25 | Ternyata

3.4K 229 21
                                    

Retta menyampirkan tas sekolahnya ke bahunya. Sudah siap berangkat ke sekolah. Dibukanya pintu kamar, tanpa sengaja didapatinya sesuatu yang tergeletak di lantai.

Retta menunduk, lalu memunguti setangkai mawar merah yang tergeletak itu. Retta mengerutkan keningnya, heran. Lalu bergumam, "Mawar punya siapa ya?"

Ditengah kebingungannya, datanglah Indira. Maka dari itu, langsung dia bertanya, "Ini mawar punya siapa, Bu?"

Indira malah tersenyum, bukannya memberi jawaban. "Melvin sudah berangkat sekolah duluan. Jadi, kamu berangkat bareng Ibu saja ya!"

Retta mengangguk. "Retta tunggu di luar ya?"

Indira mengangguk dan berlalu ke dapur sebentar. Sementara Retta, yang melewati ruang tengah, dibuat keheranan lagi. Retta melihat setangkai mawar merah lagi yang ada di atas meja. Retta mengambilnya dan kembali melanjutkan langkahnya.

Di ruang tamu, ternyata, ada mawar merah lagi. Dan Retta, mengambilnya lagi. Hingga di ambang pintu rumah, ada lagi mawar merah beserta selembar kertas yang terlipat. Tentu saja dia penasaran dengan selembar kertas itu. So, diambilnya kertas itu dibacanya apa yang tertulis di sana.

Sampai jumpa nanti;)

Sudut bibir Retta tertarik, membentuk senyum. Tulisan tangan itu, tulisan Melvin. Jantungnya berdebar-debar. Dia dan Melvin memang sedang banyak kemajuan.

Skip. Retta melirik jam tangannya. Masih pagi, tapi, jam pelajaran pertama hari ini gurunya tidak masuk alias jam kosong. Retta mengambil ponselnya, menghidupkan data seluler dan mendapat notifikasi kalau ada chat dari Melvin.

Menahan senyumnya, langsung dia membaca chat itu. Jangan tanya, jantungnya selalu menggila jika di notice oleh Melvin seperti saat ini.

Melvin : Sekarang, temui gue di lapangan basket!

Mata Retta agak terbelalak. Kemudian kembali normal sambil menarik napas dalam-dalam. Berharap ada kebahagiaan yang akan mengirinya. Bangkit berdiri dan hendak bertolak ke lapangan basket. Namun, suara Adora menginterupsi.

"Mau ke mana lo?"

"Ada ..." Retta menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sangsi, untuk jujur pada Adora. "Gue ada perlu sebentar."

"Apaan? Mau gue temanin?"

Retta menggeleng. "Gak usah! Gue pergi duluan ya!"

Retta pun bergegas pergi. Sesampainya di lapangan basket, bersama dengan debaran jantungnya, Retta mencari keberadaan Melvin. Namun, nihil. Tidak ada cowok itu. Disinari matahari pagi, Retta berdiri di tengah lapangan basket yang sepi itu. Retta menunduk.

"Retta!"

Refleks, Retta mendongak kala namanya di panggil. Melvin berjalan ke arahnya. Ada senyum tipis di wajah cowok itu.

"Demi apa, tampan sekali!" batin Retta.

Melvin menepis jarak dengan Retta. Retta jadi salah tingkah kala Melvin menatapnya teduh. Karena penasaran apa penyebab Melvin memintanya bertemu di sana, maka bertanyalah dia dengan terbata-bata, gugup. "Ke-kenapa lo a-jak gu-gue ke sini?'

"Sebentar lagi lo akan tahu," jawab Melvin serius. Masih dengan tatapan teduhnya.

"Oh iya, mawar merah itu, punya lo kan?"

Melvin mengangguk. Lalu menjawab, "Iya."

Kemudian hening. Retta menundukkan kepalanya. Hingga dia dapat melihat sepatu Melvin yang kini berhadapan dengan sepatunya, dengan kata lain, Melvin telah memangkas jarak. Retta mendongak, dia terkejut, jaraknya dengan Melvin benar-benar dekat. Kepala Retta hampir membentur dagu Melvin. Jadi, dia sedikit mundur ke belakang.

Kala dia hendak mundur lagi karena debaran jantungnya yang sudah tidak normal lagi, kedua tangan Melvin menghentikannya. Tangan cowok itu berada di bahunya. Mata cowok itu, beradu dengan matanya. Seperti, ada sesuatu yang ingin dikatakan cowok itu. Tatapan teduh itu, terlihat tulus.

"Gue ..." Melvin menggantung ucapannya.

"Kenapa?" tanya Retta seolah-olah tidak sabar menunggu cowok itu melanjutkan ucapannya. Namun, bukannya lanjut, Melvin malah semakin mendekat padanya. Cowok itu memiringkan wajahnya. Wajah cowok itu semakin dekat. Retta menelan salivanya susah payah.

"Gue juga suka sama lo Retta," ucap Melvin pelan dan semakin dekat.

"Retta bangun!"

Hampir saja sebuah kecupan mendarat, Retta malah terjaga dan berada dalam kamarnya dengan Indira yang duduk di tepi tempat tidurnya.

Gila! Mimpinya indah sekali. Dan Indira, sudah mengacaukannya. Sial, dia ingin melanjutkan tidur, padahal sedikit lagi, tanggung.

"Retta, kamu baru bangun tidur sekarang? Melvin udah siap dari tadi. Dia lagi sarapan. Dan kamu? Lihat! Kamu baru saja bangun! Cepat sana siap-siap!" omel Indira.

Bahu Retta merosot. Masih teringat mimpi indahnya tadi. Dengan lemasnya, Retta mengangguk. "Baik, Bu."

"Ibu tinggal dulu." Indira bangkit berdiri dan berlalu pergi.

"Ternyata cuma mimpi, ya?" gumam Retta. Padahal dia sangat mengharapkan kalau itu adalah nyata.

Retta mengucek matanya. Lalu bersiap-siap.

Setelah siap, dia berjalan ke meja makan. Aduh, jantungnya berdebar-debar. Pipinya merona kala melihat Melvin. Dia teringat mimpinya. Tanpa sadar, dia terus memperhatikan wajah Melvin hingga dia sudah duduk di kursi yang berhadapan dengan Melvin.

"Kenapa lo natap gue kek gitu?!" ketus Melvin dengan wajah datar.

Retta membuang mukanya ke arah lain. Dia kepergok Melvin. Benar-benar beda Melvin yang ada di mimpinya dan yang ada di dunia nyata. Rasanya Retta ingin tidur lagi dan bertemu dengan Melvin dunia mimpi saja. Di sana Melvin sangat baik dan juga ... menyukainya. Tapi, di dunia nyata? Melvin itu cuek, ketus, kadang dingin, suka marah-marah. Tapi, akhir-akhir ini sebenarnya Melvin juga mulai baik sih.

"Makan terus! Gak usah bengong, Nak!" tegur Indira.

"Ah, baik, Bu."

Di tengah-tengah sarapannya, Retta memikirkan perihal cowok yang duduk di hadapannya itu.

Retta, penasaran. Hari apa? Tanggal apa? Bulan apa? Tahun apa? Ketika Melvin benar-benar mengungkap perasaan padanya. Ketika Melvin mengatakan suka padanya.

Apa mungkin ... itu malah tidak akan pernah terjadi?

🌠🌠

See you next part;)
Maaf, atas segala kekurangannya.

Kamis, 30 Januari 2020.

By Warda.

Approccio [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang