Tak diundang. Wajah cewek itu terus-menerus hadir dalam pikirannya.
Melvin yang baru selesai mengerjakan tugas sekolahnya, beranjak dari meja belajarnya lalu menghempaskan tubuhnya ke atas kasur empuknya.
Pikirannya asyik memutar file di mana Ziggy yang terlihat dekat dengan Retta. Sial, kenapa dia terus kepikiran Retta? Kenapa dia tidak suka saat Retta tersenyum manis pada Ziggy? Kenapa, sih?
Apa itu semua karena dia mulai ada perasaan lebih pada Retta? Benarkah dia mulai menyukai Retta?
🌠🌠
Sebisa mungkin Retta mengabaikan Melvin. Usai sarapan, dia tidak langsung beranjak dari kursinya. Apalagi itu pas sekali karena Melvin belum habis sarapannya. Oleh sebab itu, Retta akan melancarkan aksinya sekarang.
"Bu, Ziggy itu orangnya baik sekali. Dulu, Retta pikir dia orangnya sombong. Eh, ternyata, pas udah kenal, dia baik banget dan ramah, Bu. Wajah dia juga lumayan. Sikap sama wajahnya memang cocok," Retta berkata demikian pada Indira. Melakukan apa yang dia dan Ziggy rencanakan, memuji Ziggy.
"Wah, benarkah?" balas Indira.
Retta mengangguk mantap. Dia juga tersenyum lebar, dengan wajah yang terlihat begitu semangat. "Iya. Omong-omong, kalo Retta dekat sama cowok baik kayak Ziggy boleh gak, Bu? Retta nyaman sama Ziggy."
"Boleh. Tapi, kalian tidak boleh lewat batas ya. Dari yang Ibu lihat-lihat, Ziggy itu orangnya bertanggung jawab." Indira ikut memuji Ziggy. "Oh iya, kamu berangkat sekolah sama siapa?"
"Tentu saja, Bu. Ziggy itu gak suka marah-marah. Dia kalo marah ada tempatnya," Retta masih memuji Ziggy sekaligus menyindir seseorang, yang tak lain adalah Melvin. "Retta berangkat sama Ziggy lagi Bu."
Sementara itu, Melvin mulai panas. Ibunya dan Retta seperti sengaja membuatnya kesal seperti itu. Dua perempuan itu malah mengabaikannya dan sibuk memuji Ziggy. Jika tidak ada Indira di sana, Melvin mungkin akan mengetuk meja dengan kerasnya.
Tangannya meremas sendok makannya. Sial, dia jadi tidak selera menghabiskan sarapannya. Dia juga sangat-sangat tidak suka kala Retta memuji cowok lain dengan wajah penuh senyum dan penuh semangat seperti itu. Baiklah, Melvin akan jujur. Sekarang dia sudah tahu perasaannya pada Retta.
"Bu, Retta berangkat dulu ya!" Retta berpamitan pada Indira. Berpura-pura cuek pada Melvin, Retta langsung melangkah keluar rumah.
Di luar, tepatnya di halaman rumah di samping mobil Melvin, Ziggy sudah sampai dengan motor cowok itu.
Ziggy tersenyum tipis ke arah Retta. Karena penasaran, Ziggy pun langsung menyuguhi Retta pertanyaan, "Gimana? Lo udah ngelakuin apa yang gue suruh?"
Retta mengangguk. "Udah."
"Terus gimana wajah dia? Kelihatan cemburu gak?"
Retta terlihat bingung. Dengan suara kecil, dia menjawab. "Lo kan tau sendiri gimana ekspresi wajahnya Melvin? Tapi, yang gue sadari, dia kayak nahan sesuatu."
"Wah, kalo ada gue, gue pasti udah bisa baca nih ekspresi dia. Tapi, ya udahlah, ayo kita berangkat!" ajak Ziggy.
Retta mengangguk, lalu memakai helmnya. Tapi, kala dia hendak duduk di belakang Ziggy, sebuah tangan menghentikannya. Tangan itu dengan cekatan menariknya menjauh dari Ziggy sekitar satu meter.
