22 | Kotak bekal

3.6K 254 5
                                    

Retta ingin bertanya, mengapa kursi di seberang tak terisi. Biasanya, pagi-pagi Melvin sudah menempati kursi itu untuk sarapan bersama Indira. Namun, pertanyaannya malah tertahan, atau lebih tepatnya urung untuk di keluarkan.

Retta hanya fokus pada sarapannya. Dan juga, pada pikirannya. Sebelum Indira membuka suara dan seolah menjawab pertanyaannya yang tidak jadi dia tanyakan.

"Melvin telat bangun pagi ini. Katanya, dia tidak akan ke sini. Jadi," Indira menaruh paper bag yang berisi kotak bekal ke atas meja, "Ibu mau nitip kotak bekal ini sama kamu. Ibu juga udah bilang sama dia."

"Baik, Bu." Dan itu, berarti Retta harus ke kelas Melvin begitu?

🌠🌠

Tadi, Retta sampai ke sekolah tepat ketika bel masuk berbunyi. Hendak memberikan kotak bekal itu malah tidak jadi gara-gara guru di kelas Melvin sudah masuk. Alhasil, dia harus mengantar kotak bekal itu kala jam istirahat. Dia tahu, itu sangat terlambat.

Retta menarik tangan Adora. Mengajak temannya itu untuk menemaninya yang hendak memberikan paper bag berisi kotak bekal itu ke Melvin. Jantungnya berdebar-debar kala kakinya sudah berpijak tepat di ambang pintu kelas Melvin.

Melihat kedatangan Retta, Melvin pun menyapa cewek itu.

"Ini kotak bekalnya!" Retta menyerahkan paper bag tersebut yang langsung diambil oleh Melvin. Setelah menerimanya, Melvin langsung kembali ke dalam kelas tanpa mengucap sepatah katapun pada Retta. Dan juga, tanpa sepengetahuan keduanya. Seseorang dari kelas Melvin menatap sinis kala Melvin menerima sodoran paper bag tersebut.

Diperlakukan seperti itu sudah biasa bagi Retta, meskipun selalu berakhir kecewa. Jadi, dia tidak heran lagi. Dan tidak perlu berharap kalau Melvin akan berterima kasih padanya.

Adora menepuk-nepuk bahu Retta, tahu temannya itu kecewa. "Sudah-sudah, ayo ke kantin!"

Keduanya pun melesat ke kantin. Menempati meja yang ada di kantin, dan menyantap makanan yang sudah keduanya pesan. Hingga kedatangan Mark di tengah-tengah acara mengisi perut di jam istirahat itu membuat Retta kesal.

Pasalnya, kedatangan si Mark yang telah duduk di sebelah Adora itu seolah-olah membuat Retta seperti obat nyamuk di sana. Retta kesal, amat kesal. Cepat-cepat menghabiskan makanannya dan memeriksa ponselnya. Jantungnya berdebar-debar kala dia membuka WhatsApp.

Retta melebarkan matanya. Memastikan tidak ada yang salah dengan penglihatannya. Benar. Sepertinya matanya tidak salah. Nama Melvin tertera dalam pesan yang belum dia baca. Ada apa gerangan dengan cowok itu hingga tiba-tiba mengirim pesan melalui aplikasi tersebut untuknya?

Retta tidak mau gede rasa. Pasti ada hal lain yang tentu saja bukan perihal perasaan yang hendak Melvin sampaikan. Tentu saja itu tidak mungkin untuk saat ini.

Melvin : Beliin minum buat gue! Gue tunggu di kelas!

Retta menghela napasnya. Tidak apa, dia akan menyanggupi permintaan Melvin ketimbang duduk di sana dan menjadi obat nyamuk bagi Adora dan Mark.

🌠🌠

Sebotol air mineral dalam genggaman tangan itu berhenti di udara, tepat di hadapan Melvin yang sudah duduk di kursinya.

"Lo pasti haus. Ini buat lo!" ucap Shinta.

Melvin yang hendak membuka kotak bekal itu pun mendongak. Tatapannya sinis, disertai seringaian kala sadar tangan cewek itu gemetar. Lalu berucap ketus, "Gak butuh!"

"Tapi, lo pasti haus kan?" Shinta tampaknya tidak akan menyerah sebelum air mineral itu berpindah ke tangan Melvin.

"Gue bilang gak butuh ya gak butuh!" Melvin menepis tangan Shinta hingga botol air mineral itu terhempas ke lantai. Shinta terkejut dan ketakutan dibuatnya. "Gue bisa beli sendiri! Gak butuh punya lo!"

Kelas sedang sepi saat ini. Hanya ada dia dan Shinta. Sebelum tiba-tiba Retta datang ke kelasnya dengan tangan menggenggam botol air mineral.

Retta kebingungan. Di depannya ada seorang cewek yang tampak ketakutan sedangkan Melvin dengan wajah yang terlihat tidak bersahabat. Oh iya, bukankah wajah Melvin kerap seperti itu? Jadi maklum saja.

Tapi, dari apa yang Retta lihat, apakah Melvin baru saja menggertak cewek yang tampak ketakutan itu? Tebak Retta. Retta tersadar dari pikirannya yang keheranan itu kala Melvin menarik botol air mineral itu dari tangannya.

"Duduk!" titah Melvin pada Retta.

"Ha?"

"Duduk!" Melvin menunjuk kursi di sebelahnya dengan dagunya. "Gue gak mau ada di kelas cuma sama cewek itu."

Retta mengerti maksud Melvin. Jadi, dia duduk di sebelah Melvin. Hingga cewek yang tampak ketakutan tadi itu menatap tak suka padanya dan berlalu keluar kelas. Maka tinggallah Retta dan Melvin saja di kelas tersebut. Retta menatap Melvin yang sedang membuka kotak bekal dengan tenang. Lalu, cowok itu menyantap makanan yang dimasak oleh ibunya itu.

Tunggu dulu. Tadi, kata Melvin, Melvin tidak mau ada di kelas kalau hanya berdua dengan cewek yang Retta tidak salah sekelas dengan Melvin. Makanya Melvin meminta Retta untuk duduk di sana. Tapi, saat ini di kelas tinggal Retta dan Melvin saja. Bukankah itu berarti kalau Melvin mau kalau hanya berdua dengannya?

Aduh, pipi Retta merona dengan dugaannya sendiri. Oleh sebab itu dia memalingkan wajahnya ke kanan, agar Melvin tidak melihat wajahnya yang mungkin memerah itu. Bagaimana ini? Retta jadi senang sendiri. Dia jadi senyum-senyum sendiri.

"Lo gila?" tanya Melvin sambil menatap Retta beberapa detik.

Sial, tampaknya Melvin sadar kalau dia senyum-senyum sendiri. Jadi, Retta berusaha menahan senyumnya. Dan serius, itu sangat sulit. Retta kikuk, tidak tahu harus menanggapi apa. "Gu-gue, gak gila kok!"

"Aneh lo!" ketus Melvin.

"Lo yang buat gue kayak gini, Vin." Dan tentu saja ini Retta balas dalam hatinya. Mana berani dia bicara langsung seperti itu pada Melvin.

"Wow, ada pemandangan langka rupanya!" Ini, seruan dari Ziggy yang baru memasuki kelas. Ziggy menyeringai, menatap Melvin dan Retta bergantian. Ziggy pun mendekat.

"Hai!" Ziggy melambai pada Retta lalu mengulurkan tangannya. "Lo Retta, kan? Si cewek yang suka sama Melvin sekaligus Adik angkatnya Melvin? Kenalin, gue Ziggy, teman sebangkunya Melvin."

Retta membalas uluran tangan Ziggy. Sebenarnya, dia memang sudah mengenal Ziggy. Kala dia mencari tahu tentang Melvin, dulu tepatnya, dia tahu kalau Ziggy satu-satunya siswa yang dekat dengan Melvin. "Gue Retta."

"Omong-omong, lo duduk di kursi gue," ucap Ziggy.

Retta hendak bangkit berdiri. Namun di luar dugaannya, Ziggy malah mencegatnya.

"Gak papa. Sama gue lo santai aja. Gue gak sekejam si Kingkong ini!" Ziggy menunjuk ke arah Melvin. "Lanjut duduknya."

Retta mengangguk.

Ziggy mendekat ke arah Melvin yang tampak tak peduli pada obrolannya dengan Retta. Ziggy tampak mengendus-endus ke arah Melvin lalu pada Retta. Setelah itu, Ziggy tersenyum geli. "Gue mencium bau aneh. Dan juga, melihat percikan sesuatu. Hati-hati Vin! Dugaan gue bakalan bener kayaknya. Oh iya, gue tinggal ya! Kehadiran gue bakalan ngeganggu kalian. Bye bye."

Ziggy pun bergegas pergi. Tidak ingin mengganggu Melvin dan Retta. Agar dugaannya menjadi benar atau nyata.

Sementara itu, Melvin dan Retta saling bertukar pandang.

Tak terelak, keduanya sama-sama berdebar-debar. Bukan lagi hanya Retta sendiri yang biasa merasakan debaran itu.

🌠🌠

Tambahkan juga 111 Days ke library kalian ya! Thanks.

By Warda, 23. 42 WIB, 09 Januari 2020.

Approccio [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang