3. Savior?

2K 243 0
                                    

"Dindaaaa, gue pengen nyebur ke laut deh kalau kayak gini caranya. Sumpah, gue enek banget sama keadaan ini." Loui menjatuhkan wajahnya ke atas meja, bibir gadis itu sejenak mengkerucut.

Alih-alih mengerti temannya sedang bad mood, Dinda malah menawarkan segelas plastik berisi thai tea miliknya yang sudah hampir habis. "Minum dulu, nih."

"Apa-apaan sih? Ini kan udah abis bego! Lo yang ikhlas kalau mau ngasih gue minum tuh." kesal Loui, Dinda pun dibuatnya menciut takut. "Lo nggak biasanya deh ngomong sekasar ini sama gue."

"Ya sorry, abis gue kesel banget tauk."

"Kesel kenapa?"

"Lo tau nggak sih Din, masa iya gue lagi-lagi harus kerja sendiri untuk proyek tugas yang jelas-jelas tugas kelompok. Mana matakuliah Pak Tony susah lagi. Gue nggak mau menderita sendirian, somebody helps meeeee!!!!!"

Dinda membuang gelas thai teanya ke keranjang sampah terlebih dulu sebelum betulan mengindahkan ocehan Loui. Setelah selesai, gadis itu kembali duduk di sebelah Loui dan mendapati raut temannya malah semakin tertekuk.

"Tinggal pindah kelompok aja, sih, lo. Gitu aja repot." saran Dinda sambil memainkan kuteks kukunya yang memudar. Mendengar saran Dinda, Loui jadi mendesis sebal. "Nggak guna banget deh gue ngomong sama lo."

"Yeay...," Dinda langsung sewot. "Udah ah gue mau cabut dulu, deh. Elo keliatan stres banget, nih. Gue nggak mau ganggu ah, pusing pala barbie." Dinda berdiri dari duduknya, membetulkan rok sekejap lalu beralih ke tempat lain dengan tak lupa pose dadah-dadah sok cantik. "Duluan ya Loui, haha."

Loui hanya bisa menghela napas berat selepas kepergian Dinda ke tempat lain. Terkadang ketika Loui sedang dikuasai amarah, dia seringkali mengucapkan kata-kata kasar yang sudah barang tentu nggak enak didengar.

Tak berselang lama, kantin tempat ia duduk mendadak ramai. Beberapa pengunjung terlihat mengantri memesan makanan mereka. Dan karena tak enak hati lantaran Loui tak memesan apa-apa, gadis itu pun ikutan menjauh dari kantin. Loui lebih baik pergi ke toko buku untuk membeli buku baru sebagai bahan referensi tugas kelompoknya. Seiring jejak kaki Loui melangkah menuju gerbang kampus, secara tiba-tiba sebuah mobil tau-tau nyaris menabraknya. Untung Loui bisa dengan cepat menghindar.

Loui keheranan, mengapa bisa di jalanan yang telah di aspal pemerintah selebar ini masih aja ada mobil yang mau nabrak dia?

Padahal ia sudah berusaha menepi di pinggiran. Begitu Loui mengangkat wajah bersama gertakan kesal keluar dari bibir tipisnya. Sosok yang nggak akan pernah Loui inginkan untuk dia temui mendadak muncul persis di depan mata.

Dia lagi.

"Mau kemana?" Seungyoun bertanya tepat ketika ia membuka pintu mobil dan berdiri beberapa jengkal di depan Loui. Gadis itu otomatis bergerak mundur, sesekali Loui menelan ludah sebab kehadiran Seungyoun selalu saja sukses membuatnya cemas. Begitu ditanya Loui tak menjawab, dia lebih memilih menghindari kontak mata dan kabur.

"Heh. Gue nanya baik-baik kenapa lo selalu pergi, sih?" kesal Seungyoun seraya berdecak. Yang diteriaki justru pura-pura tuli dan terus saja berjalan meninggalkan. Hingga tanpa gadis itu sadari, eksistensi Cho Seungyoun tahu-tahu sudah tiba di sebelahnya.

"Mau kemana?" Seungyoun mengulangi pertanyaan.

"Kok lo ngikutin gue, sih?"

"Ya habisnya nggak di jawab-jawab pertanyaan gue dari tadi. Kan, gue kepo."

"Ngapain lo kepoin gue, urus aja hidup lo sendiri."

"Ketus amat sih mbak."

Mendengar itu Loui kontan menekuk wajah. Terpaksa, dia memberi tahu tujuannya pergi walau tak juga penting jikalau Seungyoun tahu dia mau kemana.

RUMOURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang