Melinda melompat ke atas kasurnya, menimpa Loui yang tengah berbaring memunggungi. Gadis itu seharian menangis dan berakhir tertidur di sore hari lalu bangun sebab tersentak dentuman tubuh lumayan berisi dari sosok teman baiknya itu.
"Anjirrr sakit woi, lo gak liat badan gue seringkih apa, hah? Main tindih-tindih aja."
Melinda terkikik geli. "Lo tuh ya tiba-tiba tidur di kasur gue tanpa izin lagi ke gue, nggak sopan."
"Gue udah bilang sama lo di motor kalau gue mau nginep di kosan lo, gak usah pura-pura lupa deh."
Kening Melinda mengernyit. "Masa sih? Kapan? Gue kok nggak inget."
Loui menutup seluruh tubuhnya dengan selimut tebal, tak mau lagi menggubris suara Melinda. "Sebel banget deh gue sama ini bocah. Gue tinggal dulu dah, mau mandi."
"Pantes aja bau." celetuk Loui dibalik selimut yang kemudian berakhir mendapat tepukan keras di pantat.
Berbelas menit Melinda habiskan di bawah pancuran air shower, sehabis mandi ia pun bergegas mendekati Loui yang masih setia uring-uringan di kasur. Melinda melempari Loui bantal gulingnya, perempuan di balik selimut itu mengerang marah, "Sakit!!!"
"Cuma dilempar bantal guling doang anying, lebay banget sih."
"Iya, tetep aja sakit.."
"Yang sakit apanya? Hati ya? Wkwk."
"Iya," rintih Loui tanpa sadar. Dalam beberapa detik dia menggeleng. "Enggak lah, hahahahah. Hati gue baik-baik aja kali."
Yang mendengar sekedar mendengus. "Moso?? Ndak percaya hati koe ndak sakit. Pasti uring-uringan karena disakiti Mas semprul. Hahah, Loui si sobat ambyar."
"Diem lo!!" Loui melotot sebal. Yang dipelototi justru menjulurkan lidah, tertawa mengejek.
Melinda pindah ke ruang tamu, di sana ia temui setumpuk modul dan jurnal kelautan serta laptop dalam keadaan masih tercolok charger di terminal listrik.
Gadis itu menghela napas panjang-panjang, "Huanjerrr, tugas gue kayak tumpukan dosa sih. Banyak banget Tuhan.."
Mendengar suara keluhan sang karib, Loui penasaran untuk mencari tahu, meski seluruh tubuhnya lelah bukan main ( lelah kebanyakan nangis lebih tepatnya).
"Mel.. Gue laper.." adu Loui saat dia berdiri persis di samping Melinda yang masih menggulung surai hitamnya dengan handuk.
"Laper ya makan anjir!"
"Kosan lo nggak melihara makanan nih, gimana gue bisa makan."
"Iya emang gak ada. Soalnya kosan gue melihara tuyul bukan makanan."
Loui tidak menyambut ucapan itu dengan tawa, melainkan raut sinis.
Melinda berjalan gontai menuju sofa kecil di tengah ruangan, dia mulai menyalakan laptop sebab kepikiran tugas kuliah dan hendak ingin segera merampungkannya.
Melihat kelakuan teman perempuannya itu, Loui berdecak. "Mel, makan dulu baru ngerjain tugas."
Melinda menggeleng, handuk di kepalanya sejenak turun tapi rambutnya tak sempat dia sisir. Males. "Nggak bisa deh, gue selesain malam ini, besok kumpul ke Bu Anya. Ngeri gue sama itu dosen, natep matanya aja gue gemeteran."
"Kayak gue dong... ngerjain tugas dari jauh-jauh hari jadi nggak kena deadline,"
"Bukannya lo dibantuin cowok lo ngerjain tugas Bu Anya?"
Diam. Loui tidak kepikiran ucapan yang keluar dari mulutnya itu justeu mengandung garam yang membuat Melinda menatapnya dengan tatapan seolah berbicara, 'kena lo.'
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMOUR
FanfictionAsumsi berkeliaran tentang Dia. Tapi Loui tak pernah berusaha mencari tau. Karena tak selamanya asumsi menggariskan secara utuh bagaimana dia yang sebenarnya. Dingin tak selalu membekukan, hangat pun tak selalu meneduhkan. Loui hanya ingin tahu sec...