20 | Tidak bisa fokus

3.7K 248 6
                                    

Melvin lelah mendengar pintaan Ziggy hari ini.

Jadi, mau tak mau dia harus mengajak temannya itu untuk bertemu dengan Indira malam ini. Agar temannya itu berhenti memintanya untuk dipertemukan dengan ibunya itu. Melvin heran entah apa yang membuat temannya itu seperti sangat ingin bertemu dengan ibunya.

Ziggy duduk bersebelahan dengan Melvin di ruang tamu rumah Indira. Dia tersenyum ramah ke Ibu kandung temannya itu. Lalu mulai memperkenalkan diri. "Saya Ziggy, Tan. Saya teman sebangkunya Melvin. Dan juga, mungkin saya satu-satunya orang yang betah berteman dengan Melvin, hehe."

Ziggy menatap ke arah Melvin beberapa detik. Dan Melvin malah menatapnya dengan tatapan tajam dan seolah-olah mengatakan "Mau mati lo?" padanya, pertanda bahwa candaannya sama sekali tidak lucu.

Sementara Indira, hanya tersenyum. Dia bisa merasakan kalau Ziggy dekat dengan Melvin. Setidaknya, dia senang akan itu. "Wah, benarkah? Apa enggak ada yang mau berteman dengan Melvin selain kamu?"

Ziggy menggeleng. "Sebenarnya bukan enggak ada. Hanya saja, wajah Melvin terlihat seram. Dia sering marah-marah soalnya, Tan. Makanya banyak orang yang malas berteman dengan Melvin."

Melvin berdeham. Ziggy menggosipinya dengan ibu kandungnya sendiri dan bahkan di depannya sendiri. Wah, rasanya Melvin ingin melakukan sesuatu atau memberi pelajaran untuk temannya itu jika saja Indira tidak ada di sana.

"Salah satu tujuan saya ke sini memang buat ngadu sama Tante. Kalo anak Tante ini sering nyakitin hati anak orang, Tan. Termasuk saya sendiri. Tapi, sejauh ini saya udah kebal, Tan," lanjut Ziggy sambil tersenyum geli, sesekali menatap ke arah Melvin yang terlihat menahan amarah.

Indira menatap ke arah Melvin. "Melvin, apa benar begitu?"

Melvin terdiam. Lalu mengangguk kecil. Di tempatnya, Ziggy yang melihat itu malah menahan tawa.

"Habis lo, Vin! Hahaha...," batin Ziggy.

"Melvin, kamu masih suka marah-marah? Ibu gak suka kamu kayak gitu, Nak." Indira menatap tak percaya ke arah Melvin.

Ziggy terus memanas-manasi Melvin. Dan, berakhirlah Indira yang terus menasihati Melvin. Bagi Ziggy itu adalah tontonan langka. Apalagi saat dinasihati Indira, Melvin hanya terdiam dan terlihat begitu patuh.

🌠🌠

Setelah memastikan Ziggy sudah pulang, barulah Retta keluar dari kamarnya. Duduk di sebelah Indira. Tangannya memegang selembar kertas yang dia lipat kedua. Sesekali dia melirik ke arah Melvin yang duduk di seberang meja. Jika masih ada cowok itu di sana, dia tidak berani memperlihatkan kertas itu pada Indira. Jadi, sepertinya dia urung untuk melakukan niatnya untuk itu.

Daripada dia malu kalau Melvin tahu nilai yang ada di kertas tersebut. Karena Retta tahu kalau Melvin itu pintar, tidak sepertinya yang pas-pasan.

"Ada apa, Nak?" tanya Indira.

Retta menggeleng, "Nanti aja, ya, Bu!"

Indira mengernyitkan keningnya, "Apanya yang nanti?"

Retta terlihat ragu menjawab, masih curi-curi pandang ke wajah cuek Melvin. "Ada yang ingin Retta bilang ke Ibu. Tapi, nanti saja."

"Kenapa harus nanti? Kenapa enggak sekarang aja?" heran Indira. Tatapan Indira jatuh pada selembar kertas yang terlipat di tangan Retta. Indira menarik kertas itu. "Ini apa?"

"Ibu, jangan!" seru Retta. Namun, dia terlambat. Indira sudah membuka kertas miliknya itu dan melihat apa yang ada di sana. Tamatlah sudah dia. Melvin akan tahu kalau dia tidaklah pintar.

Approccio [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang