30

10.8K 317 1
                                    

Adam menghela nafas melihat wajah-wajah didepannya, "Mama, Tante dan Bang Arga. Adam bisa jelasin semuanya." kata Adam, Dilla melihat ke arah laki-laki yang berdiri di belakangnya. tatapannya meminta Adam untuk tidak menceritakan semua kejadian yang telah gadis itu alami kemarin, tapi Adam sebaliknya menatap Dilla dengan tatapan penuh percaya diri berharap gadis itu bisa mengerti.

"Oke, coba kamu jelaskan apa yang sebenarnya terjadi kenapa kamu dan Dilla bisa tidur bersama di dalam kamar?" Mama Adam menodong penjelasan kepada anak tertuanya.

lagi Adam menghembuskan nafas berat, "Sebenarnya, kemarin Dilla demam, jadi Adam bawa Dilla kesini." jawaban Adam membuat wajah tegah Bunda berubah khawatir dan mendekati anak perempuan.

"Sayang, kamu baik-baik saja kan?" tanya Bunda.

Dilla mengangguk, tangan Bunda memeriksa kening kepala Dilla yang terasa hangat. Bunda melirik ke arah Arga, "Abang," panggil Bunda.

Arga langsung bergerak dan mencoba memeriksa Dilla, laki-laki itu tersenyum. "Demamnya sudah mulai turun." jawab Arga membelai rambut Dilla penuh kasih sayang.

Mama dan Bunda menghela nafas lega, tapi sepertinya Mama belum puas dengan jawaban Adam. "Kamu beneran kan belum ngapa-ngapain Dilla?" Mama memastikan.

"Sumpah Adam belum ngapa-ngapain Dilla, Mam." jawab Adam membuat huruf V dari kedua jari telunjuk dan tengah.

mata Arga jatuh ke pipi kanan Dilla ada besar merah yang membentuk telapak tangan, "Dik, Pipi kamu." ujar Arga menyentuh pipi Dilla, gadis itu meringis kesakitan. Arga berdiri menatap Adam dengan tajam, laki-laki berjalan melangkah cepat ke arah Adam.

menarik kerah kaos yang dipakai Adam, "Apa yang lo lakuin sama adik gue!" bentak Arga, laki-laki itu jarang marah sekali marah tidak akan ada yang bisa meredahkan amarah Arga siapa pun termasuk Bunda.

Dilla berdiri ketika melihat Arga menyerang Adam dan menarik baju Adam ke atas, "Bang Arga, ini bukan salah Adam." jawab Dilla. Arga menatap Adiknya, tersirat kebenaran di mata adik kecilnya, Dilla mengangguk membenarkan ucapannya.

"Apa itu benar?" tanya Arga.

Adam mengangguk pasrah, "Aku juga nggak tahu kenapa pipi Dilla ada bekas tangan disana, waktu aku datang untuk menjemputnya karena Naya, Tya dan Aisa ada kuliah umum selama dua hari diluar kota." jawab Adam.

Bunda mendekap mulutnya dengan tangannya, "Jangan-jangan kamu demam karena habis ditampar?" tanya Bunda kaget. "katakan siapa yang berani menampar kamu, sama Bunda." mengguncang pelan tubuh Dilla tapi sepertinya Dilla hanya diam.

Ia menatap Adam yang meminta dirinya untuk menjelaskan, Dilla menarik nafas dalam-dalam dan memulai memikirkan cerita skenario untuk ketiga orang yang sepertinya ingin Dilla menjelaskan.

"En... ini bekas tamparan yang nggak sengaja kena ke aku, Bun, Tante. jadi sepenuhnya bukan salah Bang Adam." jawab Dilla menunduk.

ketiga orang itu menghela nafas, "tapi kenapa bisa?" tanya Arga.

"A... itu nggak sengajak Bang, tamparannya meleset kena ke pipi aku."

***

Suasana di dalam ruangan itu sunyi, tidak ada yang berbicara. Dilla menyandarkan kepalanya di bahu Bunda, memejamkan matanya. rasa kantung menguasai dirinya, karena habis meminum obat yang diberikan Arga untuknya. Arga langsung membawa gadis itu ke kamar yang tadi malam dipakai Dilla dan Adam tidur bersama, Bunda mengikuti Arga yang menggendong Dilla masuk ke dalam kamar.

sekarang yang ada diruang tamu hanya ada Mama Adam dan Adam yang duduk saling berhadapan, Arga yang keluar dari kamar balik lagi ketika melihat ketegangan diantara Ibu dan anak tersebut.

Sweet Seventeen, from PoliceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang