76

875 71 9
                                    

Adam memeluk Dilla dalam pelukannya, dengan mata masih terpejam. Sedikit merasakan gerakan dari sosok yang di dekatnya, mata kantuk nya mengintip sedikit, memastikan bahwa istrinya masih tertidur. Malam yang panjang untuk mereka berdua, setelah kegaduhan yang terjadi tadi malam menguras tenaga dan emosi keduanya. Mesti baik-baik saja, tadi malam Adam dan Dilla sempat bertengkar sebentar. Adam bisa memperbaiki suasana yang sempat panas tersebut, dan meyakinkan Dilla bahwa dirinya akan segera membereskan semuanya, tapi sekali lagi Dilla seperti meremehkan Adam, bahwa pria itu tidak akan bisa menangani masalah kali ini seperti yang lalu-lalu. Mata Dilla terbuka, ia terjaga dalam tidurnya, hari masih petang dan lagi masih gelap. Di beberapa bagian tubuhnya terasa sakit, apa yang terjadi tadi malam benar-benar membuatnya tumbang. Ingin rasanya Dilla berada di pelukan suaminya lebih lama menghabiskan sepanjang hari di tempat tidur, tapi ingatnya kembali ke suara tangis yang biasanya mengganggu tidurnya.

"AIDA?! " Panggil Dilla bangun dari tidurnya, tapi tubuhnya di tarik kembali oleh Adam.

"Ssssttt... Tidur lagi... " Kata Adam.

Dilla menatap heran ke arah Adam, "Aida dimana? " Tanya Dilla tidak menghiraukan perintah Adam, gadis itu mengguncang tubuh suaminya. "Hai...!!! "

Kepala Adam terasa pusing, pria itu memijatnya. "Sama Mama. " Jawab Adam.

Firasat Dilla tidak enak tentang anaknya, "Ayo sekarang kita jemput Aida. " Kata Dilla beranjak dari duduknya.

Setengah mengantuk Adam menatap Dilla dengan kening berkerut, "Ini masih malam besok saja ya? " Kata Adam kembali menarik Dilla, gadis itu menggeleng. Adam mencoba meyakinkan Dilla, bahwa Aida akan baik-baik saja bersama Mama. Mereka berdua tidak ada waktu berduaan seperti sekarang, jelas Adam tidak ingin membuang kesempatan. Mendengar penjelasan Adam, Dilla sedikit tergoda tapi ia pun menurut. Ia akan menunggu sampai pagi, jika Adam tidak ingin pergi, Dilla bisa berangkat sendiri tanpa suaminya itu. Anak adalah prioritas utamanya, Dilla tidak bisa membayangkan bagaimana ia sanggup kehilangan anaknya.

***

Pagi pukul 8 Dilla dan Adam memutuskan untuk berangkat ke tempat Mama Adam menginap semalam, perasaan Dilla sudah cukup membaik dan hal itu membuat Adam lega sekaligus senang.

Mobil Adam berhenti di Basement Hotel, sekelebat Dilla seperti melihat seseorang keluar dari lift yang terkesan menghindarinya.

"Ada apa? " Tanya Adam menarik dagu Dilla.

Gadis itu menggeleng, "Bukan apa-apa? " Jawabnya melepas sabuk pengaman. Mereka berdua keluar dari mobil dan berjalan ke lift yang ada di basement, langkah Dilla terhenti saat mendengar suara tangisan yang familiar di telinganya.

Kembali Adam bertanya kepada Dilla yang di jawab gelengan kepala, Adam menggandeng tangan Dilla dan membawa gadis itu masuk ke dalam lift.

Lift yang mereka naiki berhenti di angka 13, lantai dimana Mama dan Yusuf menginap semalam. Langkah Adam berhenti di sebuah pintu dengan nomor 0414, sedangkan Dilla melihat sekitar mereka yang terkesan sepi. Dengan pelan Adam mengetuk pintu dan tangan lainnya mencoba menghubungi nomor Yusuf, sambungan terangkat.

"Dik, kau dimana? " Tanya Adam sekali-kali melirik Dilla di sampingnya, gadis itu terlihat tidak seperti saat mereka berangkat tadi.

"Hallooo, Bang, gue lagi makan ni sama nyokap, kenapa? "

"Aku udah sampai di depan kamar. "

"Lho cepat kali kau ini, sebentar gue sama nyokap udah mau selesai. "

"Santai aja, di kamar ada siapa? " Tanya Adam masih melirik Dilla.

"Ada si Bibi sama Aida sih di kamar. "

Sweet Seventeen, from PoliceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang