01 | Family

8.4K 572 2
                                    

Minimarket depan SMA Orchid. Retta memasuki tempat itu dan menghentikan langkahnya tepat di depan meja kasir. Lalu dia melipatkan kedua tangannya di atas meja kasir itu. Menatap sendu ke arah wanita paruh baya yang sementara menjadi kasir di sana. Jika sekarang ada Retta di sana, maka tugas sebagai kasir di minimarket itu akan dialihkan pada Retta.

"Kamu udah pulang, Nak? Cepat ganti seragam sekolahmu, dan siap bekerja," ucap wanita paruh baya itu yang tak lain adalah Indira, ibu angkat Retta. Selain itu, Indira adalah pemilik minimarket itu.

"Bu, Lucas mana? Hari ini, Retta gak mau kerja ya?" mata Retta mulai berkaca-kaca. Masih mengingat kejadian menyakitkan di sekolah tadi pagi.

Indira tersenyum simpul menatap Retta yang sudah dia anggap sebagai anak kandungnya sendiri itu. Indira mengangguk, paham kalau Retta sedang sedih. "Ya sudah, ayo kita pulang! Serahkan pekerjaan ini pada Lucas. Panggil Lucas di gudang!"

"Baik, Bu," ucap Retta tanpa semangat. Berjalan ke belakang minimarket, tepatnya ke gudang untuk memanggil Lucas yang tak lain adalah pekerja di sana. Jika Retta sudah pulang sekolah, maka Retta lah yang menjadi kasir dan Lucas bertugas menata barang dan mengangkat barang. Jika Retta masih di sekolah, maka Indira dan Lucas bergantian menjadi kasir.

Setelah Retta memanggil Lucas, Retta dan Indira pun bergegas pulang ke rumah dengan motor matic mereka.

Sesampainya di rumah, tepatnya sudah memasuki kamarnya, Retta menghempaskan tubuhnya ke kasur dengan kasarnya. Tidak ada senyum di wajah agak tembem cewek itu. Kejadian memalukan sekaligus menyakitkan yang dia alami di sekolah itu tidak juga menghilang dari pikirannya.

Matanya kembali berkaca-kaca. Ternyata, patah hati bisa sesakit itu, pikirnya. Matanya yang tadi berkaca-kaca berubah menjadi buram karena air mata. Lalu air mata itu turun menyapa pipi. Retta memukuli kepalanya dengan harapan setelah dia melakukan itu maka wajah marah Melvin menghilang dari pikirannya. Nyatanya tidak, hal itu sama sekali tidak mempan.

Hingga kedatangan Indira yang duduk di tepi kasurnya, membuatnya menyeka air matanya.

"Kamu kenapa, Nak?" Indira bertanya.

Retta mengubah posisinya menjadi terduduk lalu memeluk Indira tanpa mengucap sepatah kata pun. Sebenarnya, dia malu pada Indira. Dia malu karena jadi cengeng seperti itu hanya karena seorang cowok. Sekitar dua menit kemudian, Retta menguraikan pelukannya.

Lalu, dia bercerita pada Indira mengapa dia menangis. Retta sangat bersyukur karena dia memiliki ibu seperti Indira, meski Indira bukan ibu kandungnya. Dia sangat bahagia karena Indira mengadopsinya dari sebuah panti asuhan kala dia hendak masuk ke bangku SMP. Indira adalah sosok yang sangat baik dan pengertian. Maka dari itu, Retta sering curhat pada Indira.

"Jadi, kamu lagi patah hati?" tanya Indira sambil tersenyum geli. Dia tidak menyangka, kalau Retta sekarang sudah mengerti cinta-cintaan.

Indira mengusap kepala Retta penuh kasih. "Gak papa, Retta. Kalo kamu sudah siap jatuh cinta, maka kamu juga harus siap buat patah hati. Lagian, patah hati itu biasa pas kita sedang jatuh cinta. Jadi, kuatkan saja hatimu itu, Nak. Dari patah hati itu, kita bisa mengambil pelajaran. Kita bisa menjadi sosok yang lebih kuat. Dan juga, yakin saja, suatu hari orang yang kamu suka juga akan suka sama kamu."

Retta hanya tersenyum tipis. Perasaannya sedikit lebih tenang setelah mengutarakannya pada Indira.

🌠🌠

Melvin memakan makan malamnya dengan cepat. Dia tidak ingin berlama-lama di meja makan. Tepatnya tidak ingin berlama-lama di meja yang sama dengan Ayah, ibu tirinya, dan anak perempuan dari ibu tirinya itu.

Setelah selesai, Melvin cepat-cepat bangkit dari tempat duduknya. Namun, seruan dari ibu tirinya menghentikannya yang hendak melangkah pergi.

"Melvin, kamu kan pintar. Ajarin Salsa matematika ya!" pinta Dita, ibu tirinya.

Tanpa senyum, seperti biasa, Melvin menatap Salsa yang merupakan anak perempuan ibu tirinya itu sekilas. Salsa saat ini masih kelas sepuluh di SMA yang sama dengannya.

"Bisa, kan?" tanya Dita lagi.

"Gak punya waktu," ketus Melvin lalu melangkah pergi. Namun, hanya beberapa langkah, karena sebuah suara menghentikan langkahnya.

Prang!

Benar, itu suara gelas pecah. Ezar, ayahnya Melvin yang membuat gelas kaca itu pecah dan hancur di lantai. Ada raut kemarahan di wajah laki-laki paruh baya itu.

"MELVIN!" teriak Ezar. "Kamu selalu kurang ajar! Kamu tidak pernah sopan pada ibumu!"

Melvin tersenyum getir. Tangannya tenggelam dalam saku celananya. "Dia, bukan Ibu Melvin. Dia, yang membuat Ibu Melvin menghilang. Dia ... SUDAH MENGHANCURKAN KELUARGA KITA!"

Lalu Melvin melanjutkan langkahnya menuju kamarnya dengan dada sesak. Di kamarnya, dia menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur king size-nya setelah mengambil pigura foto dari atas nakas. Di foto itu, terlihat anak kecil yang sedang bermain pesawat mainan bersama seorang wanita. Di foto itu, tak lain adalah dirinya dan ibunya yang entah di mana keberadaannya sekarang.

Sudah enam tahun lamanya dia tidak bertemu ibunya. Dia, sangat merindukan ibunya itu.

🌠🌠

See you next part
By Warda, 03 November 2019

Approccio [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang