." Salsha menarik tangan Aldi sedikit lebih kencang. Melihat tingkah Salsha yang seperti anak kecil justru masalah besar yang sedang Aldi hadapi akan sedikit lebih teralihkan.
Aldi mengatakan itu hanya untuk mengalihkan pikiran Salsha. Semua yang dilakukan Aldi pasti sudah diperhitungkan oleh Aldi. Ada yang lebih berbahaya dari Iqbal sahabatnya. Yang Aldi takutkan bukan masalah cinta Salsha.
Aldi percaya sepenuhnya pada Salsha. Salsha tidak akan mengecewakan cintanya demi pria lain, sekalipun itu pria baru ataupun masalalu kelam baginya.
"Serahkan 'dia' sama gue. Karna gue yakin lo gak akan becus ngelindungi dia. Ngebuat dia bahagia itu bukan kekuasaan lo. Karna sejujurnya yang lebih berhak atas dia cuma gue. Cuma gue!"
Aldi menggeleng gelengkan kepalanya berharap semua rasa takutnya kembali menyingkir dari fikirannya.
"Balikin hak gue sebelum gue ambil paksa hak gue dari tangan kotor lo itu. Lo milih balikin, apa gue rebut secara paksa?"
Aldi terus saja memikirkan soal itu. Ancaman demi ancaman Aldi raih tanpa berkurang dalam setiap harinya. Kota Bali adalah kota yang sangat mengagetkan untuk Aldi. Baru satu hari menetap disana. Ia sudah dapat sugukan seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
2ND LOVE [END]
Teen FictionBLURB, PART 1 SAMPAI PART 50 LIMIT COMFORT. Menjalani hubungan dari masa SMA sampai keduanya memegang saham dan menjadi penerus keluarga, hingga masa sulit perkuliahan membuat keduanya semakin dekat. Tidak ada keinginan berpaling, melepaskan, atau b...