31 | Bukan Mimpi

3.5K 235 10
                                    

Seragam sekolah telah melekat di tubuhnya Retta.

Dia terus mematut dirinya di cermin kamarnya. Senyum senang terus-menerus hadir di wajahnya. Ditambah mengingat kejadian semalam, dia sudah seperti orang gila. Dia tidak menyangkanya. Melvin adalah pacarnya. MELVIN ADALAH PACARNYA! Rasa senang yang sangat-sangat besar. Akhirnya, sesuatu yang dulunya dia pikir adalah mimpi menjadi nyata.

Retta menarik napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya perlahan. Sekali lagi, mematut dirinya di cermin. Memastikan tidak ada yang aneh pada wajahnya. Jantungnya berdebar-debar kala keluar kamar. Pasti Melvin ada di meja makan. Benar saja, cowok itu sudah duduk di salah satu kursi.

Retta menarik kursi yang berhadapan dengan Melvin. Saat itu dia dan Melvin bertemu pandang. Melvin tersenyum tipis pada Retta. Ya Tuhan, jantung Retta lebay sekali. Retta membalas senyum Melvin dengan senyum manis. Dia telah duduk di kursinya.

Indira ikut bergabung di meja makan. Menatap Melvin dan Retta bergantian. Wanita itu menahan senyumnya, menyadari ada gelagat aneh antara dua remaja itu. "Kenapa kalian senyum-senyum? Ciee... anak Ibu udah besar, ya! Udah tau cinta-cintaan. Gimana, nih, Melvin?"

Melvin jadi kikuk kala ibunya menggodanya. "Gimana apanya, Bu?"

"Mau dibawa ke tahap serius, gak? Omong-omong, Ibu sangat mendukung kalian berdua. Ibu ingin lihat kalian di pelaminan," ucap Indira semangat.

Melvin dan Retta bertukar pandang. Wajah Retta bersemu merah. Sedangkan Melvin jadi canggung.

"Ibu kejauhan untuk saat ini, Bu. Kami masih SMA," ujar Melvin.

"Iya, Bu." Retta setuju dengan ucapan Melvin.

"Iya, Ibu tahu." Indira menuangkan air putih ke gelasnya. "Karena kalian udah saling suka. Bisa gawat juga, nih.  Kalian gak boleh kelewat batas, ya. Kalo Ibu gak ada di rumah, awas aja kalian kalo ngelakuin sesuatu yang enggak seharusnya! Ibu percaya padamu, Melvin. Kamu harus jadi laki-laki yang bertanggung jawab. Kamu harus jagain Retta. Kalian boleh sih lewat batas. Tapi, nikah dulu! Itu baru gak dosa lagi. Ingat perkataan Ibu, ya! Hati-hati kalo kalian cuma berdua! Nanti ada setan yang ketiga. Terus jangan kalah dari godaan setan."

"Baik, Bu."

"Iya, Bu."

Akhirnya, sebelum sarapan, keduanya sarapan dengan wejangan panjang lebar dari Indira terlebih dahulu. Meski demikian, Melvin senang, itu salah satu cara Indira menyayanginya. Dulu, dia sempat merindukan nasihat dari ibunya itu. Jadi, sekarang dia tidak akan menyia-nyiakannya. Sebagai anak dia harus berbakti pada ibunya.

Meskipun Indira bukan ibu kandungnya, Retta bahagia mengenal Indira. Indira memberinya kasih sayang yang tidak dia dapatkan dari orangtua kandungnya. Retta bersyukur dan pastinya sudah sangat menyayangi Indira. Dia sudah menganggap Indira seperti ibu kandungnya sendiri. Apalagi suatu hari nanti kalau dia sudah menikah dengan Melvin, pasti hubungannya dengan Indira lebih dekat lagi. Eh.

Usai sarapan, berpamitan pada Indira lalu keduanya keluar rumah dan masuk ke mobil. Melvin tidak langsung melajukan mobilnya. Dia menatap ke arah Retta dengan tatapan teduh. Tangannya terangkat, membelai rambut Retta. Lalu berucap, "Sampai di sekolah harus serius belajarnya, ya. Jangan main-main aja!"

Retta mengangguk. "Iya, pasti bakalan serius. Lo juga."

