36 | Marah Lagi?

3K 203 3
                                    

Setelah selesai jadwal bimbel hari ini, Melvin menjemput Retta. Katanya ceweknya itu ingin membeli sepatu sekolah baru. Jadilah keduanya saat ini pergi ke mall.

Usai mendapatkan pilihan sepatu yang dia suka, saat Retta hendak membayar Melvin menawarkan untuk menggunakan uang cowok itu saja. Namun, Retta menolaknya. Dia merasa tidak enak pada cowoknya itu.

Melvin tampaknya tidak juga menyerah. Agar Retta tak menolak, dia menggunakan kalimat, "Enggak baik nolak rezeki." Dan akhirnya Retta pun membiarkan dia membayarnya.

"Gue seneng kalo lo ke sekolah giat belajar, terus pakek sepatu yang gue beli." Melvin mengacak-acak rambut Retta di depan kasir. Membuat kasir wanita itu tersenyum melihat keduanya.

"Makasih," balas Retta seraya tersenyum tulus.

"Iya, sama-sama." Melvin menggiring Retta keluar dari toko sepatu itu. "Sekarang, lo mau ke mana lagi?"

Retta terdiam sesaat, memikirkan ke mana lagi dia ingin pergi. Namun, tiba-tiba pikirannya diinterupsi oleh seorang cewek yang tampak tergesa-gesa dan menabrak bahu Melvin keras.

Kesal, Melvin menghentikan langkah cewek yang menabraknya itu. Tiba-tiba dia jadi marah karena cewek itu awalnya malah terus berjalan dan tidak berniat meminta maaf padanya. "Lo jalan lihat ke mana, sih?! Kalo jalan hati-hati! Terus lo gak niat minta maaf?!"

Cewek itu terdiam, agak takut melihat kemarahan Melvin. Dia menundukkan kepalanya. "Tadi gue gak sengaja."

"Terus lo gak niat minta maaf?!" bentak Melvin.

Retta yang melihat itu mencengkeram lengan Melvin. "Udah, Vin. Gak usah marahin anak orang."

Cewek itu melihat Retta dan Melvin bergantian. "Maaf, gue benar-benar gak sengaja."

Retta tersenyum pada cewek itu. "Udah, pergi aja! Gak papa."

Cewek itu pun berlalu.

Kini sasaran Retta pada Melvin. "Lo marah-marah lagi? Dia itu gak sengaja, Vin."

Melvin menatap Retta lekat-lekat. "Iya gue tau dia gak sengaja. Tapi, budaya minta maaf itu perlu kalo tau bersalah."

"Tapi, gak usah bentak-bentak kayak gitu juga. Lo manusia, dia juga manusia. Manusia mana yang gak punya salah coba? Lo gak boleh kayak gini terus. Lo harus coba buat maafin kesalahan kecil orang. Bahkan lo juga sering buat kesalahan, kan? Lo bahkan kadang gak mikir ucapan dan tindakan lo bikin orang lain sakit hati. Dan juga, marah itu kurang baik." Retta memberi wejangan untuk pacarnya yang suka marah itu.

"Lo lagi ceramahin gue?!" tanya Melvin dengan suara agak keras, terdengar seperti membentak.

"Kenapa jadi berantem, sih?" Tidak sama seperti dulu lagi, Retta tidak terlalu takut lagi bila dibentak oleh Melvin. Dia menggenggam kedua tangan Melvin. Kemudian matanya menatap hangat ke manik mata cowoknya itu. "Vin, gue gak suka lo marah-marah kayak gitu. Itu enggak baik. Bahkan ibu juga larang lo marah-marah gak ada tempatnya, kan? Katanya kalo sering marah nanti cepat tua."

Mendapat tatapan hangat serta suara lembut Retta itu membuat Melvin luluh. Dia menghela napasnya, meredakan amarahnya yang mudah meluap itu. Kemudian tersenyum simpul. "Makasih udah ingatin gue."

"Sama-sama," balas Retta cepat.

"Sekarang, mau makan nih?"

Retta terdiam. "Cari makan di sini juga?"

Melvin mengangguk.

"Bagaimana kalo kita beli bahan makanan aja? Terus masak di rumah," saran Retta.

Setelah berpikir-pikir, tidak buruk juga sarannya Retta. Melvin mengangguk lagi. "Jadi, malam ini kita yang masak, nih? Terus kali ini Ibu tugasnya makan aja, kan?"

"Yes, why not?"

"Oke, ayo!"

🌠🌠

Mobil Melvin telah sampai di halaman rumah Indira. Keduanya telah sampai, pergi sore dan kini telah usai Magrib. Keduanya pun sudah menunaikan kewajiban di mushola mall.

Melvin mencegat Retta kala ceweknya itu hendak keluar dari mobil. "Tunggu dulu."

Retta mengernyitkan keningnya dan bertanya, "Kenapa?"

Melvin tidak menjawab, dia malah bersedekap dada. Kemudian menatap Retta lekat-lekat. Saat ini dalam mobilnya agak gelap, hanya lampu teras yang masuk.

Retta jadi deg-degan ditatap seperti itu. "Kenapa?" ulangnya lagi.

"Mau puasin lihat lo," jawab Melvin santai. Tak peduli kalau wajah Retta sudah merona saja.

"Kenapa enggak di rumah aja?"

Melvin menggeleng, lalu tersenyum manis. "Kalo di rumah, nanti ketahuan Ibu."

Retta kehilangan kata-katanya untuk menimpali. Yang pasti perasaannya senang saat ini.

Melvin menautkan jari-jari tangannya dengan jari tangan Retta. "Makasih, udah suka sama orang kayak gue."

"Makasih juga, udah balas perasaan gue."

Keduanya kini saling balas tersenyum.

"Ya sudah, ayo masuk!" ajak Retta. "Katanya mau masak, nih."

"Iya. Ayo!" balas Melvin sebelum keluar dari mobil. Dia mengekori Retta yang sudah duluan keluar dan telah tiba di teras rumah.

"Masak yang enak, ya!" seru Melvin.

"Kan lo mau masak juga? Kita sama-sama masak, kan?"

Melvin menggeleng.

"Terus lo ngapain?"

"Gue bantuin potong bawang aja."

"Bisa bercanda juga, ya lo!"

"Gue gak bercanda."

"Bisa bohong juga ternyata."

"Enggak bohong, kok."

"Gue suka sama lo, Vin."

"Gue gak suka lo!"

"Kali ini beneran bohong?"

"Iya."

🌠🌠

See you next part 😉
🖤🖤

Jangan lupa komentar dan votenya selalu ditunggu^^

Maaf atas segala kekurangannya.

Oh iya, mampir juga di cerita 111 Days. Thanks;)

15 Juni 2020.

Sincerely,

Warda.

Approccio [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang