04 | Caper

5.1K 370 1
                                    

Retta terbangun dari tidurnya, dia melirik jam yang menempel di dinding kamarnya yang bercat merah muda itu.  Ternyata, masih tengah malam. Tenggorokannya terasa kering, oleh sebab itu, dia bangkit berdiri dan bergegas menuju dapur untuk membasahi tenggorokannya itu. Di meja makan, tepatnya di dapur, dia melihat sosok Indira yang duduk termenung di sana.

Dengan langkah pelan, dia mendekati Indira, lalu duduk di kursi sebelah kanannya Indira. Dia membuat Indira sedikit terkejut atas kehadirannya. Dia menatap ke arah Indira. Ada air mata di pipi wanita itu. Retta terenyuh melihat itu. Rasa hausnya mendadak hilang, dan dia, kini memeluk tubuh Indira. Dia ingin memberikan ketenangan pada wanita yang sangat dia sayangi itu. Wanita yang sangat berharga baginya, meski dia dan wanita itu sama sekali tidak memiliki ikatan darah.

Retta menguraikan pelukannya. Dia ingin bertanya, tapi dia urungkan kembali.

"Ibu rindu sama anak Ibu," ucap Indira sendiri tanpa ditanya oleh Retta.

Retta memang tahu kalau Indira punya anak kandung laki-laki. Namun, sejauh ini dia tidak ingin bertanya lebih jauh. Seperti, siapa nama anak laki-laki Indira, di mana tinggalnya? Berapa umurnya? Retta tidak berani bertanya. Kecuali Indira sendiri yang memberi tahunya. Dia tidak ingin, jika dia bertanya lebih lanjut, itu akan melukai perasaan Indira.

Setelah menyeka air matanya, Indira tersenyum tawar pada Retta. "Kamu udah remaja sekarang, Rett. Dan tidak akan lama lagi, kamu akan dewasa, dan kamu akan menikah. Jika saja Ibu bertemu sama anak Ibu, pasti Ibu bakalan jodohin kalian. Ibu ingin kalian menikah."

Retta tersenyum simpul. "Benarkah? Bagaimana kalau suatu hari Retta dan Ibu benar-benar bertemu sama anak Ibu?"

"Jika itu benar terjadi. Ibu harap dia tertarik padamu. Dan kalian, akan menikah. Lalu kalian akan memberi Ibu cucu yang lucu." Indira tersenyum membayangkan. Detik berikutnya, matanya berkaca-kaca. Itu adalah bagian dari mimpinya Indira. Dia ingin sekali, mimpinya itu terealisasi.

Retta bersemu merah mendengar ucapan Indira. Jika dia benar-benar bertemu dengan anak kandungnya Indira, dia harap anak kandungnya Indira tersebut menyukainya, dan dia pasti dengan mudahnya melupakan Melvin.

"Omong-omong, kamu tenang saja, akan Ibu pastikan anak Ibu itu tampan. Dan sangat cocok sama kamu," ucap Indira sambil mengusap rambut hitam legam sebahu Retta. "Ya udah, ayo balik ke kamar! Kamu harus tidur, Nak! Besok kamu sekolah."

"Baik, Bu. Retta mau minum dulu!"

Setelah Retta menuntaskan hausnya, dia dan Indira pun bergegas ke kamar masing-masing.

🌠🌠

Melvin menepikan mobilnya di dekat gerbang sekolah. Dia tidak langsung memasuki sekolah. Matanya menatap ke arah minimarket sana. Dalam hatinya, dia terus berdoa agar matanya menangkap lagi keberadaan sosok wanita yang familier itu. Dia sangat-sangat berharap kalau wanita itu adalah sosok yang dia cari selama ini.

Dia masih memiliki waktu sekitar lima belas menit lagi sebelum bel masuk berbunyi. Dia terus menatap ke seberang sana.

Deg! Jantung dia berdebar-debar. Benar, dia tidak mungkin salah. Wanita yang baru keluar dari minimarket itu adalah sosok yang dia cari. Sebelum dia terlambat seperti tempo hari, dia harus memastikannya sekarang juga. Cepat-cepat dia keluar dari mobilnya. Namun, keadaan jalan raya tampaknya tidak bersahabat. Ada banyak kendaraan yang berlalu-lalang. Dia panik, takut kehilangan jejak wanita itu.

Melvin nekat, dia terus menyeberang jalan hingga beberapa motor bahkan mobil hampir menabraknya. Hingga suara klakson berbunyi dari beberapa pengendara tertuju untuknya. Ketika dia sampai ke tempat tujuannya, sayang sekali wanita yang dia lihat itu sudah pergi dengan motor sekitar tiga puluh meter dari kaki Melvin berpijak.

Melvin ragu untuk mengejar, oleh sebab itu, dia memicingkan matanya. Mencoba menghafal pelat motor itu. Berharap itu akan membantunya di kemudian hari.

Tiba-tiba, seseorang menabrak tubuhnya dari belakang. Melvin berbalik dan mendapati seorang siswi yang berseragam sama dengannya, terduduk di tanah dengan dua buku cetak yang ikut jatuh. Sepertinya, siswi itu baru saja keluar dari minimarket tersebut. Ketika siswi itu mendongak, Melvin menghela napasnya. Kalau dia tidak salah, siswi itu adalah cewek yang pernah mengaku suka padanya. Melvin tidak ingat nama siswi itu. Karena itu sangat tidak penting baginya. Ya, baginya, untuk sekarang memang tidak penting untuk mengingat nama siswi itu.

Retta memunguti bukunya dengan cepat. Lalu bangkit berdiri. Dia mulai ketakutan setelah tahu kalau orang yang dia tabrak barusan adalah Melvin. Bagaimana ini? Sepertinya Melvin marah padanya. Lihat saja raut wajah cowok itu, benar-benar menakutkan. Bola mata hitam pekat laki-laki itu lagi-lagi menusuk matanya. Retta merutuki dirinya sendiri, jelas-jelas dia ketakutan melihat raut wajah Melvin. Lalu, mengapa dia sampai menyukai cowok seperti Melvin?

"Ma-maaf," ucap Retta terbata-bata, seperti biasa.

"Lo lagi?" ketus Melvin. "Lo sengaja?"

Retta menggeleng. "Gak sengaja. Ma-maaf."

Melvin menatap Retta sinis. "Gue gak suka lo nabrak gue kek tadi. Dan ini, adalah kedua kalinya. Lo kayak caper tau gak? Sadar diri bego! Gue gak bakalan suka sama lo. Jadi, lo enyah dari dekat gue! Gue gak mau lihat orang kayak lo!"

Jleb. Ucapan Melvin barusan benar-benar pedas dan seakan-akan menusuk hati Retta. Tapi, soal caper atau cari perhatian, Retta benar-benar tidak bermaksud demikian.

"Gue gak caper kok," ucap Retta sambil menahan sesak di dadanya. "Udah gue bilang, gue gak sengaja. Dan maaf, udah buat lo marah. Sekali lagi, maaf."

Melvin tak acuh. Lalu berlalu pergi, sebelum gerbang sekolah ditutup.

Retta memegangi dadanya. Ucapan Melvin, begitu membekas. Menoreh luka di hatinya.

🌠🌠

Koridor sekolah sedang ramai saat ini. Para penghuni sekolah mulai mempercepat langkah mereka menuju kelas masing-masing karena satu menit lagi bel masuk akan berbunyi. Mungkin, hanya Melvin yang tidak terlalu terburu-buru. Dia sedang memikirkan wanita yang dia lihat beberapa saat yang lalu.

Tiba-tiba, seseorang menabraknya. Sial, kenapa sih, beberapa hari ini banyak sekali orang yang berhobi menabraknya? Rasa kesal Melvin semakin bertambah setelah tahu siapa yang menabraknya. Namanya Shinta. Siswi sekelas dengannya yang menabrak mejanya tempo hari.

Sungguh, Melvin sungguh kesal saat ini. Dia mendorong Shinta hingga cewek itu terjatuh ke lantai. Beberapa orang yang berlalu-lalang menghentikan langkahnya, mengabaikan bahwa mereka kemungkinan akan telat masuk kelas.

"Hei!" teriak Melvin. "Bukannya udah gue ingatin ke lo?! Dan lo, nabrak gue lagi sekarang. Dan lo, udah usik gue goblok! Lo mau mati?"

Shinta tampak ketakutan.

Beberapa meter dari sana, Ziggy menghela napasnya. Dia lelah melihat temannya yang berhasil memancing perhatian itu. Dia heran, kenapa sih temannya itu suka sekali marah-marah?

Ziggy pun mulai melangkah mendekati Melvin. Seperti biasa, dia selalu menjadi penengah di tengah keributan yang dibuat Melvin.

🌠🌠

Ambil yang baik saja dari cerita ini, yang buruknya tinggalkan.
Thanks.😊

By Warda, 07 November 2019

Approccio [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang