Retta melirik jam yang tertempel di dinding kamarnya. Sudah dini hari. Retta menarik selimutnya, dia kedinginan. Di luar sana sedang hujan lebat. Hal itu, tidak menutup kemungkinan kalau tenggorokannya kering. Dia haus.
Maka dari itu, bangkitklah dia dari kasurnya dan bergegas membasahi tenggorokannya di dapur. Retta berjalan melewati ruang tengah. Tanpa sengaja, dia melihat sesuatu di sofa ruang tengah. Untuk memastikan bahwa penglihatannya tidak salah, Retta mendekat ke arah sofa tersebut. Didapatinya Melvin yang tertidur di sofa itu.
Indira memang memberi kunci rumah cadangan untuk Melvin. Jadi, Melvin bisa ke sana kapan saja. Melvin terlihat kedinginan, tanpa selimut. Sepertinya Melvin tiba di rumah Indira kala Indira dan Retta sudah tertidur. Jadi, cowok itu tidak meminta selimut, tepatnya tidak ingin mengganggu orang tidur.
Retta iba, juga sangsi. Apa sebaiknya dia mengambil selimut untuk Melvin? Baiklah, Retta memutuskan untuk mengambil selimut untuk Melvin. Daripada cowok yang disukainya itu tidur dalam kedinginan. Retta tidak bisa membiarkan itu. Retta sayang Melvin.
Setelah mengambil selimut, Retta dengan langkah pelan mendekati Melvin. Benar-benar pelan langkahnya agar tidak membangunkan Melvin. Mungkin, selain suara hujan, jantungnya juga mulai berisik saat ini. Dia membungkuk. Lalu menyelimuti Melvin sepelan mungkin.
Setelah berhasil, masih membungkuk. Retta melirik ke arah wajah cowok itu. Retta menahan dirinya. Dia, ingin menyentuh wajah cowok itu. Dia, menyukai cowok itu. Karena takut Melvin terbangun, Retta pun hendak bergegas pergi. Namun, tiba-tiba, Melvin menarik tangannya. Retta tersentak kaget. Saat itu mata Melvin masih tertutup.
"Ibu!" Melvin tampak mengigau.
Syukurlah. Setidaknya Melvin tidak menyadari kalau itu adalah Retta. Jadi, dengan pelan-pelan Retta berusaha melepaskan tangan Melvin yang menarik tangan kirinya itu. Retta tersenyum tipis. Lalu bergumam dengan suara kecil, "Vin. Kayaknya gue gak bisa jauhin lo. Gue, gak bisa lupain lo. Gue, masih suka sama lo. Maaf."
Dan Retta pun hendak berlalu lagi. Namun, lagi, Melvin menarik tangannya Retta. Kemudian mengigau lagi.
"Kalo begitu, jangan jauhin gue!" Dan kini, igauan yang membuat jantung Retta jadi berisik, berdebar kencang maksudnya.
Retta terbelalak, semakin terkejut kala mata cowok itu kini terbuka. Retta panik. Dia pasti ketahuan.
Satu hal yang tidak Retta tahu. Kalau Melvin, tadi, bukanlah mengigau. Melvin memang sudah sadar sejak Retta menyelimutinya.
Retta berusaha melepaskan tangannya dari tangan Melvin. Namun, tidak bisa. Melvin begitu erat menarik tangannya. Tatapan tajam Melvin menatap wajahnya lekat-lekat. Sial, Retta tertangkap basah.
"Lo ngapain?" satu pertanyaan meluncur dari mulut Melvin.
"Ma-af. Gue, cuma mau se-selimutin lo. Lo pa-pasti kedinginan!" Retta terbata-bata.
Melvin tidak membalas apa pun lagi. Dan membiarkan Retta berlalu pergi. Sial, Melvin heran pada jantungnya. Diberi perhatian seperti itu oleh Retta membuat jantungnya berisik. Dan Melvin, masih belum bisa mengartikan itu.
Dengan cepat Retta memasuki kamarnya. Rasa hausnya mendadak hilang.
"Kalo begitu, jangan jauhin gue!"
Aduh, Retta jadi kepikiran. Apa maksud Melvin dengan mengatakan itu? Melvin menyuruh Retta agar tidak menjauh? Melvin mendengar ucapannya kala masih tertidur?
Ah, bagaimana ini?! Sepertinya Retta tidak bisa melanjutkan tidurnya. Ada banyak pertanyaan yang terus bermunculan di otaknya. Jantungnya pun terus berdebar-debar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Approccio [Completed]
Teen FictionSatu sekolah tahu kalau Retta suka Melvin. Satu sekolah juga tahu kalau Melvin tidak suka Retta. Tapi, karena suatu hal, Melvin mulai mencemaskan Retta. Apalagi setelah keduanya sering bertemu di rumah yang sama. Dan memanggil seseorang dengan pangg...