Aku diam bukan berarti lemah, dan diamku bukan berarti aku tidak tahu permasalahan kalian.
"Mama juga gak tahu semuanya. Yang mama tahu, dulu pas kalian kelas dua SMA, Iqbal pindah ke Bandung lagi. Bundanya juga gak bilang apa apa sama mama. Memangnya ada apa sih, kok tumben kamu tanya tanya soal Iqbal."
"Bukannya aku gimana gimana nih ma. Kan pas malem malem Salsha main ke rumah mama, disitu kali pertamanya aku sama Aldi ketemu sama Iqbal lagi. Nah, disitu aku sempet denger kalo mereka itu kaya lagi bicarain hal yang, apa yah. Kaya semacem rebutan gitu loh. Mereka merebutkan sesuatu dari mulai jaman jamannya SMA kayanya." Jawab Salsha dengan memikirkan perbedaan raut yang membuatnya kembali mengingat. Apa si yang sedang mereka berdua perebutkan.
Melina ikut diam, dia juga masih belum terlalu tua untuk mengingat kejadian tempo kemarin.
Tiga tahun yang lalu, maybe?
"Aldi punya mantan gak si ma?" Tanya Salsha pemasaran. Justru, berfikir jauh selalu saja membuat Salsha merasa akan ada sosok lain yang menjadi penghalang dihubungan mereka.
"Hahaha.... jadi sebenernya kamu curiga sama Aldi apa emang lagi nanya nanya soal permasalahan yang tadi kamu tanyain ke mama."
Melina tidak bisa berhenti tertawa dengan wajah memerah dari Salsha. Ini sangat membuatnya merasa akan selalu awet muda jika setiap Salsha main ke rumahnya dijam Aldi sedang kerja.
Banyaj waktu kedua wanita kesayangan Aldi untuk saling bercerita dan mendekatkan antara Salsha dengan mamanya.
"Mama. Aku itu serius, kan bisa aja Aldi punya mantan yang masih Aldi sayang." Salsha mengembungkan pipinya terlihat seperti lebih cubby dari biasanya.
"Kamu jangan bikin Aldi uring uringan karna semua itu gak akan mungkin terjadi. Mama tahu kalo Aldi itu cuma punya kamu dan milik kamu. Jadi hapus semua pikiran negatif kamu. Karna Aldi gak punya pacar ataupun mantan pacar sebelum kamu." Mau tak mau jika posisi kalian berada pada Salsha. Apa yang akan kalian lakukan?
Salsha hanya bisa mengulum senyumnya. Ini sebuah kebanggaan? Kebahagiaan? Apa kewas wasan?
"Tapi aku beneran denger itu dari telinga ak--"
Belum selesai Salsha ingin membantah ucapan mamanya, sudah ada tangan kokoh memeluknya dari belakang. Salsha pasti sudah tahu jika itu Aldi. Dan mama bukannya memberi kode padanya. Justru tertawa lebih dari terbahak bahak.
"Mama nyebelin." Ucap Salsha meninggalkan Melina dan Aldi. Salsha menyentakan pelukan dari Aldi itu karna semua respon itu justru membuat dirinya semakin kesal.
"Samperin gih. Abisnya Salsha lucu si, baru digituin aja udah marah." Ucap Melina pada Aldi yang sedang menatap penuh tanya, berharap menerima jawaban dari mamanya.
Mendengar kata 'marah' Aldi sedikit was was kalo Salsha memang sedang marah kepadanya. Oh ayolah, yang harusnya marah itu Aldi bukan Salsha.
Sudah tadi pagi telfon dan pesannya diabaikam. Dan sekarang mendapat kemarahan.
Wanita benar benar.
***
Salsha berjalan dalam diam memutari kolam renang. Hanya sekedar berbolak balik, tidak sampai satu kolam renang.
Bukannya membantu, mamanya justru membuatnya semakin berfikir jika pendengarannya memang benar.
Tapi semenjak menerima penuturan itu, Salsha merasa jika yang mamanya katakan itu memang benar. Memang tidak ada masalah dengan itu.
Jadi jika bukan wanita lain yang diperebutkan siapa lagi? Apa mungkin itu hanya halusinasi Salsha saja.
Ia menghela nafasnya lagi, sudah sekian kali. Namun rasa resah ini tidak sama sekali membuatnya merasa ini akan baik baik saja.
"Kenapa kamu kaya lagi uring uringan gini hem? Ada masalah di kantor?" Aldi memeluk Salsha dari belakang, menumpukan dagunya pada pundak Salsha dan melingkarkan kedua tangannya pada perut Salsha.
"Gak. Aku gak ada masalah apa apa." Jawab Salsha seperti biasa. Salsha tidak mau membuat Aldi merasa risih dengan sikap anehnya yang muncul akhir akhir ini.
"Kamu jangan boong. Aku tahu kalo kamu lagi nyembunyiin sesuatu dari aku."
"Aku gak tahu. Aku lagi takut aja, kalo misal kamu udah gak sayang lagi sama aku. Kamu mau milih perempuan ka--"
"Kamu apa apaan si ngomong kaya gitu. Aku gak suka ya kamu ngomong ngelantur kaya gini. Kalo kamu ada masalah ngomong aja. Gak usah kamu sangkut pautkan sama hubungan kita. Aku gak akan mungkin melakukan hal bodoh ninggalin kamu, demi siapapun!" Aldi menyentakan tubuhnya, melepas kunggungan tubuh Salsha dengan perasaan kesal.
Bayangin aja, habis selesai kerja, pulangn sore langsung disuguki ocehan ngawur dari Salsha seperti ini. Gimana tidak marah coba.
Semua orang juga akan marah, bahkan wanita sekalipun.
"A-aku kan, cuma jawab pertanyaan kamu." Cicitnya menunduk. Salsha takut jika Aldi sudah menatapnya tajam seperti ini. Ia menunduk takut berharap Aldi akan merasa sedikit lebih tenang.
Merasa sudah sedikit lepas kontrol Aldi, kembali menarik tubuh Salsha dan memeluknya kencang. "Maafin aku, aku tadi kelepasan. Kamu jangan buat aku lebih takut kalo kamu itu akan ninggalin aku. Sekuat apapun kamu menghindari aku, aku akan selalu menunggu dan mencintai kamu. Jadi jangan ulangi perkataan kamu yang membuat aku jadi marah. Kerjaan dikantor lagi banyak, jadi aku sampe lepas kontrol." Aldi mengelus pelan punggung Salsha yang masih saja diam karna bentakannya tadi. Ini benar benar ucapan refleksnya. Bukan dibuat buat, Aldi berkata jujur.
"Maafin aku juga yang udah mikir aneh aneh tentang kamu. Aku gak tahu kenapa, jadi merasa kaya aneh gini. Maafin aku ya Al, kalo misal aku bandel dan suka gak nurut sama kamu. Aku sering ngerepotin kamu, kayanya aku juga sering buat kamu susah, aku takut aja kalo kamu bakalan pergi jauh dari aku." Salsha mengadu pada Aldi, seperti pada bundanya memang. Namun jika Salsha bercerita pada Aldi, akan terlihat seperti lebih intim lagi.
Tangan Aldi ia posisikan memegang langannya dibelakang pinggang Salsha merapatkan posisinya, dan posisi Salsha sedang memainkan kancing kemeja Aldi. Membuka sampai 2 kancing diatas leher dan kemudian memainkannya dengan cara membuka dan menutup berulang kali.
"Kamu gak lagi halangan kan?"
"Iiih kamu apaan si, kenapa bawa bawa halangan." Salsha mendorong dada Aldi sedikit agak keras untuk menjauh dari Aldi.
"Kamu kan suka kaya gini pas lagi halangan, dan aku pikir." Aldi melirik sedikit arloji yang sedang ia kenakan. Melihat tanggal berapa hari ini.
"Kamu emang lagi halangan." Aldi tertawa kencang, memang terlalu intim jika urusan seperti ini. Aldi bahkan sudah hafal hari dimana masa merah Salsha, dengan perasaan kesal Salsha menjauh pergi meninggalkan Aldi sendirian.
Namun tubuhnya kembali ditarik dalam pelukan Aldi.
"Kamu mau apa hem? Tumben banget halangan main ke rumah tapi marah marah mulu."
"Itu juga gara gara kamu ya!" Salsha mengerucutkan bibirnya, hari yang menyebalkan!
"Maafin aku ya sayang. Kamu tidur sini aja deh, biar kamu aku kelonin tidurnya buat permintaan maaf aku. Aku tadi gak bermaksud kaya gitu." Aldi mengelus perut Salsha pelan, biasanya jika Salsha dengan di masa merahnya pasti perutnya sakit. Dan sikap manja, pemarah dan berubah mood seperti ini yang sudah Aldi hafal.
"Perut aku sakit." Aldi memutar tubuh Salsha untuk menghadap padanya.
"Ayo pergi ke kamar aku. Selesai mandi nanti aku peluk kamu sampe gak sakit lagi." Aldi kembali menggendong Salsha seperti biasanya, dan tak jarang jika perutnya sakit, Aldi menginap dirumah Salsha.
Dengan tidak satu kamar, saat Salsha sudah terlelap. Aldi sudah dahulu dijewer oleh Ari untuk berpindah diranjangnya bersama. Kakak posesif maybe?
Salsha mengangguk lelah, dan mengusel pada dada Aldi dan mengalungkan tangannya dileher Aldi menuju kamarnya.
"Please, wait a minute honey." Kecup Aldi yang membuat Salsha memelototkan matanya menatap Aldi kesal.
"Open kiss." Ucap Aldi membela diri, Salsha yang mendengar jawaban itu justru memutar bola matanya malas.
"Enak aja!"
_03/11/2018
KAMU SEDANG MEMBACA
2ND LOVE [END]
JugendliteraturBLURB, PART 1 SAMPAI PART 50 LIMIT COMFORT. Menjalani hubungan dari masa SMA sampai keduanya memegang saham dan menjadi penerus keluarga, hingga masa sulit perkuliahan membuat keduanya semakin dekat. Tidak ada keinginan berpaling, melepaskan, atau b...