61

6.4K 223 4
                                    

Wajah Panji terlihat kesal melihat pemandangan di depannya, ingin rasanya ia melempar gelas yang ia pegang ke arah dua orang yang tengah bermesraan di sana.

"Sialan si Adam, bantuin sih bantuin tapi kenapa cuma gue doang yang kerja. " umpat Panji, "si kunyuk malah enak-enakkan mesra-mesraan. " gerutu Panji.

Di ruang Keluarga Adam terlihat duduk santai di samping Dilla, membelai rambut istrinya yang pagi ini anteng nggak seperti biasanya rewel. Senyum sumringah menghiasi wajah pria yang sebentar lagi menjadi seorang Ayah, tapi ia melupakan temannya yang sedang membersihkan piring-piring bekas sarapan pagi mereka.

"Bang, kamu nggak bantuin Kak Panji? " tanya Dilla.

Sebelah alis Adam naik, "Bantuin apa? " tanya Adam menoleh ke belakang. "Nggak perlu, udah selesai tuh! " jawab Adam.

Panji berjalan ke arah Adam dan Dilla, "Sialan lo Dam, udah di bantuin malah enak-enak lo di sini. " umpat Panji melempar serbet ke wajah Adam yang mendarat tepat di wajah suami Dilla tersebut.

Serbet turun pelahan dari wajah Adam, di sampingnya Dilla menahan tawanya agar tidak keluar. "Fufufufu... "

"Apaan sih Nji, lo kan tadi udah sukarela bantuin. " Adam mulai mencari alasan.

"Yeee... Tapi nggak lo kacangin juga kali, kampret lo. " gerutu Panji.

Sebelum Adam mulai meluncurkan protesnya ke Panji, Dilla akhirnya memilih menyela.

"Udah udah... " ucapnya menghentikan kedua orang yang ada di dekatnya, menatap Panji dengan tatapan yang jelas membuat Adam iri.  "Kak Panji, makasih ya udah di bantuin. " mendengar suara Dilla membuat Panji akhirnya luluh.

Pria itu tersenyum, "Sama-sama, Dek. " jawab Panji yang memang terbiasa memanggil seseorang yang ada di bawanya dengan panggilan 'dek', maklum Panji anak tunggal di keluarga nya, ia sama sekali tidak memiliki saudara lain.

Adam menatap Panji dengan penuh rasa iri yang terpampang jelas di wajah pria itu, "Eh iya, sampaiin ke suami kamu, punya duit banyak buat apa? Mending kalian nyewa pembantu, biar ada yang bersihin rumah. " kritik Panji sekaligus saran, "Parah ini rumah apa kapal pecah, berantakan banget. " ujar Panji.

Dilla berdiri, "Maaf, Kak. Udah buat Kak Panji nggak nyaman apa lagi tadi... " Adam menarik tangan Dilla.

"Apaan sih yank! " kata Adam.

Mata Dilla melotot ke Adam yang melepaskan tangan Dilla. "Iya, nggak apa-apa kok. Lain kali tolong sambut dan hormati tamu kalian, jangan di jadiin pembantu. Minta bantuan boleh tapi jangan kayak tadi. " ucap Panji, kepala Dilla menunduk.

Adam terlihat jengkel tapi membenarkan ucapan Panji, "Gaji lo banyak, nyokap bokap lo pengusaha, mertua lo pengacara, nyewa jasa pembantu aja nggak bisa. " sindiran Panji kena banget di Adam, Dilla cuma diam.

"Ya udah gue balik, kapok gue main ke rumah lo, bukannya di sambut dengan baik malah di jadiin babu. " Panji berjalan keluar rumah, Dilla mengikuti dari belakang mengantarkan Panji sampai mobil.

Gadis itu sekali lagi menunduk dan mengucapkan maaf kepada Panji, jika tidak mengenal Panji luat dalam pasti Dilla mungkin akan tersulut emosi tapi apa yang di katakan Panji 99% sama dengan yang terjadi sekarang.

Adam menatap Dilla yang baru masuk setelah mengantar Panji. "Gila tu si Panji pedes banget ngomongnya. " kata Adam.

Bantal sofa mendarat di muka Adam dengan keras, "Seharusnya kamu mikir dan introspeksi diri dong! " seru Dilla emosi, "inget umur! Bukannya bantuin malah jadiin tamu pembantu, sekali-kali otaknya di pindahin ke kepala jangan taroh di dengkul terus! " omel Dilla berjalan ke kamar meninggal Adam yang shock habis di omelin Dilla.

Sweet Seventeen, from PoliceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang