45 | Can't

2.8K 181 5
                                    

Usai salat subuh berjamaah di musala rumah sakit, Retta bersama Indira kembali ke bangsal di mana Melvin dirawat. Retta memandangi Melvin dengan tatapan sendu. Tubuh Melvin masih panas. Ada perban di wajah cowok itu. Mata juga masih terpejam rapat. Membayangkan bagaimana Melvin dipukuli hingga babak belur seperti itu, pasti sakit sekali, Retta jadi menyesal karena mengabaikan cowok itu semalam.

"Retta, kamu pulang duluan, ya. Kamu kan mau sekolah," ujar Indira yang berdiri di sebelahnya.

Sebenarnya Retta tidak ingin pergi sekolah hari ini. Dia masih mau melihat Melvin. Sampai cowoknya itu terbangun, dia ingin berbaikan dengan Melvin. Namun, dia malah mengangguk, akan pergi sekolah.

"Sebelum pulang, beliin sarapan di warung depan rumah sakit sebentar. Kita makan di sini."

"Iya, Bu."

🌠🌠

Retta melambaikan tangannya kala melihat Ziggy yang berjalan menjauh dari parkiran khusus motor. Ziggy tersenyum ke arahnya, kini melangkah bersisian dengannya. Dia berniat memberi tahu keadaan Melvin pada cowok itu.

"Melvin hari ini gak masuk sekolah lagi. Dia sakit," ujarnya memulai pembicaraan.

Dahi Ziggy agak mengerut. "Sakit apa?"

"Semalam dia balik ke rumah Ibu dalam keadaan demam. Terus wajahnya babak belur kayak habis dipukulin. Gue enggak tau siapa dan apa sebabnya, dia belum bangun tadi subuh," jelas Retta.

"Lo serius?" tanya Ziggy. "Pasti berantem lagi dia. By the way, di rumah sakit mana dia? Nanti gue jenguk."

Retta memberi tahu tempat di mana Melvin dirawat. Di koridor utama sekolah, mereka berpisah karena arah kelas memang berbeda. Sebuah tangan merangkul bahunya tiba-tiba, dia dibuat terkejut. Setelah melihat siapa yang melakukan itu, dia mengelus dadanya. Adora cengar-cengir.

"Ngagetin aja lo!" kesal Retta.

"Siapa suruh jalan sambil galau gitu!" Adora menyamakan langkahnya dengan Retta. "Lo lagi banyak pikiran, ya?"

"Keliatan, ya?"

"Banget. Kenapa galau kayak gitu lo?"

Retta menghela napasnya. Bercerita pada Adora tentang penyebab dia kurang semangat pagi ini.

"Beneran?" Adora memastikan.

Retta mengangguk mantap. "Gak mungkinlah gue bohong hal kayak gini. Katanya ucapan itu doa. Masa gue doain Melvin sakit."

"Iya, iya, semoga Melvin cepat sembuh, ya!"

Tiba dalam kelas, Retta mendapati kehadiran Leo yang duluan tiba. Tidak, dia bukan menuduh Leo. Namun, dia ingin memastikan apakah  sebab Melvin terluka lagi ada hubungannya dengan Leo. Hanya untuk memastikan kecurigaannya tidaklah benar.

Retta pun tidak langsung duduk di kursinya, dia malah mendekat ke arah Leo. Memberanikan diri bertanya, ketimbang beradu asumsi dengan pikirannya sendiri. Leo yang tadinya sibuk dengan ponsel mendongak ke arahnya dengan tatapan seolah bertanya ada apa?

"Maaf, nih, gue mau tanya sesuatu."

"Tanya apa?" Sebelah alis Leo terangkat.

"Lo semalam ada ketemu sama Melvin enggak?" tanya Retta hati-hati.

Leo menggeleng. "Ngapain gue ketemu sama cowok lo? Lagian kami udah baikan, kok. Dan gue gak punya masalah lagi sama cowok lo."

Retta menatap wajah Leo lekat-lekat. Lawan bicaranya itu tampak serius. Maka dari itu dia percaya. "Oh, oke. Maaf kalo gue sempat curiga sesuatu ke lo."

Approccio [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang