Retta melirik jam tangannya. Hari sudah gelap. Sekarang saatnya untuk menutup mini market. Lucas sudah pulang duluan. Begitupun dengan Indira. Maka tinggallah dirinya seorang di sana. Kala dia hendak beranjak dari tempat kasir, dia kedatangan seseorang.
Orang itu adalah Melvin. Melvin berjalan ke arah lemari pendingin minuman. Mengambil sebotol air mineral lalu berjalan ke arah Retta, untuk membayar.
Seperti biasa, jantungnya Retta berdebar-debar kala berada dalam jarak dekat dengan Melvin. Di depannya, Melvin menaruh selembar uang lima puluh ribu untuk membayar air mineral yang ada di tangan kanan cowok itu. Retta terlihat ragu mengambil uang dari Melvin. Bagaimana tidak? Melvin kan anak Indira. Alias anak pemilik mini market itu. Jadi dia bingung, antara mengambil uang itu atau tidak.
"Gak papa. Gak usah bayar," tolak Retta.
"Ambil!" ucap Melvin dingin.
"Lo kan anak kandungnya Ibu! Jadi, gak usah bayar. Gue aja kalo mau gak dikasih izin bayar sama Ibu. Gue--"
"Ambil!" tegas Melvin memotong ucapan Retta. Dan ternyata, bersama tatapan tajamnya itu dia berhasil membuat Retta mengambil uang itu. Lalu, dia pun berlalu pergi tanpa ada kata lagi yang mengudara.
Bahu Retta merosot. Memandang punggung cowok yang disukainya itu yang perlahan-lahan menghilang dari pandangannya.
Melvin selalu begitu. Selalu menatapnya tajam dan ucapan cowok itu kerap menyakitinya. Padahal, tadi pagi dia sudah senang sekali hanya karena ucapan 'makasih' dari Melvin dan juga senyum tipis tulus cowok itu. Serius, dia tidak suka tatapan tajam cowok itu.
"Kapan ya dia natap teduh ke gue?"
🌠🌠
"Ibu mau ke mana?" Melvin bertanya kala dia baru saja sampai di rumah Indira.
"Ibu mau ke rumah tetangga sebentar." Indira menunjuk ke arah semangkuk sup ayam yang ada di tangan kanannya. "Ini! Ibu masak banyak malam ini. Jadi, mau kasih ini buat tetangga. Kamu duduk aja sana! Terserah kamu juga mau ngapain. Toh, ini rumah kamu juga, Nak. Ya udah, Ibu pergi dulu ya?"
Melvin mengangguk. Setelah Indira berlalu dari hadapannya, dia berjalan ke arah ruang tengah dan mendudukkan dirinya di sofa.
Sementara itu, di kamarnya Retta. Retta baru saja selesai menonton film horor di laptopnya. Retta mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamarnya. Dia yang tadinya duduk di tepi ranjang cepat-cepat menarik kakinya dan beringsut duduk ke tengah ranjang. Tiba-tiba dia membayangkan kalau ada hantu yang akan menarik kakinya dari kolong tempat tidur.
Retta menoleh ke belakang. Bulu kuduknya berdiri. Mungkin itu efek dari menonton film horor yang terbilang seram. Retta menatap ke arah ventilasi udara di kamarnya. Memastikan tidak ada tangan makhluk seram itu di sana.
Daripada bertahan dalam pikiran yang tidak-tidak itu, lebih baik dia menghampiri Indira saja. Retta bangkit berdiri dan berjalan keluar kamar. Namun, baru sampai di ambang pintu, tiba-tiba listrik padam. Semuanya gelap, Retta takut. Sial, ponselnya ketinggalan di atas nakasnya. Rasa takutnya menang, padahal nakas hanya beberapa meter darinya, toh dia masih di ambang pintu. Namun, karena itu, dia malah melangkahkan kakinya menjauhi kamarnya.
Nah, pas sekali, dia melihat cahaya ponsel di ruang tengah. Pasti itu Indira. Tanpa berpikir lebih lama, Retta langsung berjalan cepat ke arah cahaya ponsel itu.
"Ibu!" ucapnya sambil duduk di sebelah orang yang memegangi ponsel itu, padahal dia tidak tahu pasti siapa yang memegang ponsel itu karena gelap. Namun, feeling-nya mengatakan kalau itu adalah Indira. Jadi, dia langsung memeluk si pemilik ponsel itu dari samping. "Retta takut, Bu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Approccio [Completed]
Teen FictionSatu sekolah tahu kalau Retta suka Melvin. Satu sekolah juga tahu kalau Melvin tidak suka Retta. Tapi, karena suatu hal, Melvin mulai mencemaskan Retta. Apalagi setelah keduanya sering bertemu di rumah yang sama. Dan memanggil seseorang dengan pangg...