Keduanya bertukar pandang, sama-sama tersenyum.

🌠🌠

"Lo mau ngasih tau gue apa, sih? Dari tadi pagi lo senyum-senyum terus kayak orang gila. Heran saya," ucap Adora sesampai di kantin. Memang benar demikian. Sejak tadi pagi sebelum bel masuk berbunyi, Retta terus-terusan tersenyum. Ketika ditanya kenapa, temannya itu malah menjawab kalau dia akan memberi tahunya ketika jam istirahat di kantin.

"Gue senang banget, Ra."

"Senang kenapa lo? Di-notice Kim Taehyung, ya? Atau di-notice lagi sama Melvin?" terka Adora.

Retta menggangguk. "Iya."

Mata Adora terbelalak. "Lo di-notice Kim Taehyung? Oh, tidak. Gue iri, serius."

Retta menatap Adora datar. "Ya enggaklah. Bukan Taehyung! Tapi, Melvin."

"Ah, syukurlah. Ternyata si Melvin, toh."

"Sebenarnya, lebih dari kata notice, sih."

"Maksudnya gimana, nih?" Adora mulai tertarik dengan arah pembicaraan Retta.

"Gue udah resmi dengan Melvin. Gue gak nyangka, Ra. Gue senang banget!" ucap Retta antusias.

"Ah, lebay lo! By the way, resmi apa nih?"

"Resmi pacaran."

Adora tampaknya ragu dengan ucapan Retta. "Kayaknya lo mimpi. Atau lo lagi berkhayal lagi?"

"Lo salah. Itu bukan mimpi," jawab seseorang yang tiba-tiba datang dan berdiri berseberangan dengan Retta.

Mata Adora terbelalak. Itu Melvin sendiri yang menjawab. Jadi, mana mungkin dia tidak percaya lagi sekarang. "Wah, ternyata benar, ya!"

Melvin duduk berhadapan dengan Retta.

"Iya," ucap Retta dengan mata tertuju pada Melvin.

"Wah, selamat, ya!" ucap Adora antusias. Dia menepuk-nepuk bahu Retta beberapa kali. Dia ikut senang melihat temannya yang tidak lagi bertepuk sebelah tangan itu.

Tiba-tiba, Mark juga datang. Duduk di sebelah Melvin dan berhadapan dengan pacarnya sendiri, Adora. "Cewek gue jadi obat nyamuk, nih. Kasian lo, Ra. Untung gue datang."

"Biasanya juga gue yang jadi obat nyamuk antara kalian berdua," balas Retta.

"Adora, kita duduk tempat lain aja, yuk! Gak usah gangguin Retta," saran Mark.

"Baiklah, ayo!" Adora langsung menyanggupi. Kemudian tinggallah Retta dan Melvin di meja itu.

"Lo udah pesan apa?" Melvin bertanya. "Lo gak pesan yang pedas-pedas, kan?"

Retta menggeleng. "Enggak kok. Gue cuma pesan roti bakar sama teh hangat."

Melvin tersenyum. "Baguslah. Gue gak suka lo makan pedas. Hari ini biar gue yang bayar."

"Eh, gak papa." Retta keberatan kala Melvin berniat mentraktirnya.

"Gue pacar lo."

"Meski pacaran, gak mesti ditraktir sama cowoknya, kan?"

"Iya juga."

Retta tersenyum. "Ya udah, gak papa hari ini lo yang traktir. Besok-besok bisa gue yang traktir."

Melvin mengangguk. Dia membalas senyum Retta, maklum baru jadian jadi senyum-senyum terus. Keduanya tak peduli kala ada beberapa pasang mata menatap keduanya iri dan sekaligus tidak menyangka, melihat Melvin yang terkenal kejam itu tersenyum manis pada Retta.

"Gue suka," ucap Melvin dengan suara kecil. Dia menatap Retta teduh.

"Suka apa?"

"Senyum lo."

🌠🌠

Terima kasih bagi yg setia sama cerita ini. I Purple You 💜

Jangan lupa jaga kesehatan, ya. Mampir juga di cerita 111 Days. Saya tunggu dukungan kalian.

Published : April, 17, 2020.

Best regards,

Warda.

Approccio [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang