Bersanding denganmu, mungkin hanya sebatas khayal.
🌠Kantin sekolah. Retta berdiri mengantri di depan penjual jus. Dia melamun. Sampai tidak sadar kalau ada Melvin yang juga mengantri di sana, tepat di sebelah kanannya. Tiba-tiba, seseorang mendorongnya dari samping kiri, otomatis Retta menabrak orang yang ada di sebelah kanannya. Kepala Retta membentur bahu lebar seseorang di sebelahnya itu.
Deg! Begitu terkejutnya dia setelah sadar si empunya bahu lebar itu adalah Melvin. Jantungnya langsung saja menggila. Namun, perlahan-lahan menjadi sesak, kala tatapan tajam itu lagi-lagi seolah menusuk matanya. Juga menusuk hatinya kala cowok itu mundur dan membuat jarak dengan dirinya.
Melvin menatap Retta dari ujung rambut hingga kaki. Lalu tatapannya berubah sinis.
"Ma-maaf," ucap Retta terbata-bata. Entah kenapa, jika di depan Melvin dia selalu menjadi sosok yang lemah. Dia menatap ke sekelilingnya, beberapa pasang mata, sudah tertuju padanya dan Melvin. Jangan lupakan, karena kejadian memalukan kemarin, satu sekolah mengenalnya. Oleh sebab itu, Retta pun berlalu pergi dari tempat itu.
Sebelum pergi dari kantin, dia berjalan ke arah meja yang ditempati Adora, lalu memberi tahu temannya itu kalau dia tidak jadi membeli jus dan hendak kembali ke kelas. Karena tidak ingin sendiri, Adora pun ikut Retta ke kelas.
Di kelas, Retta menjatuhkan wajahnya ke atas mejanya. Rasa haus dan laparnya mendadak hilang. Tidak ada keceriaan di wajah Retta. Tatapan tajam Melvin tadi terus memenuhi otaknya. Tatapan itu, Retta tidak suka. Tidak ada keteduhan, tidak ada kelembutan. Retta mengangkat wajahnya dari meja, lalu menopang wajahnya dengan kedua tangannya.
"Retta, lo kenapa lagi?" tanya Adora sambil mengunyah keripik ubi ungu kesukaannya. Adora memang tidak tahu kalau tadi Retta mengantri jus bersebelahan dengan Melvin.
"Gak tau," balas Retta sambil tersenyum tawar.
"Gue gak tau kenapa jadi selemah ini pas ada di dekat Melvin. Gue gak tau kenapa gue bisa suka sama Melvin. Gue gak tau kenapa gue suka sama cowok sombong, kejam, dan jarang senyum kayak Melvin! Gue gak tau, Ra!" lanjut Retta dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Kenapa gue bodoh banget sih?! Kemarin kenapa gue harus jujur sama Melvin kalo gue suka sama dia? Gue bodoh banget, berharap kalo dia juga bakalan suka sama gue, padahal itu hanya akan terjadi di khayalan gue."
Adora menepuk-nepuk bahu Retta. "Rupanya, lo ketemu Melvin di kantin, makanya lo balik ke kelas ya? Retta, lo gak boleh rendahin diri lo sendiri. Lo gak boleh bilang diri lo bodoh kayak gitu. Gini aja deh, gue punya solusi buat lo."
"Solusi?"
Adora mengangguk. "Bagaimana kalo kita cari saja cowok yang suka sama lo, terus lo coba suka juga sama cowok itu dan lo harus ngelupain Melvin. Otomatis, lo gak bakalan patah hati kayak gini dan cinta lo sudah pasti terbalas."
Retta menatap Adora datar. "Gak semudah itu, Ra."
Adora menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Iya, sih. Tapi, daripada lo sakit hati kayak gini. Coba deh sibukin diri lo sendiri. Kayak belajar, nonton drakor, atau apalah yang bisa bikin lo lupa masalah perasaan lo ke Melvin."
Retta terdiam sesaat. "Baiklah, gue bakalan coba."
🌠🌠
Musim panas, Italia.
Enam tahun yang lalu. Seorang anak laki-laki tampak ngos-ngosan setelah menendang bola kaki asal-asalan. Hari menjelang siang, sinar matahari begitu terik, namun anak laki-laki itu begitu semangat menendang bola itu asal-asalan di halaman rumahnya. Dia beristirahat sejenak kala dia agak kelelahan.