Deg! Siapa lagi cowok yang bisa membuat Retta berdebar-debar selain Melvin? Benar, itu tangan Melvin. Melvinlah yang menarik tangannya agar menjauh dari Ziggy. Dan tidak Retta sangka lagi, Melvin melepaskan helm dari kepala Retta.
"Ke-kenapa?" Retta gugup.
"Berangkat sama gue! Mengerti?"
Retta menatap ke arah Ziggy. Ziggy menahan senyumnya sambil mengacungkan jempol jari tangan kanannya. "Gue tinggal dulu, ya? Dadah Retta. Dadah kingkong."
Setelah melambaikan tangannya pada Retta dan Melvin, Ziggy pun berlalu dengan motornya itu.
Setelah Ziggy berlalu, dengan keberanian yang terkumpul, Retta melirik ke arah wajah Melvin. Seperti biasa, wajah cowok itu terkesan cuek. Melvin kembali menyerahkan helm ke Retta. Itu memang helm milik Retta. Jadi, dengan kata lain Melvin menyuruh Retta untuk memasukkan helm ke dalam rumah.
Setelah membawa masuk helm itu ke dalam, Retta membuka pintu mobil Melvin dan duduk di sebelah cowok itu.
"Mulai besok lo gak boleh berangkat lagi ke sekolah sama orang lain. Kecuali sama gue dan Ibu," ucap Melvin dengan tatapan lurus ke depan. Sengaja, tidak menatap wajah Retta. Padahal dia ingin sekali menoleh ke arah Retta dan berharap cewek itu tersenyum manis ke arahnya. Padahal bisa saja dia meminta itu pada Retta, tapi dia gengsi. Padahal dengan senang hati Retta mau tersenyum manis untuknya. Kan Retta mencintainya.
"Kenapa gak boleh?" Retta penasaran. Dia menahan senyumnya.
"Kalo gak boleh ya gak boleh!" ucap Melvin dengan suara keras. Cowok itu kini sudah menatap ke arah Retta.
"Kan harus punya alasan. Gue gak tau alasan lo kenapa nyuruh gue gak boleh berangkat sama orang lain," Retta mulai berani pada Melvin.
Tidak ada jawaban. Dan datanglah hening. Melvin pun belum menghidupkan mobilnya. Tatapannya jatuh pada kedua tangannya sendiri.
"Tentu saja gue punya alasan," ucap Melvin memecahkan keheningan.
"Apa alasan lo?"
Tidak langsung menjawab, Melvin malah menatap ke dalam bola mata Retta. Tapi, kali ini, bukan tatapan tajam. Tapi, tatapan yang dalam dan begitu teduh.
"Apa?" tanya Retta lagi tak sabaran.
"Mi piaci," ucap Melvin dengan suara kecil.
Deg-deg, jantung Retta mulai menggila. Padahal dia tidak tahu apa yang dikatakan Melvin, tapi jantungnya berdebar-debar sendiri kala mendengar dua kata yang Retta tidak salah adalah bahasa Italia itu.
"Maksud lo apa? Gu-gue, gak ngerti!"
Bukannya menjawab, Melvin malah menghidupkan mobilnya. Melajukan kendaraan roda empat itu dan bergabung dengan kendaraan lainnya di jalan raya.
Sedangkan Retta, masih dengan rasa penasarannya. Membuka ponselnya dan coba mencari arti ucapan Melvin itu di google translate. Tapi, sial, dia lupa apa yang diucapkan Melvin tersebut ditambah suara Melvin kecil kala mengucapkan dua kata itu. Dan dia tidak berani meminta Melvin untuk mengulang dua kata itu.
"Apaan sih? Tadi dia bilang apa? Mi ... Mi apa sih? Ih, bego banget gue!" rutuk batin Retta.
🌠🌠
Tinggalkan jejak ya
See you;)By Warda, 29 Februari 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Approccio [Completed]
Teen FictionSatu sekolah tahu kalau Retta suka Melvin. Satu sekolah juga tahu kalau Melvin tidak suka Retta. Tapi, karena suatu hal, Melvin mulai mencemaskan Retta. Apalagi setelah keduanya sering bertemu di rumah yang sama. Dan memanggil seseorang dengan pangg...