"Melvin!" panggil seseorang. Anak laki-laki yang bernama Melvin itu menoleh ke arah sumber suara. Dia menyunggingkan senyumnya kala wanita yang tak lain adalah ibunya itu berjalan ke arahnya. Lalu memeluknya erat.
"Melvin, kamu bau sekali. Tubuhmu penuh keringat," ibunya Melvin menguraikan pelukannya pada Melvin. Lalu menatap Melvin dengan tatapan sendu.
"Kalo Ibu sewaktu-waktu tidak ada di sampingmu, kamu jangan lupa makan yang banyak ya, Nak! Kamu harus jaga kesehatanmu, kamu harus bahagia. Dan tumbuhlah menjadi laki-laki yang tampan dan baik hati. Ibu sangat menyayangimu Melvin," ucap ibunya Melvin dengan suara parau. Mata wanita itu berkaca-kaca.
"Of course," jawab Melvin kecil antusias. Tiba-tiba raut wajahnya berubah kala sadar ada yang aneh dengan ibunya. "Mom, what the happened? Are you crying?"
Ibunya menggeleng. "Ibu sangat menyangimu, Nak."
"Ibu mau pergi? Ibu mau ke mana?"
Meskipun Melvin lahir dan tinggal di Italia, Melvin begitu lancar berbahasa Indonesia karena ibunya selalu mengajarinya bahasa Indonesia.
Ibunya Melvin menggeleng lagi. "Ibu gak pergi ke mana-mana kok. Ibu selalu ada di hatimu, Nak."
Dan Melvin yang masih kecil itu, percaya dengan ucapan ibunya itu. Dia tidak tahu kalau itu adalah salam perpisahan dari ibunya. Setelah hari itu berlalu, Melvin tidak pernah bertemu lagi dengan ibunya hingga sekarang. Hingga dia sudah berada di tahun terakhir SMA.
BRAK!!
Lamunan Melvin buyar kala tiba-tiba seorang siswi di kelasnya tidak sengaja menabrak mejanya. Membuat dia agak terkejut. Melvin bangkit berdiri. Seperti biasa, dengan tatapan tajam andalannya ketika marah, dia menatap siswi itu.
"Siapa suruh nabrak meja gue? Siapa suruh lo buat gue terkejut? Lo buta? Gak bisa lihat meja segede ini!" hardik Melvin dengan suara kerasnya. Menjadikannya sebagai pusat perhatian di kelas. Dan pemandangan seperti itu, sudah biasa bagi teman-teman sekelasnya.
Siswi itu menunduk. Dia selalu menciut bila berurusan dengan Melvin. Dengan terbata-bata, dia berucap, "Ma-maaf, gu-gue gak sengaja."
"Sekali lagi lo kayak gini, gue bakalan bikin lo nyesel udah usik gue!" ancam Melvin.
Ziggy yang melihat itu berdiri di tengah-tengah Melvin dan siswi itu. Ziggy mendorong Melvin agar teman sebangkunya itu kembali duduk di kursi. Lalu Ziggy juga menyuruh siswi itu untuk kembali duduk di kursi.
"Emosian banget sih, lo? Lo pikir manusia itu semuanya sempurna? Lo pikir ada manusia biasa kayak kita yang gak pernah buat kesalahan? Dasar lo, ya, kek kinkong!" cibir Ziggy setelah duduk di sebelah Melvin.
Melvin menatap Ziggy datar. Dia tidak peduli dengan ucapan Ziggy.
"Kemarin, lo sakitin hati anak orang. Kalo mau nolak cewek, ya tolak dengan baik-baik. Cewek itu pasti sakit hati kalo lo ngomong kayak gitu. Beneran, deh, lo udah gak punya hati nurani ya?" tanya Ziggy heran dengan sifatnya Melvin itu.
Melvin mengangguk, "Ya, gue memang udah gak punya hati nurani."
Melvin pun bangkit berdiri dan bergegas keluar kelas.
"Melvin, mau ke mana lagi lo? Udah bel masuk woi!" teriak Ziggy. Namun, tidak dipedulikan oleh Melvin.
🌠🌠
See you next part!
By Warda, 06 November 2019.
KAMU SEDANG MEMBACA
Approccio [Completed]
Teen FictionSatu sekolah tahu kalau Retta suka Melvin. Satu sekolah juga tahu kalau Melvin tidak suka Retta. Tapi, karena suatu hal, Melvin mulai mencemaskan Retta. Apalagi setelah keduanya sering bertemu di rumah yang sama. Dan memanggil seseorang dengan pangg...